[1] Kejadian Aneh Amara

14.5K 456 26
                                    

"Sial, nilaiku anjlok lagi di mata kuliah Statistik," ujar seorang pria berwajah tampan dengan kacamata khasnya, sedang berdiri menghadap mading kampus dengan raut wajah kesal. Seorang pria yang tidak pernah suka mendengar kata 'jatuh'.

"Jatuh lagi, Aday?" sapa wanita berambut sebahu yang tiba-tiba menerobos dan berdiri membelakanginya. "Ternyata benar," ujarnya lagi sambil tersenyum jahil.

"Melda, kayak nilai kamu sempurna. Tuh, Dosen benaran sensi sama gue!" jawab Aday kesal.

"Sudah, jangan ribut. Day, makanya Dosen jangan diajak ribut terus. Sekali-kali traktir makan," sapa perempuan berambut panjang berwajah teduh saat menghampiri mereka.

"Setuju. Ide brilian itu, Amara," celetuk Melda kemudian.

"Males banget dekat-dekat nenek sihir itu. Perawan tua! Woi, Ryan! Bantuin gue, jangan malah asyik mandangin mading," seru Aday kesal saat melihat Ryan asyik memandangi jejeran nilai dibalik kaca mading tak memedulikannya.

"Itu deritamu, Aday, bukan deritaku," jawab Ryan santai.

Tawa Melda dan Amara pun pecah saat mendengar jawaban Ryan, sahabat mereka satu itu memang tak akan peduli jika dunia terbalik sekalipun. Apalagi untuk hal sepele seperti ini.

Aday yang kesal melemparkan Almamater yang ia pegang ke arah Ryan seraya berkata, "Ngajak ribut ini orang.

"Sudah-sudah ... jangan berantem ah, mending kita matengin rencana liburan kita saja. Jadi ke Desa Purun, 'kan?" sela Amara mengalihkan pembicaraan.

"Harus jadilah! Secara gue sudah mempersiapkan semuanya," jawab Melda bersemangat.

"Nah, Ryan, sudah dapat izin dari orang tua kamu, 'kan?" tanya Amara lagi saat melihat Ryan yang mendekati mereka.

"Emang harus ke sana? Aku rasa kalian tidak akan betah tinggal di sana. Jangankan sinyal, listrik saja belum masuk," jawab Ryan.

"Kita sudah bahas ini, Ryan. Tujuan kita ke sana li-bu-ran! Bukan mau main handphone," ucap Melda kesal.

"Benar kata Melda. Desa Purun itu terletak di Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Secara kota itu julukannya menggiurkan, Surga Pulau Sumatera. Sekali-kali boleh dong kita main ke desa kelahiran kamu, Ryan," jelas Amara semangat.

"Ya sudah, terserah saja. Tapi, awas ya teriak nyesal tiba-tiba di sana," ancamnya pada dua sahabatnya.

"Iya, janji!" ujar Amara dan Melda serempak sambil mengacungkan dua jari mereka.

"Kamu Aday? Ikut juga, 'kan?" seru Ryan ke arah Aday yang masih meratapi nilainya.

Aday hanya membuang napas berat, seraya berkata, "Iya, gue ikut. Setidaknya di sana mungkin dapat pengalaman menarik."

"Karena semua setuju, besok pagi kita kumpul di rumah Amara dan berangkat dari sana, setuju?" seru Melda semangat menyodorkan telapak tangannya.

Ketiga sahabatnya yang lain menyambut tangan Melda dan berteriak kompak, "SETUJU!"

Amara, Melda, Adya, dan Ryan adalah empat orang sahabat yang selalu bersama. Mereka lekat seperti ikatan lem yang kuat. Berteman dari kecil hingga menjajaki perkuliahan membuat mereka saling percaya. Tak ada yang mereka sembunyikan. Menjunjung tinggi persahabatan layaknya keluarga.

"Berisik! Ini kampus bukan pasar," celetuk beberapa mahasiswa yang berada di dekat mereka merasa terganggu karena teriakan itu.

"Eh, iya, maaf," jawab Amara malu.

"Apaan! Lo tuh, yang berisik," balas Adya kesal.

"Sudah jangan cari masalah," ujar Melda menarik tangan Aday untuk segera pergi. Sedangkan Ryan sudah berlalu pergi meninggalkan mereka bertiga.

Misteri Rumah TuaWhere stories live. Discover now