Wattpad Original
Zbývají ještě 4 bezplatné části

Bab 1

237K 5.9K 624
                                    


I've got a little secret too, I've got a mad little crush on you
I wonder if you notice, wonder if you see
I wonder if you ever want to dance with me
We shall never talk about such things, such things
Hey na na hey na na
Hey na na hey na na
Hey na na hey na na
Hey na na hey hey

Terdengar lantunan lagu Hey Na Na dari Katie Herzig di kamarku. Mendengar lagu ini membuatku teringat Kak Melvin. Ah, cinta pertamaku! Di manakah kau berada?

Kuraih bingkai foto yang berada di atas meja belajarku. Ini adalah fotoku dan Kak Melvin waktu kami masih sama-sama kecil. Di dalam foto itu, Kak Melvin terlihat sedang cemberut karena kucium.

Hahaha! Kak Melvin lucu, deh. Jadi kangen.

Sudah lama aku enggak bertemu Kak Melvin. Kak Melvin sombong, sih. Dulu dia memilih melanjutkan SMA di Yogyakarta, terus dia melanjutkan kuliahnya di sana juga. Karena hal itu aku jadi enggak bisa godain Kak Melvin yang ganteng lagi.

Sudah begitu, nomor Whatsapp-ku diblokir pula. Facebook juga dari dulu nge-add enggak di-confirm. Twitter juga di-protect. Instagram pun di-private. Mana nomornya Kak Melvin sudah lama tulalit. Ditambah lagi, setiap kali aku mendapatkan nomornya Kak Melvin, pasti sehari kemudian dia bakal ganti nomor gara-gara aku kirimin SMS atau kutelepon. Jahat, 'kan, ya? Tapi enggak apa-apa, aku suka.

Oh, Kak Melvinku sayang!

"Ninda! Mau berangkat sekolah atau mau karaokean di kamar?" terdengar teriakan Mama dari luar kamarku.

"Mau berangkat sekolah sambil karaokean, Ma," jawabku sambil tertawa.

Kemudian aku menyambar tas punggungku yang berada di atas tempat tidur. Setelah itu, aku langsung meninggalkan kamar menuju ruang makan.

"Pagi, semua," sapaku sambil duduk manis di sebelah Nando, adikku.

"Pagi, Sayang. Cepat makan sarapannya, terus berangkat bareng Papa," kata Mama seraya menuangkan susu cokelat ke gelasku.

"Iya, Kak Oon. Cepetan makannya. Keburu telat," omel Nando.

"Heh, panggil gue Ninda!" Aku melotot sebal ke arah Nando.

Baiklah, memang waktu kecil orang-orang lebih suka memanggilku Oon. Kata 'Oon' ini berasal dari nama depanku, Oninda. Akhirnya jadi On, lalu Oon. Sama sekali enggak ada hubungannya dengan blo'on atau sejenisnya. Dulu, sih, aku senang-senang saja dipanggil dengan panggilan 'Oon'. Tapi setelah aku mengetahui arti dari kata 'Oon' itu apa, demi apa pun aku enggak sudi dipanggil dengan sebutan Oon lagi.

"Dih, emang namanya Kakak itu Oon, 'kan? Week!" Nando menjulurkan lidahnya untuk mengejekku.

"Setiap hari kerjaannya berantem aja. Bakalan Papa masukin pesantren kalau pada berantem terus," ancam Papa. Kami langsung terdiam.

Ya, Papa selalu mengancam akan memasukkan kami ke pesantren kalau kami bertengkar atau nakal. Padahal aku lebih suka dimasukkan ke dalam toko es krim.

Setelah menyelesaikan sarapan, aku langsung mengikuti Papa dan adikku menuju mobil. Pertama, Papa mengantar Nando dulu ke SMP-nya. Setelah itu, barulah Papa mengantarku ke sekolah.

"Sekolah yang bener, jangan nakal," ucap Papa ketika aku menyalaminya.

"Iya, Papa," jawabku.

Aku berjalan menuju ke kelasku. Di sepanjang koridor, kurasakan puluhan mata memandangku dengan tatapan penasaran. Bukan penasaran karena naksir aku, sih. Tapi, penasaran kenapa Ninda dan Gaby bisa jalan berdampingan.

Oon in ActionKde žijí příběhy. Začni objevovat