03.

13.8K 2.7K 208
                                    

Toyota Harrier berwarna putih milik Yiraga membelah jalanan Ibu Kota yang cukup padat. Selama perjalanan Leo terus mengoceh tentang teman les biolanya yang bernama Nindy. Mengetahui Leo mempunyai teman untuk berinteraksi selain keluarganya membuat Yiraga terlihat begitu senang sehingga percakapan kami di dalam mobil menjadi lebih berwarna.

Mobil yang kami tumpangi pun akhirnya sampai di salah satu mall terbesar di bilangan Senayan. Setelah beranjak ke toilet untuk kembali merapihkan riasan, akhirnya kami pun menjelajahi gerai toko perhiasan yang ada di sana.

"Kak, guna cincin itu apa sih?" tanya Leo saat gue mulai memilah-milah cincin yang berjajar di etalase. Saking beragamnya, gue sampai pusing untuk memilih.

Gue memilih diam dan melirik Yiraga dengan sudut mata, ia kelihatan kebingungan menjawab pertanyaan Leo yang begitu sederhana, namun berbahaya jika salah menjawab.

"Buat ngiket," jawab Yiraga dengan tidak yakin.

"Kalau ngiket, kenapa nggak pakai tali aja?" jawaban Leo sontak membuat gue tergelak. Beberapa karyawan toko bahkan menyembunyikan tawa mereka mendengar balasan Leo untuk Yiraga. Sedangkan gue tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum.

"Emm..." Yiraga menggaruk tengkuknya dan melihat ke arah gue, meminta pertolongan untuk menjawab. Ia bukanlah seorang ahli dalam menghadapi anak-anak, termasuk adik dan sepupunya sendiri. "Tanya Kak Brigita aja ya?"

Leo pun mendekati gue dengan wajah penasarannya. Untuk anak berumur lima belas tahun, Leo tergolong ke dalam anak yang cukup tinggi. Gue bahkan hampir terkalahkan.

"Kenapa harus beli cincin?" tanya Leo masih dengan pertanyaan yang sama.

"Jawaban Abang kamu bener kok, buat ngiket." Leo menunjukan ketidakpuasan akan jawaban yang gue berikan lewat ekspresi wajahnya yang muram. "Kenapa ngiketnya nggak pake tali? Karena hati yang diiket," lanjut gue sambil menunjuk bagian dada Leo.

"Sekarang kakak tanya sama Leo, hati yang nggak keliatan di dalam sana, apa bisa diiket sama tali?"

Leo menggeleng, tapi ekspresi wajahnya masih menyimpan banyak pertanyaan.

Gue pun menggenggam tangan Yiraga dan membuat jarinya bersanding dengan jemari gue. "Tali itu nyambung di antara jari kami, cuma nggak keliatan karena yang diiket pun nggak keliatan. Cincin yang kakak beli itu sebagai simbol tali yang terhubung di antara tangan kami."

Leo termenung sesaat sebelum mengeluarkan cengirannya kembali. "Berarti kalau Leo beliin cincin buat Nindy, boleh?"

Gue tercengang mendengar penuturan Leo yang begitu tiba-tiba. Sementara Yiraga terlihat menghela napas, mencoba mengumpulkan kesabarannya.

"Belom saatnya, suatu saat akan ada perempuan yang akan Leo belikan cincin sebagai simbol pengikat. Tapi nggak sekarang." Yiraga kini menimpali omongan Leo.

Berkutat selama bertahun-tahun dalam ruang lingkup homeshooling membuat Leo sedikit terhambat untuk bersosialisasi dan mengerti akan nilai-nilai sederhana akan sebuah hubungan. Orangtua Leo mungkin begitu menyayanginya, tapi secara tidak langsung itu juga yang membuat Leo terkurung dari dunia luar. Yiraga adalah satu-satunya yang dapat Leo andalkan jika dibandingkan dengan Jun dan Gatra, kedua sepupunya yang lain.

Kadang yang terbaik menurut orangtua, belum tentu yang terbaik bagi anak mereka bukan?

***

Hari pertunangan gue pun tiba, gue didandani oleh Kiky, pacar Khairi bos gue sekaligus teman gue saat kuliah dulu. Kiky mempunyai usaha sampingan di akhir minggu sebagai MUA atau make up artist. Berhubung harga yang ditawarkan Kiky adalah harga pertemanan, gue pun tidak segan untuk memakai jasanya yang memang patut untuk diacungi jempol itu.

Nikah?Where stories live. Discover now