Seven

627 41 17
                                    

"Pagi Ma, Pa," sapa Abel yang baru saja tiba di dapur dan duduk di samping Alice.

"Pagi. Kamu kelihatan senang sekali. Ada apa?" tanya Alice sambil menyipitkan matanya.

"Tidak ada. Memang salah kalau aku bahagia?"

"Tidak sih, hanya aneh saja." Abel berdecak sebal lalu mengambil sebuah roti bakar dan mengoleskannya selai kacang.

Bohong kalau tidak ada alasan khusus Abel bahagia pagi ini. Tentu saja ada alasan khususnya, apa lagi kalau bukan Andrian.

Abel sangat bahagia seolah menang lotre berhadiah ratusan juta. Dia bahagia telah berhasil mengetahui kenapa Andrian berubah dan lebih membahagiakan lagi karena dia juga berhasil membuat Andrian kembali dekat dengannya.

"Papa berangkat dulu." Albert berdiri dari duduknya. Alice juga ikut berdiri dan mengambilkan tas kerja Albert.

Setelah mengantar suaminya ke halaman, Alice kembali ke dapur dan kembali ke pekerjaannya.

"Ma, Abel mau main ya." Kini giliran Abel yang ingin meninggalkan meja makan.

"Mau kemana? Suhu di luar semakin dingin. Tidak baik di luar terlalu lama."

"Aku hanya ingin ke rumah Al. Lagi pula kalau aku di sana kedinginan, Tante Liana pasti akan membuatkan coklat hangat untukku, jadi Mama tidak perlu khawatir."

"Oke, tapi jangan lupa kenakan jaketmu." Abel mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya.

Setelah mengambil jaket di gantungan baju, Abel langsung pergi menuju rumah Andrian.

Beberapa kali Abel mengetuk pintu rumah bercat putih itu, tapi masih belum ada jawaban. Padahal dia sudah mulai kedinginan sekarang.

Abel terus mengetuk pintu itu sampai seseorang membukanya.

"Eh Abel. Udah lama kamu di sini?" tanya Liana

"Lumayan Tante."

"Abel maaf ya, tadi Tante lagi ke kamar mandi jadi gak dengar kamu ngetuk pintu."

"Iya, gak apa-apa kok." Abel tersenyum seramah mungkin.

"Yaudah ayo masuk, di sini dingin." Abel mengangguk lalu mengikuti Liana masuk ke rumah.

"Kamu pasti kedinginan. Tante buatkan coklat hangat ya?" Tanpa menunggu jawaban Abel, Liana langsung menuju ke dapur dan membuatkan coklat hangat untuk Abel.

Tak perlu menunggu lama, coklat hangat yang dibuat Liana pun telah diberikan kepada Abel.

"Tante, Al nya ada?" tanya Abel setelah mengambil coklat hangat itu dari tangan Liana.

"Ada, dia ada di kamarnya. Tapi tante tidak tahu dia akan membuka pintunya atau tidak." Ekspresi Liana berubah menjadi sedih.

"Tenang saja tante. Abel akan berusaha membuat Al kembali seperti dulu." Senyuman Abel membuat Liana perlahan ikut tersenyum.

"Tante mendukungmu." Abel melebarkan senyumannya lalu berpamitan untuk ke kamar Andrian dengan coklat panas yang masih dia bawa.

Setelah dia berada tepat di depan pintu kamar Andrian, Abel perlahan mengetuk pintu itu.

Tidak ada suara dari dalam. Abel kembali mencoba tapi hasilnya tetap sama. Akhirnya Abel memutuskan untuk bersuara.

"Al, ini aku, Abel." Seketika pintu kamar Andrian membuka dengan sendirinya.

Abel sedikit terkejut, dia bingung kenapa pintu itu bisa terbuka sendiri.

Meninggalkan kebingungannya, Abel perlahan melangkah masuk ke kamar Andrian.

Betapa terkejutnya Abel saat melihat kamar Andrian yang amat sangat berantakan. Tidak ada satu barang yang diletakkan rapi di tempatnya, semua berserakan.

"Sepertinya tidak ada badai atau angin topan. Tapi kenapa kamar ini bisa berantakan?" kata Abel sambil berjalan dan mengambil pakaian kotor Andrian lalu meletakkannya di keranjang baju.

Andrian tidak bergerak dari tempatnya. Dia tetap duduk di ujung kasur dan menatap ke balkon.

Abel yang merasa diabaikan pun langsung duduk di samping Andrian.

"Kenapa?" tanya Abel tapi Andrian tidak menjawabnya. Dia masih di posisi yang sama.

"Hei." Abel melembutkan suaranya dan menepuk pelan pundak Andrian.

Andrian terlonjak kaget dan langsung menatap Abel.

"Ada apa?" tanya Abel penasaran.

"Tidak ada. Hanya terkejut," kata Andrian dengan menundukkan kepala.

"Makannya jangan terlalu banyak melamun." Setelah mengatakan itu Abel meminum coklat hangatnya.

"Kau mau?" Abel menyodorkan coklat hangat itu pada Andrian, tapi Andrian menolaknya dengan gelengan kepala.

Sekarang Abel mulai bingung harus melakukan apa. Kediaman Andrian membuatnya kehilangan kata-kata.

Tak sengaja Abel melihat gorden balkon Andrian tertutup. Dia mengerutkan dahinya bingung, pasalnya dulu Andrian tidak pernah menutup balkonnya siang-siang seperti ini.

Tanpa diminta Abel berjalan mendekati balkon dan membuka gorden itu lebar-lebar.

"Mulai sekarang kau harus kembali menggunakan balkon ini untuk mengobrol denganku," kata Abel sambil menunjuk Andrian. Andrian hanya diam mengamati Abel.

Tanpa sebab Abel menepuk dahinya keras, dan itu membuat Andrian bingung.

"Kenapa membuatmu bicara itu sangat susah sekali! Aku merasa sedang berbicara dengan tembok!" ucap Abel kesal.

Tak disangka Andrian tertawa kecil melihat tingkah Abel. Abel yang melihat Andrian tertawa pun merasa senang serta terkejut.

"Kau tertawa? Sungguh kau tertawa? Ya tuhan! Aku membuatmu tertawa!" Abel bersorak gembira seperti anak TK yang baru dibelikan sepeda.

Andrian tersenyum menatap Abel.

"Kau tidak pernah berubah." Perkataan Andrian menghentikan sorakan Abel.

"Tentu saja, aku masih Abellia Michelle Russell yang sama. Memangnya aku ini kau?" Abel kembali duduk di samping Andrian.

"Abel, apa menurutmu aku bisa menjadi Al yang dulu?"

"Kenapa tidak? Asalkan kau punya kemauan aku yakin kau bisa melakukannya." Abel tersenyum menyemangati Andrian. Andrian pun membalas senyuman Abel.

Tiba-tiba pintu kamar Andrian terbuka. Sepertinya ada seseorang yang membukanya dari luar karena tadi Abel tidak mengunci pintu itu.

Andrian dan Abel menoleh bersama untuk melihat siapa orang itu.

To be continue....

Jangan lupa vote dan comment.

See you 😊😄

Me and ThemWhere stories live. Discover now