[7] Melda Menghilang(?)

5.1K 274 3
                                    

Aday dan Ryan menghampiri Amara, wajah keduanya terlihat bingung juga panik. Aday yang lebih dulu sampai, berdiri di hadapan Amara dan bertanya, "Hilang gimana?"

"Hilang, Day. Hilang ... gak ada ... lenyap," jawab Amara dengan ekspresi bingung.

"Lenyap?" Ganti Ryan yang bertanya bingung.

"Arghhh ... ayo ikut," ajak Amara sembari menarik tangan Aday.

Ketiganya bersamaan melangkah cepat menuju kamar Amara. Sesampainya di dalam kamar, Amara menunjuk tempat tidur yang kosong. "Lihat, kosong," ujar Amara dengan mimik wajah ketakutan.

"Bagaimana bisa?" tanya Aday dengan suara meninggi tertuju pada Amara.

"Gue gak tahu, Day. Gue juga bingung."

"Lu kan cuma diminta jagain Melda, memangnya susah? Memangnya lu ke mana aja?" Suara Aday mulai meninggi.

Wajah Amara memerah, antara malu karena keteledorannya juga marah karena dibentak sedemikian rupa oleh Aday.

"Tadi, gue keluar untuk menyiapkan sarapan buat kalian, dan .... "

"Lu gak perlu bikin sarapan. Lu cukup jagain Melda," sergah Aday, memotong kalimat Amara.

"Aday ... gue tahu kalau gue salah, gak perlu lu pertegas dengan sikap elu yang seperti ini. Mana gue kepikiran kalau Melda bakal hilang." 

"Udah-udah ... kalian apa-apan sih." Ryan akhirnya menengahi keributan di antara kedua sahabatnya.

"Kita harus segera cari Melda," lanjut Ryan.

"Cari ke mana?" tanya Aday yang terdengar putus asa. Aday duduk lesu di tepi tempat tidur sembari mengelus kepalanya sendiri.

"Ya gak tahu, Day. Tapi kita kan gak mungkin duduk-duduk saja di sini," ujar Ryan. Kemudian ia menatap Amara dan bertanya, "Tadi, keadaan kamar gimana?"

"Mmm ... biasa-biasa aja. Eh ,tapi .... " Amara mengernyit seolah mencoba mengingat sesuatu.

"Tapi apa?" tanya Aday tidak sabar.

Pandangan Amara terarah pada tempat tidur, diikuti Ryan dan Aday. "Tadi, tempat tidur ini cukup rapi. Gue meninggalkan Melda dalam keadaan terselimuti. Dan ... saat gue kembali, gue melihat selimut masih menutupi Melda, yang ternyata bukan Melda melainkan guling."

"Kamuflase." Aday bergumam dan Ryan menganggukkan kepala, menyepakati pemikiran Aday.

"Ntah Melda yang sengaja begitu ataukah ada orang lain yang .... "

"Tidak mungkin ada orang lain," sela Aday, memotong kalimat Ryan. "Satu, walau cuma sepintas, gue gak melihat adanya pintu-pintu rumah atau jendela yang dibuka paksa dari luar. Dua, keadaan tempat tidur yang katanya rapi. Kalau Melda memang diculik, dia pasti berontak dan memicu perhatian kita semua. Dan tiga yang juga merupakan tanda tanya besar adalah tindakan sengaja membuat kamuflase dengan guling."

"Maksud elu, Day, Melda sengaja berbuat begitu?" tanya Amara dengan ekspresi tidak percaya akan pemikiran Aday.

"Entah," jawab Aday lemah. Ia sendiri pun bingung bagaimana Melda bisa menghilang begitu saja. Terlebih dari itu, ia pun tak punya alasan, untuk apa Melda sengaja membuat kamuflase dan menghilang.

"Jarak antara dapur dan kamar ini, tidaklah terlalu jauh. Dan ini adalah rumah tua, semua pintu bahkan jendela hampir berderit setiap kali di buka maupun di tutup. Elu yakin gak dengar apa-apa, Mara?" Ryan menatap Amara penuh tanya.

"Nah iya, Mar. Emang elu masak apa sih? Masa iya gak denger apa pun?" tanya Aday yang menatap lekat Amara.

Amara terdiam, sontak ia teringat saat kejadian tadi subuh. Saat di mana ia melakukan perjalanan menembus dimensi bersama hantu bocah bernama Anton. Memang hanya beberapa menit. Tapi yang beberapa menit itu, cukup untuk membuat hilangnya interaksi Amara dengan dunia nyata dan tentunya cukup juga untuk membuat Melda menghilang tanpa jejak atau bahkan tanpa bunyi yang bisa di dengar Amara.

Misteri Rumah TuaWhere stories live. Discover now