05

10.7K 1.9K 125
                                    

"Mungkin itu juga yang dirasain Aga, dia nggak mau membuka luka lamanya dan membangun semua yang baru bersama kamu."

Pembicaraan gue dengan Kak Vita seakan membuka kembali lembaran kelam di masa lalu tentang luka dan juga mantan. Mantan pacar gue yang bernama Rayhan pergi meninggalkan gue tanpa kabar sedikitpun. Gue beruntung karena memiliki Yiraga setelahnya.

Rayhan orang yang baik meski sedikit tertutup, sangat berbeda dengan Yiraga yang jauh lebih terbuka dan melibatkan gue dalam setiap keputusannya. Yiraga adalah laki-laki sederhana yang akan selalu ada mendampingi gue, sementara Rayhan penuh dengan kejutan tidak terduga. Termasuk dengan kepergiannya begitu saja dari kehidupan gue.

"Git? Brigitia?" panggila Yiraga yang membuat gue tersadar dari lamunan. Gue menatap Kak Vita yang kini memberikan seyuman penyemangatnya.

"Apapun masalahnya, hadapi dengan kepala dingin ya, Git. Kakak seneng karena Aga bisa nemuin orang kayak kamu," ungkap Kak Vita.

Gue tersenyum sambil mengelus kepala Brandon dengan lembut. Novel itu memang benar, menikah bukan hanya menyatukan dua orang, tetapi juga dua buah keluarga. Gue nggak mau mengalami apa yang Sagita dan Azka Layendra hadapi.

"Aku di sini, Yi!" ucap gue. Yiraga yang mendengar suara itu segera menghampiri.

"Mama nyuruh kamu makan, makan yuk? Aku nggak mau magh kamu kambuh," ajak Yiraga. Gue menganggukkan kepala dan berdiri, lalu Yiraga meraih dan menggenggam tangan gue. Yiraga memandang Kak Vita curiga. "Abis ngomongin aku ya?" tanya Yiraga.

"Pede banget kamu!" ledek Kak Vita sambil menendang kakinya ke arah kaki Yiraga. Brandon yang terganggu dengan perggerakan ibunya pun menangis. Melihat hal itu, Yiraga memilih untuk kabur dan pergi, meninggalkan Kak Vita yang protes karena anaknya terbangun akibat ulah Yiraga.

Yiraga, sosok laki-laki yang begitu pengertian dan perhatian. Dan gue harap dia memanglah orang yang benar-benar tepat untuk gue.

***

Suasana di kantor pagi ini terlihat lebih sibuk dibandingkan biasanya. Laporan akhir tahun yang menanti membuat beberapa orang terkena sindrom senggol bacok. Ya, pada saat-saat tertentu kondisi kantor memang terkadang sangat mencekam layaknya rumah hantu.

"Il, laporan lo jangan lupa dikirim, gue udah ditanyain sama si bos nih. Senewen mulu dia bawaannya akhir-akhir ini," sungut Januar.

Dalam hati gue membenarkan, entah mengapa Khairi kekasih dari Kiky itu memiliki mood yang super tidak teratur layaknya seorang ibu hamil. Segala yang kami lakukan seperti salah di matanya. Gue sempat mengadu ke Yiraga soal ini dan melarangnya untuk berbuat hal yang sama kepada bawahannya di kantor. Karena perlakuan bos yang seperti itu hanya membuat stressor lingkungan kerja semakin meningkat.

"Baru aja gue liburan singkat kemaren, sampe kantor udah dimarahin aja sama Khairi," gerutu gue kesal yang membuat Rizka mengulum senyum. Di antara Jihan, Ara dan juga gue, Rizka merupakan salah satu karyawan teladan yang akan bekerja tanpa gerutu yang berlebihan. Berbeda dengan Jihan dan Ara yang sudah mengeluarkan umpatan kasar mereka sejak tadi dengan volume pelan.

"Git, nunda momongan nggak?" tanya Rizka tiba-tiba yang membuat alis gue berkerut.

"Emm... belum tau, emang kenapa?" tanya gue bingung karena Rizka mengangkat topik ini di sela-sela suasana kerja yang kurang kondusif.

"Loh? Lo kan udah mau nikah, masa belum tau sih?" tanya Rizka heran.

Alis gue berkerut. "Emang salah?"

"Nggak salah sih, Cuma aneh aja."

"Aneh kenapa? Yiraga belum pernah ngomong apa-apa soal momongan," timpal gue.

Nikah?Where stories live. Discover now