[8] Roh Amara

4.9K 268 22
                                    

"Tunggu!"

Amara menoleh pada Ryan yang tiba-tiba berbicara dengan suara keras. "Kenapa?"

"Ini kamu serius jadi keluarin rohmu?"

"Iya, aku serius, Ryan. Apa ucapanku dari tadi menunjukkan candaan?"

Ryan menghela napas panjang. Kepalanya terasa berdenyut. Ia membayangkan jika roh Amara tak berhasil kembali pada tubuh dan itu berarti Amara pergi untuk selamanya. Ia meringis membayangkan bagaimana hampanya hari-hari yang dilalui oleh dirinya tanpa Amara. Tak bisa dipungkiri, Ryan sayang pada Amara lebih dari apa pun.

Ryan memijat pelipisnya dengan harapan rasa sakit di kepalanya dapat mereda. Tetapi rasa sakit di kepalanya itu tak sebanding dengan rasa takut yang ada di hatinya. Ia sangat takut untuk kehilangan Amara.

"Cukup Melda yang kayak gini aja aku udah frustrasi. Gimana jadinya kalau kamu yang nggak bakal balik di hidupku lagi, Ra?"

Aday terhenyak mendengar perkataan Ryan. Jauh di lubuk hatinya, ia juga sedih dengan hilangnya Melda secara misterius. Melda begitu berarti di hidupnya. Namun, Ryan dan Amara sebagai sahabat sejak kecil juga berarti di hidup Aday.

Aday sanggup melihat kekhawatiran yang amat besar di sorot mata Ryan. Aday tahu, Ryan menaruh perasaan yang lebih dari sekadar sahabat untuk Amara. Mungkin Aday harus bisa merelakan Melda demi kebahagiaan sahabatnya, Ryan.

"Ya udah, deh. Ra. Gue akan coba bersabar dengan hilangnya Melda. Kita tetap berusaha cari dia, tapi bukan pakai cara roh lo keluar dari tubuh lo. Risikonya terlalu besar."

Satu tetes air mata turun dari pelupuk mata Amara. Amara telah tak mampu lagi menahan air matanya untuk tak keluar. Ia terharu dengan kekhawatiran yang ditunjukkan oleh Ryan dan Aday.

Namun, Amara tetap dihantam rasa bersalah. Hilangnya Melda juga karena salah dirinya. Andai saja Amara tetap berada di kamar bersama Melda. Melda tidak mungkin hilang secara tiba-tiba seperti ini. Ryan dan Aday juga tidak mungkin menjadi terpuruk seperti ini. Melda adalah sahabatnya sejak kecil. Beribu-ribu kenangan telah dibuat dirinya bersama Melda. Amara tidak bisa merelakan hilangnya Melda yang misterius ini. Amara yakin, dia bersama Ryan dan Aday bisa memecahkan misteri ini sehingga bisa menemukan Melda kembali dengan keadaan selamat. Meski Amara harus mengorbankan dirinya, Amara rela.

"Melda itu deket banget sama aku, Ryan. Aku nggak mungkin bisa berdiam diri dengan hilangnya Melda yang disebabkan oleh aku sendiri. Selagi aku bisa mencoba mencari Melda walaupun risikonya besar, aku siap.

"Dan Aday, gue tahu lo sayang sama Melda sebagai cewek, bukan sekadar sahabat. Lo nggak mungkin bisa rela gitu aja kalau cewek yang lo sayang itu hilang misterius. Gue akan bantu lo untuk bertemu lagi dengan cewek yang lo sayang, Melda."

Tetes demi tetes air mata turun dengan deras dari mata Amara. Sebenarnya ia takut, tetapi dia tidak boleh menjaga rasa takut itu dengan mengorbankan Melda. Ia harus melawan rasa takut dan mengorbankan dirinya sendiri, sehingga ia bisa menemukan Melda kembali. Walaupun peluang untuk menemukan Melda itu kecil lantaran dunia makhluk halus tidak bisa ditebak oleh otak manusia, setidaknya Amara sudah mencoba dan berjuang mencari Melda.

"Please, aku minta tolong banget sama kalian." Amara memegang tangan Ryan dan Aday dengan air mata yang terus bercucuran, "Izinin aku cari Melda."

Mulut Aday bungkam. Ia terdiam seribu bahasa. Ia tidak dapat menentukan jawaban ya atau tidak karena menurutnya yang lebih pantas menjawabnya adalah Ryan. Sebab, yang akan dilakukan oleh Amara beserta risikonya juga menjadi penentu bagaimana kehidupan Ryan di ke depannya. Mau bagaimanapun, Aday yakin bahwa Amara adalah pendamping masa depan Ryan.

Misteri Rumah TuaKde žijí příběhy. Začni objevovat