PART V

3.2K 62 4
                                        

"Kau yakin kita melakukan hal ini?" bisik seorang pemuda.

"Tentu saja, bukankah kita sering melakukannya!" balas temannya.

"Ya memang, tapi itu sebelum..."

"Kematian konyol itu, sudahlah tidak usah kau pikir lagi!"

Pemuda itu terdiam. Ada rasa tak setuju dengan pernyataan temannya sendiri. Ia memang berpikiran bahwa semua kematian ini saling berkaitan. Tapi ia tidak menduga, salah satu diantara kematian itu menimpa gadis yang ia cintai.

"Hei aku tak bermaksud begitu!" ujar temannya, ia sadar perkataannya telah kelewatan.

"Aku tahu, hanya saja...."

"Aku turut berduka atas kematian Caca, aku tahu kau mencintainya."

"Terima kasih!"

"Sudahlah jika kita tetap berada disini kita bisa ketahuan!"

Mereka bergegas pergi dari tempat itu. Ruangan khusus yang digunakan sebagai tempat menyimpan berkas-berkas penting pihak sekolah. Mereka telah berulang kali melakukan tindakan ini. Menyelinap keruangan itu dan mengambil beberapa lembar photocopy soal ulangan atau sekedar melihat nilai-nilai para siswa. Sebelum akhirnya menukar nilai mereka sendiri. Tindakan mereka tak pernah tertangkap oleh pihak sekolah. Belum. Dan mereka akan mendapat kejutan.

***

Kedua pemuda itu berjalan perlahan dilorong asrama yang sunyi itu. Berusaha tidak menghasilkan suara apapun. Nyaris tanpa suara apapun. Suara decitan hasil dari gesekan alas kaki yang mereka kenakan dengan lantai mengema disepanjang lorong. Namun kesunyian masih menyelimut mereka. Kesunyian yang berasal dari alam lain.

Suhu udara turun perlahan. Angin malam berhembus pelan menerpa tubuh mereka. Hawa dingin menyelimuti mereka berdua. Salah seorang dari mereka mencengkram erat tubuhnya sendiri. Berusaha mengusir hawa dingin yang tak biasa ini.

"Hati-hati kertas soal itu terjatuh!" bisik pemuda yang berjalan paling depan, kacamata menggantung diwajahnya.

"Aku tahu, ini harta berharga, mana mungkin aku menjatuhkannya!" balas temannya.

Mereka kembali terdiam, berusaha tidak membuat suara apapun.

"Hei apa kau yakin kita tidak ketahuan kali ini?" tanya pemuda yang membawa sebuah map berisikan photocopy soal ulangan esok.

"Sangat yakin, hanya pak Machmuri yang bertugas menjaga tempat ini!" balas temannya sambil sesekali membernarkan letak kaca matanya.

"Tapi semua kematian ini membuat pengawasan diperketat!"

"Sudahlah Jer, kita tidak akan ketahuan mencuri soal itu, kita sudah sering melakukannya kan?" ujarnya, pemuda yang dipanggil Jerri itu hanya mengangguk.

Mereka hampir sampai dikamar mereka. Hanya perlu menaiki tangga menuju lantai empat dan semua berakhir.

"Hei Tami tunggu!" ujar Jerri pada temannya.

"Apa?" pemuda itu, Khitami menoleh kearah temannya.

"Aku harus ketoilet, tunggu aku sebentar ok!"

"Ya sudah, cepat sana!"

Jerri melangkah cepat-cepat kearah toilet yang berada diujung koridor lantai tiga. Bayangan tubuhnya perlahan lenyap ditelan kegelapan koridor yang sunyi. Sepasang mata merah menatap Jerri. Tatapan seorang pembunuh.

***

Limabelas menit berlalu, namun Jerri belum juga kembali dari toilet. Rasa bosan mulai menggelayuti Khitami. Sesekali ia melirik kearah lorong menuju toilet yang gelap.

DANURWhere stories live. Discover now