Threeteen

450 33 2
                                    

"Wahh, kita kedatangan tamu rupanya. Al, Abel, ayo ajak Darel masuk," ucap Elina yang entah sejak kapan berada di belakang Andrian dan Abel.

"Oke Tante. Ayo Darel."

Darel tersenyum lalu mengangguk dan mengikuti Abel, begitu pula Andrian.

"Di sini ramai ya?" ucap Darel sambil melihat ke sekeliling rumah Andrian.

"Ya beginilah. Kami selalu merayakan malam natal bersama setiap tahun. Hanya saja, empat tahun terakhir aku tak mengikutinya."

Darel hanya mengangguk mengerti, sedangkan Andrian masih nyaman dengan diamnya. Tak tertarik untuk ikut berbicara.

Sekarang mereka bertiga telah sampai di halaman belakang rumah Andrian.

Tak terlalu ramai di sini, atau malah bisa disebut sepi. Hanya lampu kelap-kelip yang tertempel di beberapa batang pohon dan ribuan salju putih yang menyelimuti tanah.

"Kenapa kita ke sini?" Kali ini Andrian mulai menyuarakan pertanyaan di pikirannya.

"Tidak apa-apa. Bukankah kau tahu aku selalu menyukai halaman belakangmu?" Andrian hanya diam melihat Abel yang kini duduk di bangku taman yang ada di dekat pohon.

"Bukankah di sana dingin?" Entah apa yang merasuki Andrian sekarang sehingga dia mulai menanyakan apa yang dia pikirkan dengan spontan.

"Hahaha, kau ini amnesia atau bagaimana? Kau juga lupa kalau aku suka dingin?" Dekali lagi Andrian diam.

Benar kata Abel. Dulu Andrian tahu banyak tentang Abel dan selalu mendukung apa yang Abel suka sehingga dia tak pernah berkomentar apalagi bertanya seperti ini.

Lantas kenapa sekarang? Apa yang dikatakan Abel dulu benar? Bahwa Al yang dia kenal telah menjadi Andrian seutuhnya. Orang asing yang baru mengenal Abel?

Tidak! Andrian menggeleng keras. Dia masih Al yang sama. Al yang akan selalu ada bersama Abel. Al yang akan membuat Abel kesal dan tertawa di waktu bersamaan. Itu tak akan pernah berubah. Tidak akan pernah.

"Al? Kau kenapa?" Andrian tersadar dari lamuanannya.

"Tidak apa-apa," jawab Andrian seadanya.

"Oh iya, Darel. Apa kau tidak merayakan malam natal bersama keluargamu?"

"Sudah. Aku hanya berkumpul sebentar bersama mereka lalu berjalan-jalan. Aku tidak terbiasa seperti kalian yang mengkhususkan waktu sepanjang malam untuk berkumpul bersama."

Setelah anggukan Abel, tak ada suara lagi dari mereka bertiga. Mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing.

Canggung.

Sungguh, suasana seperti ini sangat tidak Abel sukai. Keadaan yang seharusnya hangat dan ceria, sekarang bermetamorfosis menjadi kecanggungan yang penuh keheningan.

"Sepertinya kita perlu merubah kebiasaan kita,Al." Andrian mengamati Abel bingung.

Perubahan apa yang dia maksud?

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan malam ini? Bukankah cukup membosankan kita selalu dirumah sepanjang malam natal selama kira-kira dua puluh empat tahun?"

Andrian nampak berpikir sampai akhirnya dia mengangguk tanda setuju.

Abel tersenyum bahagia. Dia langsung bangkit dari duduknya dan menemui Alice untuk meminta izin pergi.

Awalnya Alice tidak setuju dengan keinginan Abel, tapi setelah Darel ikut membujuk Alice mereka bertiga pun diizinkan pergi.

"Kita akan ke mana sekarang?" tanya Darel saat mereka berada di halaman depan rumah Andrian.

Abel nampak berpikir sambil mengetuk-ngetukkan telunjuknya ke dagu.

"Tidak tahu. Aku tidak punya rencana," ucap Abel dengan nada menyerah.

"Bioskop?" Abel dan Darel langsung menoleh ke arah Andrian setelah lelaki itu mengatakan usulannya.

"Why?" Andrian bingung dengan tatapan kedua orang di hadapannya ini. Apa ada yang salah dengan yang dikatakan Andrian barusan?

"Ide bagus!" Abel dan Darel mengatakan kalimat itu bersamaan.

"Oke. Ayo kita ke bioskop." Abel berjalan mendahului Andrian dan Darel. Sepertinya dia tidak sabar.

"Sahabatmu itu kadang terlihat dewasa, tapi kadang juga seperti anak-anak," bisik Darel pada Andrian dan diakhiri dengan kekehan kecilnya.

Tanpa diketahui oleh Darel, Andrian tersenyum tipis. Benar, Abel sahabatnya dan memang begitu sifat Abel.

★★★★

"Ahh. Tidak ada film yang menarik." Abel menekuk bibirnya kesal setelah membaca daftar film yang akan ditayangkan.

"Kau ingin melihat film seperti apa?" tanya Andrian.

"Emm? Action?"

"Kenapa kita tidak melihat ini?" Darel menunjuk nama salah satu film yang akan tanyang beberapa menit lagi.

"Hah?" Abel terkejut dengan pilihan Darel.

"Iya. Lagipula kau perlu melihatnya saat ditanyangkan, 'kan?"

Abel masih diam. Pasalnya film pilihan Darel adalah film yang dia sutradara beberapa bulan lalu yaitu 'Danger'

"Ayolah. Aku belum melihatnya dan penasaran sekarang." Abel menghela nafasnya lalu mengangguk setuju.

Setelah membeli tiket, Abel dan Andrian masuk lebih dulu. Sedangakan Darel pergi membeli popcorn dan minuman untuk mereka bertiga.

Tepat saat Darel tiba di bangku samping Abel, film itu dimulai.

Awalnya cukup menarik dan penuh tanda tanya sehingga penonton ingin terus melihat film itu sampai terjawab pertanyaan mereka.

Namun tidak dengan Abel. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, jadi dia hanya duduk dan mengamati keindahan pengeditan film itu tanpa berpikir apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sesekali Abel tertawa saat Darel dan Andrian bergantian menanyakan "Apa yang akan terjadi?"
"Kenapa bisa seperti itu?"
"Apa yang terjadi pada gadis itu?"
"Sebenarnya siapa penjahatnya?"

Tapi tak satupun diantara pertanyaan mereka yang Abel jawab. Biarkan saja, nanti pasti mereka akan tahu.

Malam ini, malam yang istimewa untuk Abel. Di mana dia pergi keluar saat malam natal, mengalami keseruan bersama kedua sahabatnya lagi, dan membuat kemajuan terhadap Andrian.

Aku mohon jangan singkirkan kebahagian ini dariku dan kedua sahabatku, Tuhan.

TBC...

Sorry baru bisa update. Sorry juga kalo gue updatenya lama. Gue terlalu hanyut dalam dunia real gue.

Sampek lupa kalo belom update cerita😅

Dan Sorry lagi kalo ceritanya kurang seru.

See you😀😊

Me and ThemWhere stories live. Discover now