Seventeen

361 26 7
                                    

Abel mengalihkan pandangannya dari ponsel menuju seseorang yang baru saja meletakkan secangkir kopi capuccino dihadapannya.

"Kau menunggu seseorang?" Ucap lelaki itu.

"Ya. Aku dan Cindy janji bertemu disini"

"Cindy? Maksudmu si cerewet itu?"

"Hahaha, ternyata kau tetap berpikiran seperti itu Al" Andrian hanya tersenyum tipis melihat tawa Abel.

"Kak Abel!!" Seketika cafe itu penuh dengan suara teriakan Cindy yang berlari menuju Abel lalu memeluknya erat.

Semua mata menjadi tertuju pada bangku yang di duduki Abel sekarang.

"Dasar tak tau malu" ucap Andrian pelan.

Cindy masih tetap memeluk Abel dengan erat, tak ada rasa peduli sedikit pun dengan sekitarnya.

"L...lepas, a...aku g..gak bisa n..napas" ucap Abel terbata.

"Ups" mendengar Abel yang berbicara terbata seperti itu membuat Cindy langsung melepas pelukannya.

Saat itu juga Abel menghirup nafas sebanyak-banyaknya.

"Aku bersyukur kau tidak mati Bel" sontak Cindy langsung menatap Andrian insten.

"Duduk Cin" ucap Abel segera sebelum Cindy melontarkan kekesalannya.

Cindy mengangguk kemudian duduk di samping kiri Abel.

"Bagaimana kabar mu?"

"Baik. Kakak bisa liat sendiri bukan?" Abel tersenyum dan mengangguk pelan.

"By the way, kenapa kau ikut duduk disini?" Tatapan Cindy beralih pada Andrian.

Yang ditatap hanya menatap balik dengan wajah datar dan dinginnya tanpa berniat menjawab pertanyaan Cindy sedikit pun. Cindy memutar matanya jengah.

"Dasar tembok" Abel menahan senyumnya mendengar umpatan Cindy.

"Ku rasa lebih baik diam daripada berteriak tak penting seperti mu" akhirnya Andrian mengeluarkan suaranya.

Cindy melebarkan mata kemudian memicingkannya pada Andrian.

Mereka memang tak pernah berubah. Selalu menjadi musuh jika bertemu. Yang muda atau pun yang tua tak ada yang mau mengalah. Selalu berusaha menjadi yang paling benar.

"Sudahlah. Untuk hari ini saja kalian berhenti bertengkar. Tak bisa kah?" Cindy dan Andrian diam.

"Aku harus bekerja" Andrian berdiri dari duduknya kemudian pergi ke tempat meracik kopi meninggalkan Abel dan Cindy.

"Kak, ku rasa ada yang aneh dari Andrian" kata Cindy sedikit berbisik. Abel mengerutkan alisnya bingung.

"Maksud mu?"

"Tak biasanya dia mau berbicara dengan orang. Aku sering kesini dan yang selalu ku lihat Andrian hanya menatap datar semua hal juga jarang sekali bicara. Tapi kenapa tadi dia bisa duduk disini dan mengobrol dengan kita? Bahkan dia membalas ejekan ku. Aku sempat terkejut"

Abel menyunggingkan senyumnya mendengar penuturan panjang Cindy. Sebegitu parahkah Andrian dulu? Sampai-sampai Cindy terkejut seperti ini.

"Kak?" Abel mengejapkan matanya terkejut.

"Hah? Aku tidak tau. Aku baru dua minggu disini. Tapi kalau memang begitu, bukankah lebih baik? Daripada diam dan menatap datar seperti mayat hidup?"

"Ya, kakak benar. Ku rasa aku lebih suka Andrian yang menyebalkan daripada datar dan dingin" sekali lagi Abel tersenyum.

Mungkin caranya telah berhasil membuat Andrian menjadi dirinya lagi. Perlahan, namun menjadikan sebuah hasil bukan?.

Me and ThemWhere stories live. Discover now