13

66.1K 14K 1.1K
                                    

"Cemberut mulu kayak kurang makan," Hina menyikut Mark dari samping.

"Aw!" Mark terhuyung sambil memegangi perutnya. "Lo kali yang kurang makan, sikut lo tajem banget tulang doang nggak ada daging."

Hina nyengir.
"Sorry, namanya juga artis, harus jaga berat badan."

"Y."

"Kenapa sih lo? Tumben nggak bareng Haechan Jeno Jaㅡ" Hina berhenti. "Dia mah nggak masuk sekolah lagi, ya?"

Mark menggeleng.
"Kabar aja nggak ada."

"Kemaren coach rookie girls sih bilangnya kalo ada yang ngomongin Jaemin, jawab aja nggak tau," ujar Hina. "Ya lagian emang nggak tau."

"Kok tiba-tiba dia bilang gitu?"

"Yiyang jiě jie yang nanya."

"Hah? Sepeduli itu?"

"Antara peduli dan emang kepoan hehehe."

"Kalo manager gue beda lagi," Mark menarik nafas dalam-dalam. "Sama sih suruh pura-pura nggak tau, tapi plus nggak usah cari tau juga."

"Ih," pekik Hina. "Kok jahat?!"

"Mencurigakan," kata Mark sebal. "Dan feeling gue nggak enak."

"Jangan gitu dong lo," kata Hina. "Semoga aja Jaemin beneran lagi dalam masa pemulihan. Lagian baru seminggu kan, jangan mikir macem-macem dulu ah."








Mark bergumam antara setuju dan tidak. Mungkin ia memang berlebihan, tapi selama ini belum pernah Jaemin atau member NCT lain yang pergi tanpa pamit dan tidak ada kabar lebih dari 24 jam.



Ini aneh.







"Lo kenapa nggak bareng yang lain deh? Pertanyaan gue nggak dijawab tadi," tanya Hina.

"Kepo?"

"Ya kalo lo bisa sendirian gini, kan kali aja Jeno juga gitu kapan-kapan."

"Wuuu dasar," cibir Mark. "Kasian deh cuma bisa deket-deket di sekolah."

"Daripada lo sama Herin, ketemu aja susah, mana ada kemajuan?"

"Jodoh mah nggak kemana ya."

"Jodoh ndasmu."







"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Mereka berdua berjalan sengaja lambat-lambat menyeberangi lapangan demi lapangan sekolah yang luas. Jarang bisa mengobrol begini walaupun mereka setiap hari bertemu.






"Gue diceramahin gara-gara cewek," curhat Mark.

"Cewek mana? Parah lo diem-diem player ya," Hina heboh.

"Ngaco ah, itu temen gue," kata Mark. "Gue lagi diskusi sama dia pulang sekolah di kelas, tau-tau ada papparazzi."

"Lah kok bisa?" tanya Hina. "Maksudnya ㅡke dalem sekolah? Nekat amat."

"Yah, namanya juga lagi apes," keluh Mark.

"Ya lo juga sih aneh, berduaan sama cewek di tempat sepi. Diskusi apaan sih lo?" tanya Hina. "Jangan-jangan alesan doang ya mau mesum?"

"Otak lo kotor," kata Mark tak sadar diri. "Diskusiin Jaemin."

"Oh," Hina mengangguk-angguk. "Ceweknya siapa sih? Yang mana?"



Entah kebetulan atau apa, Esther muncul dari belokan toilet saat Hina baru saja selesai bertanya.
Secara spontan langkah Mark berhenti dan mereka saling pandang tanpa menyapa sebelum Esther akhirnya melangkah menjauh lebih dulu.






"Dia."

"Hah?"

"Dia ceweknya ㅡyang difoto sama gue. Kemaren foto-fotonya diemail ke manajemen, terus ya udah gue diceramahin berlapis-lapis," keluh Mark.

"Oh... yang itu," Hina memperhatikan Esther sampai cewek itu menghilang dari jarak pandang. "Kok cantik ya. Cantikan dia kayaknya daripada gue."

Mark mengiyakan dalam hati.

"Hooo," mulut Hina membulat sempurna. "Tapi cantik sih, pantes aja lo suka."

"Ish, kita tuh cuma temenan," kilah Mark. "Lagian mulai sekarang gue dilarang deket-deket sama cewek manapun. Pokoknya jangan sampe gue kena skandal."

"Lah gue nggak dianggep cewek?"

"Ya ini kan tempat rame," jawab Mark. "Bye."

"Bye."



Mark dan Hina berpisah menuju kelas masing-masing.



Lagi-lagi Mark bertemu Esther di loker. Mereka bertukar pandang lagi selama beberapa detik, sebelum Esther melengos tanpa berkata apapun.


"Hey," Mark menghalangi jalan Esther. "Pura-pura nggak kenal apa gimana?"

Esther menatap Mark tanpa ekspresi.
"Kamu pura-pura nggak tau apa gimana?"

"Hah?"

"Murgly," panggil Esther khas. "Kamu tau kan, kita nggak boleh kenal lagi."





Esther mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan email dari manager Mark; isinya adalah foto-foto mereka beberapa hari yang lalu ㅡdan pesan sopan yang meminta Esther jangan berhubungan lagi dengan Mark secara pribadi.





"Clear?" tanya Esther.

"Hmmm..."

"Mungkin emang kayaknya kita jangan terlalu sering ketemu. Aku nggak mau terlibat masalah semacam itu, kamu juga pasti lebih nggak mau kan?" ujar Esther. "Dan lagi, udah nggak ada rahasia lain diantara kita, music box itu sekarang sepenuhnya punyamu."

"Okay," Mark mengangguk walaupun merasa sedikit... hampa.

"We're good."

"We are."

"Okay," untuk pertama kalinya Mark melihat Esther tersenyum tulus padanya. "See you... on top."



Mark menyingkir, membiarkan Esther berjalan melewatinya.

Tak lama, Mark menunduk di depan lokernya sambil menertawakan diri sendiri.
Sebenarnya ini cuma masalah jaga jarak, ia dan Esther masih tetap akan bertemu setiap hari.








Tapi hatinya tak bisa berbohong. Rasanya ibarat puzzle, ada satu potongan kecil yang hilang.
.
.
.
.
.
ㅡtbc

btw yg fantaken mark-hina itu real yha, ada yang bilang itu haechan sih tp kayaknya emang mark-hina hehe



Backup ; mark lee ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang