[5] Teka-teki Makam

5.7K 302 3
                                    

Ryan menyeka dahinya dari bulir keringat yang bermunculan akibat kelelahan. Ia menatap Melda yang masih belum sadar di kasurnya. Kemudian pandangannya singgah kepada Amara yang juga sedang menatap Melda.

"Ra, gue keluar dulu ya," kata Ryan kepada Amara. Mungkin saat ini Ryan perlu menenangkan pikirannya terlebih dahulu.

Amara mengangguk pelan. "Iya. Biar aku aja yang jagain Melda," ujar Amara.

"Eh, Aday ke mana, Ra? Kok dari tadi nggak kelihatan," tanya Ryan menyadari bahwa sejak dari ruang tengah tadi sampai kini Aday masih belum menunjukkan batang hidungnya.

Amara mengangkat bahunya yang artinya ia juga tidak tahu.

"Tadi sih ada di dapur. Kayak orang frustasi gitu deh tuh anak," kata Amara.

"Frustasi gimana, Ra?" tanya Ryan bingung.

"Ya, gitu. Aday mondar-mandir nggak jelas. Gitu deh pokoknya," kata Amara yang juga bingung bagaimana cara mendeskripsikan situasi Aday tadi.

"Coba gue lihat deh, ke dapur," kata Ryan. Amara mengangguk.

Baru saja Ryan hendak keluar dari kamar, tiba-tiba mereka mendengar jeritan dari luar rumah.

"Aday!" seru Amara menatap Ryan.

Ryan mengangguk, kemudian bergegas keluar dari kamar. Amara yang panik langsung mengikuti Ryan dari belakang.

"Kamu jagain Melda aja, Ra," kata Ryan saat mengetahui Amara mengikutinya dari belakang.

Amara mengangguk. Ia sendiri bahkan bingung apa yang harus dilakukannya saat ini. Mungkin lebih baik ia mengikuti kata Ryan untuk menjaga Melda saja.

Amara membuka lemarinya mencari minyak kayu putih yang kemarin ia letakkan di sana.

"Di mana ya? Kok nggak ada. Perasaan kemarin aku letakin disini deh," gumam Amara masih mencari minyak kayu putih yang seingatnya ia letakkan di dalam lemari tersebut.

Brukk.

Amara menghentikan kegiatannya mencari minyak kayu putih, kemudian bergegas keluar. Meninggalkan Melda yang masih belum sadar.

Ryan mempercepat langkahnya saat mendengar suara benturan yang cukup keras di sekitar tangga.

Ryan menemukan Aday yang terduduk di tanah sambil mencoba bangkit berdiri. Ryan bisa melihat dengan jelas raut kesakitan di wajah Aday.

Tanpa pikir panjang, Ryan langsung menuruni tangga dan membantu Aday berdiri. Ryan meletakkan lengan Aday di bahunya dan membantunya berjalan pelan-pelan menaiki tangga.

"Aday kenapa, Ryan?" tanya Amara melihat Ryan yang sedang membantu Aday berjalan.

"Jatuh di tangga, Ra," jawab Ryan.

Amara ikut membantu Ryan yang membawa Aday berjalan.

"Kamu kok bisa jatuh sih, Day?" tanya Ryan meminta penjelasan kepada Aday setelah mereka duduk di kursi tamu.

"Tadi gue buru-buru pas naik tangga, jadi jatuh," jawab Aday.

"Kepleset?" tanya Ryan memastikan. Aday mengangguk, tapi Ryan masih tidak cukup percaya. Ryan menatap Aday meminta penjelasan lebih lanjut.

"Tadi gue dengar Melda teriak, jadi gue buru-buru lari ke rumah, pas di tangga gue kepleset. Tapi gue rasa, tadi ada yang megang kaki gue. Makanya gue bisa jatuh. Tapi, gue nggak tahu siapa yang megang kaki gue," jelas Aday.

Ryan terdiam mendengar penjelasan Aday. Melihat Ryan yang hanya diam, Aday mengangkat kakinya. Menunjukkan bentuk tapak tangan berwarna biru yang tercetak jelas di betisnya.

Misteri Rumah TuaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora