Tentang Rania

278K 24.2K 1.4K
                                    

Air hujan tumpah memukul-mukul atap gedung di kampusnya, menimbulkan sensasi dingin yang menyergap. Keya mengamati tetesan air itu dalam diamnya, sembari memandang ponselnya yang masih menyisakan bekas chat dengan Jiver beberapa menit yang lalu.

"Lo kenapa?"

Suara seseorang membuatnya menoleh. Laki-laki itu menatap Keya penasaran, adik kelasnya semasa SMA itu tampak memikirkan banyak hal dalam kepala kecilnya.

"Nggak papa Kak."

Ia menghela napasnya, lepas dari Maya dan Lili yang tadi sempat menagih jawabannya, ia memutuskan untuk mendiamkan dirinya di kafetaria kampus yang ada di fakultas sebelah. Sebenarnya Keya hanya iseng, namun keisengannya ini membuatnya bertemu Arsa--laki-laki yang pernah disukainya dulu semasa SMA, kakak kelas yang tidak pernah bisa ia dekati sampai saat ini, ya karena Arsa terlalu tinggi untuk Keya. Laki-laki itu tampan, mantan ketua ekskul futsal, mantan ketua MPK yang pasti memiliki banyak penggemar, walau Keya akui Arsa bukanlah datang dari kalangan anak ber-IQ superior, bisa dikatakan Arsa ini biasa-biasa saja.

"Lo lagi banyak beban. Kenapa? Cerita aja, gue siap nampung cerita lo."

Arsa bersuara lagi, laki-laki yang mengambil jurusan psikologi itu tampak memamerkan senyumnya yang selalu membuat Keya nyaman. Walau tidak semanis senyum milik Jiver. Tapi senyum yang dimiliki Arsa selalu bisa membuatnya tenang sekaligus penasaran.

"Lo ngeraguin kredibilitas gue sebagai mahasiswa psikologi yang sudah berkali-kali mabok teori behavior dan teman-temannya?"

Keya menggeleng, ia tertawa menatap jenaka pada Arsa.

"Apa perlu gue sebutin, teori apa aja yang bisa bantu lo?"
"Oke stop Kak, nggak perlu! Haha ntar gue ikutan mabok kayak lo. Jadi...nggak waras."
"Lah sialan, gue dikatain nggak waras."

Keya tergelak, ini yang disukainya dari Arsa. Laki-laki itu sedikit humoris dan tipe orang yang terbuka, Arsa suka bercanda dan supel. Berbeda dengan Jiver. Ia pikir laki-laki itu sedikit lebih serius.

"Lo masih aktif di organisasi, Kak?"

Keya mengalihkan pembicaraan. Pikirannya masih dipenuhi oleh Jiver, akan percakapan mereka di LINE tadi. Tapi bukan Keya namanya kalau ia tak bisa menyembunyikan perasaannya.

"Masih, tapi cuma di fakultas. Gue nyaleg di DPM. Ketua DPM, dewan percintaan mahasiswa haha."

"Garing lo, Kak."

"Serius atuh, Ke haha."

"Iyain aja biar lo seneng."

"Hahaha...lo, nggak pernah berubah, serius deh."

"Terus, gue harus berubah jadi apaan? Saras 008? Power rangers pink kayak lo? Haha..."

"Sialan. Masih aja lo inget insiden gue salah kostum rangers pink."

Arsa tergelak bersamaan dengan Keya yang tak bisa berhenti tertawa. Ia ingat, dulu semasa SMA ia pernah dikerjai teman-temannya untuk memakai kostum rangers pink di acara Gala Band di sekolahnya. Dan, bukannya mengurangi jumlah penggemarnya, kejadian itu malah membuat adik-adik kelasnya semakin gemas dengan Arsa.

"Eh, jalan yok ntar. Nongkrong di warung Kang Mat depan sekolah dulu."
"Telat lo, Kak. Gue ada janji sama orang."
"Yah...pacar lo ya?"
"Hahaha...aduh nggak usah nunjukin raut wajah melas gitu deh. Lo tahu itu nggak pantes."

Arsa berdecak, ia meminum teh botol yang tadi ia beli, Arsa tidak menyukai kopi hitam seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, teh adalah minuman yang sejak dulu menjadi sahabat setianya hampir setiap hari, setiap saat laki-laki itu menginginkannya.

So I Married A SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang