11

3.7K 486 80
                                    

Yiraga mengantarkan gue ke dalam kamarnya, ini bukan pertamakalinya gue menginjakkan kaki di ruangan ini, namun ini yang pertamakali gue akan tidur dan menginap di sini karena biasanya gue menginap di kamar tamu yang ditempati Leo malam ini. Suasana kamar dengan cat abu-abu dan interior mayoritas hitam ini tiba-tiba berubah menjadi canggung saat Yiraga menutup gorden jendela kamarnya. 

"Kamu istirahat di sini ya," ujarnya sembari membuka selimut dan merapikan posisi bantal.

"Kamu mau tidur di mana Yi?" 

Yiraga terdiam sejenak, kemudian bibirnya mengulas sebuah senyuman, "Kamu masih calon istriku,"

"Lantas?" tanya gue bingung karena Yiraga malah menjawab dengan kalimat tidak nyambung.

"Kalau udah jadi istri, jangan ditanya," 

Gue menggeleng pelan mulai mengerti ke arah mana pikiran Yiraga berjalan. "Itu pertanyaan Yi, bukan sebuah ajakan untuk tidur bareng."

"Maaf, aku salah tanggap kalau begitu." Yiraga menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Aku masih kangen sebenernya sama kamu."

"Pillow talk?" tawar gue yang dijawab anggukkan Yiraga, kemudian ia mulai merebahkan dirinya di kasur. "Nothing more ya," ucap gue mengingatkan.

"Sesuai janjiku sama orang tuamu, aku akan tetep jaga kamu sampai saat itu tiba, aku nggak mau merusak kamu, aku cuma perlu waktu lebih lama di deket kamu setelah semua yang terjadi hari ini."

Gue mengangguk, melepaskan ikatan rambut dan mulai membaringkan diri di samping Yiraga untuk mencari posisi nyaman, ia menatap gue dan merapikan anak rambut yang sedikit berantakan. "Tolong jangan pernah kayak gitu lagi," pinta Yiraga memohon.

"Aku akan memperbaiki diri," balas gue.

"Thank you,"

"Jujur aku syok lihat marahnya kamu, aku nggak nyangka kamu sampai nonjok orang dan kebut-kebutan kayak tadi."

"Satu-satunya yang aku sesali hari ini adalah aku bawa kamu ngebut sampai kamu ketakutan dan mengabaikan keselamatan kita berdua. Aku akan memperbaiki diri dan mengontrol emosi aku lebih baik lagi kedepannya."

"Soal nonjok orang?"

"Kalau soal itu aku nggak menyesal sedikit pun," jawab Yiraga yang membuat gue sontak menatapnya heran. "Dari semua temen kantor kamu, cuma dia yang bikin aku nggak nyaman saat kamu lagi bareng dia, apalagi pas cuma berdua."

"Alasannya?"

"Tatapannya ke kamu, aku nggak suka."

"Tatapan apaan?"

"Tatapan yang terlihat terlalu mendamba."

"Jadi kamu cemburu sama Januar?"

"Kalau enggak, aku nggak akan begitu tadi."

***

Pillow talk yang kami lakukan di hari sebelumnya membuat hubungan kami jauh lebih membaik. Semalam gue terlelap lebih dulu dan tidak menemukan Yiraga di dalam kamar di pagi hari. Saat beranjak ke dapur untuk mengambil air minum, gue menemukannya tertidur di sofa lantai satu. Ia benar-benar menepati janjinya untuk tidak tidur di kamar yang sama, terlebih sampai menyentuh gue.

"Kak Gita," sapa Leo dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"Kenapa Le?"

"Laper," jawabnya sambil mengucek mata.

"Kakak siapin sarapan, sekarang kamu gosok gigi dan cuci muka dulu ya?"

Leo mengangguk dan kembali menghilang dari dapur. Gue menyiapkan satu kopi hitam, satu kopi susu dan dua susu untuk Yiraga dan adik-adiknya. Wangi dari minuman yang menguar dari dapur mulai membangunkan penghuni rumah yang lain.

Nikah?Where stories live. Discover now