Four

108 10 0
                                    

Taehyung tengah melakukan pengecekan pada Jungkook di jadwal siang ketika Jungkook membuka matanya setelah semalam menunjukan gejala anehnya.

Jungkook hanya menatapnya dalam diam, ia mengerakkan tangannya menggenggam lengan sang dokter yang masih belum menyadari kesadarannya.

"Kau bangun? Apa kau bisa melihat ku?" Tatap mereka bertemu, Taehyung mengecek kornea mata Jungkook sebelum benar-benar yakin bahwa pasiennya telah sadar.

Ia mengganti alat bantu pernafas Jungkook menjadi selang kecil untuk mempermudah pergerakan Jungkook.

"Apa yang terjadi?" Suaranya lemah, Jungkook merasakan sakit pada pelipis kepalanya.

"Kau mengalami gejala yang sama seperti kemarin malam"

"Benarkah?"

Taehyung tak menjawab, ia diam menatap lurus pada Jungkook. Sesaat kesunyian menguasai keadaan. "Maafkan aku"

Jungkook mulanya tidak mengerti apa yang ia rasakan, antara kesal dan kecewa bahwa ia kembali terjebak dalam keadaan yang sama. Tapi begitu kata tersebut mengalir dengan lembut dan tertangkap oleh akalnya, ia melemah. Ia membiarkan emosinya begitu saja mengalir kemudian hilang.

"Aku tidak mengerti apa yang terjadi"

"Aku akan kembali melakukan pengecekan pada mu. Tapi sebelum itu, kita harus memindahkan mu dulu kekamar biasa"

Jungkook tak banyak protes, ia membiarkan dirinya kembali di pindahkan. Jika dihitung sejak kemarin ia terus berpindah-pindah seperti suku hype.

Setelah itu, tak banyak keceriaan yang terpancar dari wajah Jungkook. Pikirannya terus merasa awas dan kekhawatiran serta ketakutan menghantuinya sepanjang waktu.

"Kau akan baik-baik saja" suara rendah khas Taehyung mematahkan lamunannya. Ia sudah mulai hafal akan suara itu, karna hampir sepanjang hari suara itu yang terus menggangu lamunannya.

"Benarkah? Kenapa aku tidak merasa yakin"

"Aku dokter yang hebat. Kau tahu? Aku mahasiswa dengan nilai tertinggi di angkatan ku" Taehyung berhasil membuat seulas garis tipis senyuman pada wajah Jungkook. "Senang bisa melihat kau tersenyum lagi"

Jungkook menatap Taehyung dengan selidiknya.

"Seharian ini kau terus murung, tanpa kau sadari itu juga akan memperburuk keadaanmu. Kau tahu itu?"

"Apa karna itu kau sering menyelipkan candaan pada pasien mu?"

"Ya, terutama yang berwajah manis seperti mu"

Jungkook agak tersipu kala itu, tapi ia menyembunyikan. "Apa yang membawa mu kesini, dok?"

Taehyung duduk pada bangku disisi ranjang Jungkook, ia menyenderkan punggungnya dengan nyaman sebelum kembali menjabarkan permasalahan mereka. "Aku tidak menemukan apapun lagi. Kali ini sungguh... Neoron otak mu bagus, organ dalam mu baik, darah tak ada masalah, pisikologis mu juga tidak menunjukan kecendruman yang buruk. Artinya... Aku tidak menemukan apapun lagi"

Jungkook bergeming, ia terfokus pada ucapan Taehyung. Jantungnya berdebar tak karuan kala sang dokter itu menjelaskan. Sekalipun ia tak paham apakah ia berdebar karna wajah sang dokter yang menawan atau kekhawatiran yang memuncak. Entahlah, mungkin keduanya.

"Aku sudah mendiskusikan hal ini pada profesor-ku. Ini keadaan langkah dan ia bahkan belum bertemu kasus seperti ini sebelumnya"

Satu kata terlintas dalam benak Jungkook tapi ia terlalu takut untuk mengatakannya. "Apakah aku akan mati?" akhirnya kata itu terucap dengan bibir yang agak bergetar.

Taehyung meraih tangannya, mengenggamnya mencoba memberi dukungan dengan cara yang paling sederhana. "Aku akan berusaha yang terbaik untuk mu"

Selama dua puluh tahun masa hidupnya, Jungkook tidak pernah merasa begitu depresi ataupun tertekan. Barulah saat ini ia merasakannya. Segalanya menjadi seperti tidak nyata, ia bahkan tidak yakin bahwa ia adalah makhluk hidup yang nyata.

Tatapannya kosong entah menatap apa, Taehyung meremas kuat tangan Jungkook. Tatapan itu kini lebih terfokus, menatap dokter muda yang saat ini tengah menundukkan kepalanya.

"Maafkan aku" mendengar suara sang dokter, tanpa ia sadari setitik air matanya jatuh pada sudut matanya. Mulanya satu, kemudian titikan air lainnya menyusul membasahi pipi pucatnya. Bahunya bergetar menahan isakannya.

Taehyung tidak bergeming, ia masih pada posisinya mengenggam erat lengan Jungkook sambil terus mengutarakan kata 'maaf'.

Ia tetap disana, cukup lama, hingga Jungkook kekeringan akan air matanya. Ia tidak meninggalkan Jungkook sampai lelaki muda itu tertidur dalam mimpinya ditengah isakan yang kering.

ThantophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang