One

238 15 0
                                    

Ia menarik nafasnya dengan berat, gejala flu yang tengah ia derita semakin terasa menyiksa. Jungkook berbaring dengan setengah kesadarannya pada kasur, mencoba terlelap namun keadaan tak merelakannya.

Matanya buram oleh air mata, suhu tubuhnya amat kacau hingga terus berkeringan namun sang empunya malah menggigil kedinginan.

Tangannya terjulur dengan getaran hebat, ia tidak memiliki tenaga untuk mengerakkan tulang lengannya. Dengan susah payah, ia meraih ponselnya membuat sebuah panggilan darurat.

"To-tolong aku.. Ambulan.. Ilsan Residence.. Uhuk! Kamar.. 207 password 0101. Tolong.. " Ia menarik nafasnya seolah itu adalah nafas terakhirnya. "C-cepat!"

Tangannya terkulai lemah, ponsel hitam itu lolos begitu saja dari genggamannya.

Jungkook mencoba bangkit, namun tidak banyak yang bisa ia lakukan. Nafasnya terus tercekik, dengan mual yang luar biasa hebat. Ada segerombolan demonstran yang memaksa perutnya, ia terus mengatupkan mulut rapat mencegah apapun keluar. Ia hanya memakan sebuah roti dan roti itu memberikan efek guncangan sekarung nasi diperutnya.

Akhirnya ia menyerah. Dunia dalam kepalanya terus berputar, Jungkook bahkan sudah tak dapat membedaan delusi dan kenyataan. Ia teramat menyedihkan.

Entah berapa lama waktu berlalu, beruntung tim medis telah menemukannya. Kesadarannya masih ada saat itu, hanya saja terlalu kabur untuk di ingat.

Yang ia ingat hanya, teriakan tim medis yang menyuruh bergerak cepat, kemudian sirine yang berdengung ditelingan dan memperburuk keadaannya. Seorang tim medis dalam ambulan mencoba mengajaknya berbicara, tapi tidak ada sepatah katapun yang dapat ia tangkap.

Pria yang wajahnya tidak dapat di lihat jelas oleh Jungkook itu terus memompa udara untuknya, ia amat berterimakasih pada pria tersebut. Karna berkatnya, Jungkook dapat bernafas lebih ringan.

Ambulan tersebut terhenti pada IGD rumah sakit, dengan gerakan tergesa Jungkook langsung dipindah tangankan pada tim rumah sakit. Ia melirik kilas pria yang sedari tadi memompa udara untuknya, kata trimakasih mencoba keluar dari belah bibirnya namun tak pernah tersampaikan.

Saat iris gelapnya menangkap sorot cahaya rumah sakit, segalanya menjadi amat putih dalam pandangannya. Ia mendengar banyak suara sebelum semuanya menghilang dan dunianya gelap. Ia kehilangan kesadarannya.

ThantophobiaWhere stories live. Discover now