25

54.4K 12.9K 3K
                                    

"Hujan-hujanan, mancing, movie marathon, photobox..." Mark membaca secarik kertas berisi tulisan tangan Esther yang asal-asalan. "Yang gini aja belum pernah? Hidupmu sengebosenin itu?"

"Hmmm... sorry deh yang hidupnya seru," cibir Esther. "Tadi nyuruh bikin bucketlist, sekarang protes sendiri. Maunya apa?"

Mark menyambar kantong cemilan di tangan Esther.
"Ih apaan nihㅡ nonton konser BTS? Nggak ah, jangan! Twice aja mau nggak?"

"Ini yang bego siapa sih?" tanya Esther gusar. "Kaya orang bener aja kemaren; kamu lakuin apa yang kamu mau, aku bantu."

Mark tertawa mendengar Esther menirukannya.
"Ya tapi jangan BTS juga, terlalu crowded. Lagian sejak kapan kamu suka BTS?"

"Sejak semua orang ngomongin mereka," jawab Esther polos. "Pengen tau ajaㅡ seganteng apa sih?"

"Oh..." Mark mengangguk-angguk. "Ya... nggak jauh beda lah sama aku. Tapi kayaknya gantengan aku sih~"

"Dih. Mulai."








Memang benar Mark menyuruh Esther membuat daftar apa yang ingin dilakukan sebelum... yaㅡ sebelum Esther pergi selamanya. Tapi Esther melakukannya malas-malasan.
Dalam hati Mark berusaha melupakan fakta kalau dia tidak akan bertemu Esther lagi dalam hitungan bulan, tapi itu sulit.
Ohㅡ ada yang lebih sulit. Ya, bersikap seakan-akan Esther baik-baik saja. So burdensome.








"Kenapa sih bahas beginiannya nggak di sekolah aja? Kamu kesepian ya di rumah?" tanya Mark.

"Kurang-kurangin lah itu kepedean," Esther melempar Mark dengan keripik. "Kamu nggak denger orang-orang pada gosip?"

"Gosip apaan?"

"Mereka kira kita ada apa-apa."

"Apa-apa apa?" tanya Mark ㅡlalu bingung dengan pertanyaannya sendiri.

"Ish," Esther berdecak. "Mereka kira kita pacaran, Murgly."

"Oh."

"Oh? Oh aja? Ini semua gara-gara kamu tau nggak?"

"Kok aku?" Mark tidak terima.

"Heol," cibir Esther. "Kamu nggak tau udah berapa cewek yang tanya ke aku tentang kebenaran gosip itu?"

"Nggak aneh sih, aku kan populer," jawab Mark. "Tapi ya udah sih bilang aja iya."

"Tapi kan kenyataannya enggak, Murgly," tukas Esther gemas.

"Ya udah sih tinggal pacaran beneran, apa susahnya?"

Esther mengelus dada. Berbicara dengan Mark memang menguras kesabaran.
"Ya nggak gitu..."

"Nih, ya," Mark merangkak lebih dekat pada Esther. "Kita temenan kan? I'm your boy friend. Pacar apa? Boy friend juga. Sama aja."

"Hadeh," Esther memijat pelipisnya. "Ya masa aja aku jawab gitu ke mereka?"

Mark tertawa membayangkannya.
"Lagian aku nggak apa-apa kita pacaran..."

"Cringeeeeeeee," Esther bergidik geli. "Aku yang apa-apa."

"Dih. Kenapa sih emang?" tanya Mark penasaran, walaupun tadi dia hanya bercanda.

"Aku nggak suka cowok, aku lesbi," jawab Esther setelah diam beberapa saat.

"Oh," kata Mark. "Ya udah aku operasi transgender dulu."


Mendengar itu awalnya Esther hanya tersenyum tipis, tapi lama-lama ia tertawa terbahak-bahak.
"Please, Murgly ㅡtbh just stop," ujar Esther di sela-sela tawanya. "Kalo mau bikin kesel terus mending pulang aja sana."

Sementara itu Mark cengo. Baru kali ini ia melihat Esther benar-benar tertawa.


"Apa?" tanya Esther curiga saat sadar sedang diperhatikan.

"Ahㅡ enggak. Tadi kamu bilang apa?" Mark balas bertanya.

"Aku suruh kamu pulang," jawab Esther enteng.

"Dih mulai deh main ngusir," tukas Mark. "Mendingan kita mulai lakuin apa yang udah kamu tulis aja, yuk? Hujan-hujanan..."

"Di luar nggak hujan, bodoh."

"Oh iya, ehe," Mark membaca kertasnya lagi. "Makan ramyeon dua panci?"

"Nggak. Masih kenyang."

"Hmm... ya udah, mancing deh yuk?"

"Mancing apa? Mancing keributan?"

"Yeee malah bercanda..."

"Nggak, aku mancing sama appa-ku aja weekend nanti. Serius," kata Esther. "Udah kamu pulang aja, nggak apa-apa."

Tapi Mark belum ingin pulang. Dia benar-benar ingin menikmati kehidupan seperti remaja biasa seperti ini selagi bisa.

Selagi Esther masih ada...



"Aha!" Mark tiba-tiba mendapat ide. "Cepet pake jaket, kita ke rental DVD."

"Hah? Ngapain?" Esther menahan tangan Mark yang menyeret lengannya.

"Ya pinjem DVD lah," kata Mark tidak sabar. "Salah satu list kamu movie marathon, kan?


Esther terdiam melihat ekspresi Mark yang super excited.
Sudah lama sekali ia tidak merasakan kesenangan memiliki seseorang yang benar-benar bisa disebut teman. Karena itulah Esther tidak ingin pertemanan ini menjadi lebih dari sekedar pertemanan.

Ya, Esther tidak mau pergi membawa dan meninggalkan perasaan yang terlalu mendalam.
.
.
.
.
.
ㅡtbc

di chapter sebelumnya napa dah malah bermunculan marklice shipper? 😂
apa karena cover vacancy yang terlalu provokatif??
itu entar si vacancy gak nyeritain rebutan pacar kok wkwmwkmwkwmw
👆lol malah spoiler, yeoksi bodohie

Backup ; mark lee ✔ [revisi]Where stories live. Discover now