Eight

57 5 0
                                    

Hari nampak indah kali ini, sekalipun awan kelabu menyelimuti seluruh langit hingga matahari tak berkesempatan menghangatkan bumi, hanya sinarnya yang menerobos diantara kelabu awan untuk mencapai kehidupan bumi.

Jungkook nampak amat gembira, hari ini adalah hari kepulangannya. Seluruh telah terpacking rapih, ransel lorengnya menggembung seperti pria tua dengan perut buncitnya. Ia sedang menunggu Hoseok mengurus admistrasinya.

Suara ketukan pada pintu merebut atensinya, "Hey?" Taehyung berdiri pada daun pintu tersebut. Tangannya mengenggam sebuah kantung kertas dengan nama Jungkook di sana.

"Apa ini?" Jungkook menerima pemberian Taehyung tersebut, kemudian mengintip isi didalamnya. Ia sedikit berharap itu adalah makanan salam perpisahan, namun yang ia temukan beberapa kapsul dan pil.

"Itu vitamin dan antibiotik. Kau harus lebih menjaga kesehatan" Seulas senyum Taehyung nampak, ia mungkin akan merindukan dokter muda yang baik hati tersebut.

"Aku harap kita bisa bertemu lagi..." Tanpa sadar kata itu mengalir dari belah bibir Jungkook. Ia bahkan menahan nafasnya ketika menyadari dirinya mengucapkan hal bodoh tersebut.

Taehyung terkekek pelan. "Kau bisa mengunjungi ku disini..."

"Ah! Ya..."

Rasa canggung menyergap Jungkook, ia membeku pada posisinya. Berpuluh kali kepalanya meneriakan kata serapah kepada diri sendiri atas ucapannya, dan lagi senyum Taehyung membuatnya semakin memburuk. Kenapa pria itu malah terus tersenyum? Batinnya.

"Oi! Kiddo! Ayo!" Suara Hoseok menghancurkan atmosfer mereka, langsung Hoseok membungkukkan tubuhnya dihadapi Taehyung yang baru ia temui. "Kau dokter Taehyung? Terimakasih sudah merawat teman ku"

"Ah-"

"Ayo!" Jungkook memutus perkataan Taehyung, ia menarik Hoseok keluar kamar secara paksa dengan ransel loreng tua yang ia panggul dengan asal.

"Terimakasih sudah merawat ku... Aku akan mengunjungi mu lagi" Jungkook membungkuk memberi penghormatan dan salam kepada Taehyung, kemudian langsung pergi meninggalkan ruang tersebut. Entah mengapa ia merasa terlalu malu untuk menghadapi dokter tersebut.

ThantophobiaWhere stories live. Discover now