[2] Hantu Kain

8.4K 346 6
                                    

“Ra, kamu liat gelang aku ngga?” tanya Melda. Tangannya menyusuri sudut-sudut ranjang, mencari gelang yang tak nampak di lingkar tangannya. “Gelang aku ngga ada, masa.”

Amara mengingat lagi tentang kejadian semalam yang membuatnya susah tidur sampai pagi. Mungkinkah dicuri hantu? Untuk apa hantu pakai gelang? Biar gaul? Ah tidak mungkin, batin Amara.

“Aku ngga tau, Mel.”

“Seriusan?”

“Iya, tapi mungkin ngga kalo dicuri?” selidik Amara, masih tertidur di ranjang.

“Hah? Dicuri? Yang bener aja, ini kan rumah kosong, mana ada pencuri ke sini, sih. Pasti jatuh, Ra.” Melda lompat dari kasurnya “Bantuin cari dong, Ra.”

Melda tidak ingin pikirannya dipenuhi kabar buruk, karena sinyal yang tidak ada saja sudah membuatnya kelimpungan setengah mati. Melda melongok ke bawah kasur, tapi hanya lantai kayu tanpa benda berkilau apapun. Sedangkan Amara yang dimintai tolong hanya sedikit mengubah posisinya, duduk di atas ranjang.

Melda mencoba mencari di sekitar ranjangnya, tapi juga tidak ada. “Loh, kok tas aku di sini, sih? Celana kita juga. Kan udah kita simpen di lemari," ucap Melda saat melihat beberapa potong pakaian dan tasnya berserakan di lantai.

"Ya Tuhan, meja juga berantakan. Kamu ngapain sih semalem, Ra?” Amara yang ditanya hanya diam di atas ranjang, tidak bergerak atau menjawab apa pun. Hanya mengerjapkan mata dan menghela nafasnya yang terdengar berat.

“Bantuin aku rapiin ini, Ra.” Sekelebat ingatan tentang semalam terngiang di kepala Amara. Wajah yang berbalik menghadapnya saat itu terlihat dingin dan kaku, kemudian tersenyum dan menghilang. Ia yakin, bahwa sosok wanita itu telah mengejarnya sampai ke kamar.

“Ra. Ban-tu-in," desak Melda agak kesal.

“Semalam aku ngeliat hantu, Mel.” Ucapan Amara membuat Melda berhenti bergerak, kemudian dilihatnya Amara yang menatap serius dengan mata lelah. Jika sudah begini, Amara tidak sedang bercanda. Melda memosisikan dirinya duduk di ranjang.

“Cerita pelan-pelan.”

***

“Yan, ini rumah nenek kamu dibuatnya tahun berapa?” tanya Aday, sambil mengeringkan tubuhnya selesai mandi.

“Kakek beli udah jadi pas mereka nikah, gatau didiriinnya kapan,” jawab Ryan sambil memainkan game di ponselnya.

“Kesannya horor banget ini rumah, model tua, kamar mandi juga remang-remang gitu lampunya.”

“Horror mana sama nilai statistika kamu?”

“Tuh kan. Aku ke sini liburan, Yan. Gausah bahas nilaiku, lah.”

“Ngga remedial?”

“Pulang dari sini aja. Daftar remed-nya dibuka masih minggu depan.” Ryan hanya menjawab dengan anggukan dan gumaman tidak jelas. “Kita ngga uji nyali disini, Yan?”

“Ngga. Kita lagi liburan.”

“Sekalianlah, ke sini kan jarang-jarang.”

TOK TOK TOK

“Iyaaaa, lagi ganti baju," sahut Aday

“Ada yang mau diomongin, buruan.” Terdengar suara Melda di balik pintu.

Aday melihat Ryan. Ryan juga menatapnya. “Iyaa. Kita ke sana,” sahut mereka berbarengan.

Selesai Aday berpakaian, mereka menemui Melda di kamarnya. Lantai kayu itu masih dipenuhi oleh pakaian para wanita yang berserakan. Juga posisi meja yang tidak sesuai posisi sebelumnya.

Misteri Rumah TuaWhere stories live. Discover now