Four

640 63 49
                                    

"Udah lama ya gak kumpul kek gini," kata Zita.

Saat ini Abel, Shera, Ody, Evy, Angel, dan Zita sedang berkumpul di sebuah restoran yang dulu sering sekali mereka kunjungi.

"Iya, empat tahun lebih deh kayaknya," kata Ody yang kemudian diberi anggukan oleh kelima sahabatnya.

Mereka pun saling bicara dan bercanda bersama. Menghabiskan sedikit waktu itu untuk mengulang masa lalu.

Tak jauh dari mereka, duduk seorang lelaki yang sedang fokus mengetik pada laptopnya. Sesekali para pegawai restoran menghampirinya. Bahkan manager restoran juga sempat mendatanginya.

Abel sempat melihat orang itu dan berpikir, mungkin orang itu pemilik restoran ini. Wajahnya tak begitu jelas terlihat, karena tertutup tiang yang ada di antara mereka.

Semua sahabat Abel yang tadi duduk bersama kini telah pergi satu persatu. Hanya tersisa Abel yang duduk di sana. Dia juga bersiap pulang, tapi saat ia berdiri, ponselnya berbunyi.

"Iya Ma. Ini Abel mau pulang kok." Ternyata Alice yang menelpon Abel.

Abel berjalan dengan terus menelpon mamanya. Sampai ia tak menyadari kalau ada orang di hadapannya. Sehingga ia tak sengaja menabrak orang itu.

"Maaf...." Abel melihat orang itu lalu membulatkan matanya terkejut.

"Darel...." ucapnya pelan namun masih terdengar di telinga Darel.

"Em, Abel ya?" tanya Darel yang hanya diberi anggukan oleh Abel.

"Wah. Lama gak ketemu ya. Gimana kalau kita duduk dulu." Darel menunjuk tempat duduk yang ada di sampingnya. Sekali lagi Abel mengangguk dan mengikuti Darel untuk duduk di kursi tersebut.

"Gak kerasa ya, kita udah gak ketemu sepuluh tahun," kata Darel setelah mereka duduk.

"Ya. Tapi kamu masih sama," kata Abel ambil tersenyum.

"Haha. Iya. Ngomong-ngomong, aku udah liat film kamu yang horor itu. Dan memang menyeramkan, editannya keliatan nyata banget. Keren deh." Darel mengatakan itu dengan semangat.

"Gak juga. Itu juga berkat kru yang lain. Kamu sendiri, kerja apa sekarang?"

"Ini. Empat tahun yang lalu aku meneruskan usaha kuliner Nenek. Dan hasilnya, restoran ini." Abel menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Jadi, kamj kembali ke London empat tahun yang lalu?" tanya Abel yang diberi anggukan oleh Darel.

"Bagaimana kabar Andrian?" Abel mengerutkan keningnya bingung. Bagaimana mungkin Darel tidak tau keadaan Andrian sedangkan dia sudah empat tahun di sini? Apa dia tidak pernah bertemu Andrian?

"Aku tidak tau. Aku baru pulang dari Amerika kemarin. Apa kau tidak pernah bertemu dengannya?"

"Tidak. Selama aku di sini, aku sering ke rumah Andrian. Tapi dia selalu tidak ada di rumah. Kalau pun ada, pasti dia mengunci kamarnya dan tidak keluar." Abel terdiam.

Sepertinya sahabatnya itu telah benar-benar berubah. Bagaimana bisa dia menjadi sangat tertutup seperti itu?

Tidak berapa lama ponsel Abel berbunyi. Ada pesan masuk dari Alice yang memintanya pulang.

"Darel, sepertinya aku harus pulang sekarang. Kapan-kapan kita akan mengobrol lagi, oke?" pamit Abel setelah memasukkan ponselnya ke tas.

"Baiklah. Tapi kau harus janji akan berbicara lagi dengan aku."

"Oke. Asalkan kita bertemu." Abel tersenyum begitu pula dengan Darel.

Abel memandang Darel sejenak. Sudah sangat lama ia tak melihat senyuman itu. Senyuman yang selalu menenangkan hatinya.

"Aku pergi. See you."  Abel pun meninggalkan Darel juga restoran itu.

"See you." Darel memandang punggung Abel yang perlahan menjauh darinya.

"Akhirnya aku bertemu denganmu."

★★★★★

"Abel pulang." Abel sedikit berteriak ketika memasuki rumahnya.

"Kamu ke mana aja, Bel. Pergi dari jam sepuluh sampai sore begini", kata Alice. Terlihat raut khawatir di wajahnya. Bagaimana tidak, Abel telah pergi dari jam sepuluh pagi sampai jam lima sore.

"Maaf Ma, Mama tau Darel kan? Tadi aku bertemu dengannya dan mengobrol sebentar." Abel duduk di sofa ruang TV dan mengambil cemilan yang ada di sana.

"Oh, kamu udah ketemu dengannya, ya. Soalnya dulu waktu kamu masih di Amerika, dia pernah ke sini dan nyariin kamu." Abel sedikit terkejut dengan ucapan Alice. Ternyata Darel mencarinya.

"Em, Ma. Abel ke kamar, ya. Mau mandi." Abel berusaha mengalihkan pembicaraan. Alice pun hanya mengangguk dan membiarkan anaknya pergi ke kamar.

Sampai di kamar, Abel tidak langsung mandi. Melainkan berjalan menuju balkon dan menatap balkon di hadapannya yang tertutup sejak ia datang.

" Tujuh tahun yang lalu, aku masih melihat seseorang berdiri di sana dan berbicara padaku. Tapi sepertinya orang itu telah pergi." Abel menatap balkon di sebrangnya dengan sendu.

Balkon itu terlihat tak berpenghuni. Seperti puluhan tahun ditinggalkan.

Abel kembali masuk lalu mengambil handuknya dan mandi.

★★★★★

"Masak apa, Ma?" tanya Abel yang baru saja datang ke dapur.

"Oh ini, Mama buat kue. Besok kamu antarkan kue ini ke tempat Al, ya." Mama Abel mengatakan itu setelah mengambil kue yang ia buat dari oven.

"Mama gak berubah. Pasti kalo buat kue, tante Liana dan keluarganya dikasih. Apa tante Liana juga masih sama?"

"Tentu. Sesama tetangga harus saling memberi. Lagi pula, tante Liana kan udah kita anggap saudara sendiri." Abel tersenyum.

"Baiklah. Besok pagi, Abel akan antarkan ke rumah Al."

To be continue....

Akhirnya si Abel ketemu sama Darel. Mungkin di part berikutnya Abel akan ketemu sama Andrian. Yeeee😁😁👏👏

Atau mungkin masih lama. Yahh😦😦. Soalnya gue masih bingung nemuin Abel sama Andriannya gimana.

Pokoknya jangan bosen nunggu cerita ini. Dannn....

Jangan lupa vote dan comment.

Sampai bertemu di part selanjutnya..👋👋

See you😊😁

Me and ThemWhere stories live. Discover now