Eleven

561 38 2
                                    

"Al! Ayo ke situ!" Abel merengek layaknya anak kecil yang meminta mainan pada ibunya.

Andrian menggeleng tanda tak mau mengikuti Abel.

"Ih! Kenapa sih? Karena banyak anak kecil?" Andrian hanya diam.

Sekarang Abel, Andrian, dan Darel berada di taman yang dulu sering mereka kunjungi untuk bermain.

Taman itu masih sama ramainya seperti dulu, hanya saja suasana di taman itu telah berubah.

Kini taman itu telah lebih indah. Dulu Abel dan teman-teman masa kecilnya sering sekali bermain di taman ini. Namun, sekarang bukan generasi mereka lagi yang menghuni taman ini. Melainkan generasi baru yang akan menjadi penerus mereka.

"Yaudah deh. Kita duduk saja. Aku juga mulai lelah."

"Al. Kita ke kafe kamu saja ya?" lanjut Abel.

Andrian hanya mengangguk tanda setuju. Mereka pun beralih dari taman menuju kafe milik Andrian.

Di dalam kafe, beberapa pelayan yang melewati Andrian menyapa dengan sopan. Namun, tak satu pun di antara mereka yang mendapat sapaan kembali dari Andrian.

"Kalian duduk saja. Aku akan seduhkan kopi." Andrian pun pergi untuk menyeduh kopi.

"Kafe Andrian bagus ya? Modern sekali," ucap Darel sambil melihat sekeliling kafe.

"Hm. Aku juga tak menyangka kalau Al bisa punya ide untuk membuat kafe seindah ini."

Kini hening mulai melanda mereka. Sepertinya salah satu dari mereka tak ada yang mempunyai topik untuk dibicarakan.

Sampai akhirnya Darel memberanikan diri untuk mengusir keheningan itu.

"Abel."

"Ya?" Abel menoleh ke Darel sambil tersenyum tipis.

"Aku ...."

"Ini kopi kalian." Andrian meletakkan kopi yang dia bawa di hadapan Abel dan Darel.

"Thanks Al. Oiya Rel, tadi kamu mau bilang apa?"

"Haha, tidak ada. Aku lupa." Darel tersenyum kikuk. Abel hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Wah, kopi yang kau buat ini benar-benar enak. Aku tidak tahu kalau kau bisa membuat kopi seenak ini," kata Abel pada Andrian.

"Waktu kuliah aku diajari meracik kopi dengan temanku," kata Andrian sambil tersenyum tipis.

"Kalau begitu kau harus siap karena aku akan meminta mu membuat kopi kapan saja," kata Abel bercanda. Andrian pun tertawa pelan.

Ada rasa bahagia pada diri Abel ketika dia melihat tawa Andrian. Apalagi Andrian tertawa karena candaannya.

"Ehem ...." Degeman Darel membuat Abel dan Andrian menoleh ke arahnya.

"Ada apa, Rel?" tanya Abel to the poin.

"Tidak. Aku tadi hanya tersedak. Mungkin aku kurang hati-hati saat minum," jelas Darel.

Abel hanya mengangguk mengerti, sedangkan Andrian terlihat tak perduli.

Ada apa denganku? Harusnya aku ikut bahagia karena Andrian mulai kembali seperti dulu, batin Darel sambil terus melihat Abel dan Andrian.

"Oiya, bagaimana kalau selanjutnya kita ke restorannya Darel. Kau tahu Al, di sana makanannya enak. Bukan begitu Darel?" Abel bertanya pada Darel, namun Darel tak menjawabnya tetapi terus menatap Abel.

"Darel? Hallo?" Abel melambaikan tangannya di depan wajah Darel. Saat itulah Darel mengejapkan matanya terkejut.

"Ah, iya," jawab Darel asal. Padahal dia tidak tau apa yang dikatakan Abel tadi.

"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Abel penasaran.

"Tidak ada. Hanya ... emm ... melamun."

"Baiklah. Kalian sudah selesai minumnya, kan? Sekarang ayo ke restoran Darel."

★★★★

Ting...

Suara pintu terbuka mengiringi langkah Abel, Darel, dan Andrian yang baru saja tiba di restoran Darel.

Pintu restoran Darel terbuat dari kaca dan memiliki lonceng kecil di atasnya, jadi bila ada yang membuka pintu lonceng itu akan berbunyi.

"Bagaimana kalau kita duduk disana saja?" tanya Darel sambil menunjuk bangku yang ia maksud.

Abel mengangguk lalu berjalan mengikuti Darel ke bangku itu. Tak lupa dengan Andrian di belakang mereka.

"Kalian pesan apa? Aku yang akan traktir." Darel menyodorkan buku menu kepada Andrian dan Abel.

Setiap meja di restoran itu sudah disediakan buku menu, jadi pengunjuk bisa langsung memilih menu lalu memanggil pelayan.

"Kenapa kau repot sekali. Tidak perlu mentraktir, kami akan bayar sendiri. Bukan begitu Al?" Andrian hanya mengangukkan ucapan Abel.

"Tidak papa. Sekali kali, kan. Sudah, sekarang pilih saja apa yang kalian mau. Dan tidak perlu membayar. Oke?"

"Terserah kau sajalah." Darel tersenyum mendengar jawaban Abel.

Setelah selesai memilih, Darel segera memanggil pelayan dan pelayan itu segera mengambilkan pesanan mereka.

Sekarang suasana hening melanda ketiga manusia itu. Andrian yang sibuk dengan ponselnya, Abel sibuk menikmati pemandangan restoran Darel yang memang indah, sedangkan Darel sibuk memandangi Abel.

Sepertinya memandangi Abel secara diam-diam seperti ini sudah menjadi kebiasaannya.

Tak lama makanan yang mereka pesan datang. Mereka pun segera memakan makanan itu.

"Oiya, gak kerasa lusa udah natal ya?" kata Abel disela-sela makannya.

"Iya. Apa kau ada rencana malam natal besok?" tanya Darel pada Abel. Tapi sebelum Abel menjawab, Andrian sudah lebih dulu berbicara.

"Kau akan ke rumahku malam natal besok, kan? Karena tahun ini keluarga kita merayakan natal di rumahku," ucap Andrian mengingatkan Abel.

"Benarkan? Aku lupa kalau tahun ini kita rayakan natal di rumahmu." Abel tersenyum kikuk.

"Jadi, kau tidak bisa keluar malam natal besok?" tanya Darel pelan.

"Sorry, sepertinya tidak bisa." Darel menarik napas dan menghembuskannya pelan lalu tersenyum tipis.

Mungkin lain kali.


Tbc...

Hallo....

Sorry gue baru update hari ini. Dan sorry juga kalo ceritanya kurang memuaskan.

Gue cuma mau ngingetin...

Jangan lupa vote dan comment.

Satu bintang dari kalian sangat berarti buat gue...

See you 😁😄

Me and ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang