Seven

11.8K 1.1K 8
                                    

Lee yang tak memperhatikan apa yang Arvie dan pria berkacamata bicarakan, memilih sibuk membersihkan dapur. Ia tak mau kena amukan Arvie dan terkejut saat melihat Arvie makan di meja makan. Arvie menyendokkan makanan ke dalam mulutnya seraya berdecak. Lee sengaja tak makan satu meja dengannya, ia tak mau jidatnya dilempar dengan piring.

Arvie tahu cepat atau lambat, wanita paruh baya yang sedang berada di luar negeri karena urusan bisnisnya pasti tahu perihal gadis yang ia nikahi kemarin. Meski Mami berada di luar negeri tapi orang-orangnya jelas memperhatikan Arvie.

Lee memperhatikan Arvie yang lahap memakan masakannya terkejut, bukan karena ia tak akan bisa memakan hasil masakannya, karena ia bisa memasaknya lagi. Tapi, Arvie menghabiskan makanan yang terhidang, semuanya, ya tak bersisa. Ia berharap lelaki itu bisa menerimanya seperti masakan yang dimakannya tadi.

"Sudahlah Lee. Itu hanya mimpi. Dia tak akan menganggapmu ada," ujar Lee tersenyum menertawai dirinya sendiri.

Arvie mendorong kursi meja makan dan naik ke kamarnya demgan membuang muka. Lee hanya tersenyum masam menatap punggungnya pergi meninggalkan meja makan tanpa menoleh padanya, ia mendekati meja makan dan benar, Arvie menghabiskan makannya. Itu membuat Lee tersenyum. Ilmu memasaknya tak seberapa bagus, tapi soal rasa papanya selalu memujinya.

Lee membuat masakan baru, ia makan dalam diam dan sendirian, juga baru sadar jika ada Aditya di rumah ini, lebih tepatnya di mana ada Arvie di situlah ada Aditya. Ia keluar dan berjalan ke dapur mengambil segelas air minum, tersenyum samar pada Lee dan kembali ke kamarnya.

Lee memadamkan lampu ruang makan dan ruang tamu yang besar saat selesai makan, tapi membiarkan dapur yang menyala dan kembali ke kamarnya.

"Aku tak tahu perasaan apa yang muncul. Di satu sisi aku sedih melihatnya menganggapku pelacur. Dan di sisi lain, terlihat bagaimana ia begitu menikmati masakanku. Tak apa Arvie, apapun panggilanmu padaku, yang jelas aku adalah isterimu meski tak kau anggap begitu." Lee memejamkan matanya. Setelah berdo'a dan mengadu pada Tuhan apa yang ia lewati hari ini.

Lee bangun pagi sekali, ia harus memasak sarapan untuk Arvie dan akan ke rumah sakit menjenguk papanya. Masakan matang dan tersaji di meja makan saat Arvie turun dengan pakaian rapi.

Arvie belum terbiasa melihat seseorang berkeliaran di dekatnya selain Anne atau Mega, pelayannya. Tapi kini, ada orang lain yang tak ia kenal dengan baik, berkutat di dapurnya. Ia juga tak biasa memakan masakan orang lain selain masakan Anne atau chef restoran tempat biasanya ia datangi bersama Anne untuk makan malam.

Tapi kini? Semua kebiasaan itu seakan ditentang gadis yang berkemeja biru tua itu. Ia membuatkan segelas jus jeruk untuk Arvie. Lee sudah sarapan di meja dapur tadi dan bersiap pergi ke rumah sakit, ia mendekati Arvie dengan segenap keberaniannya.

"Bolehkah aku pergi ke rumah sakit menjenguk papaku?" tanya Lee dengan hati-hati. Arvie menatap Lee tajam. Lee tak mendapat jawaban, dan Arvie mulai memakan sarapannya.

Lee kembali ke meja dapur menunggu Arvie selesai makan. Ia berharap Arvie mengijinkannya pergi ke rumah sakit.

"Selamat pagi, Pak Arvie. Selamat pagi, Bu Leeandra," sapa Aditya yang sudah rapi. Aditya harus berpuas diri seperti biasanya jika menyapa Arvie yang selalu membalas dengan muka datarnya.

"Pagi," balas sapa Lee pada Aditya. Aditya memgangguk pelan dan masuk ke dapur. Ia membuat kopinya sendiri. Lee menyodorkan sepiring waffle pada Aditya tanpa kata.

Lee mengangguk tanda sebagai persetujuan Aditya bisa mengambilnya. Aditya mengangguk tanpa suara dan memakan waffle buatan Lee. Aditya terkejut waffle buatan nyonya barunya itu mirip masakan Bu Anne.

"Itulah jawaban mengapa bosku yang super rewel soal masakan orang lain, menjadi duduk diam di meja makan." batin Aditya.

Arvie menghabiskan sarapannya dan melihat ke arah Aditya yang menunggunya dan Lee pun menunggu jawabannya.

"Ikut aku." Hanya itu jawaban yang diberikan Arvie pada Lee atas pertanyaannya.

Lee pun mengikuti langkah Arvie, disusul Aditya di belakangnya. Lee bisa pergi dengan taksi atau ojek online. Tak perlu diantar Arvie dan ditemani Aditya.

Jalan arah ke rumah sakit sudah dilewati mobil Arvie yang disopiri Aditya. Lee menatap Arvie yang diam menatap lurus ke depan, Lee merasa Arvie tak berniat mengantarnya ke rumah sakit.

Lee mengenali jalanan yang disopiri Aditya, ini mengarah ke bandara udara. Benar, Arvie turun dari mobil dan melihat Lee sekilas seakan berkata "Ayo."

Aditya di belakangnya pun mensejajarkan jalan Arvie. Lee berargumen dalam hatinya. Siapa yang akan dijemput Arvie? Karena jika Arvie yang pergi dengan pesawat rasanya itu tak mungkin. Karena Arvie ataupun Aditya tak membawa apapun.

Mereka berdiri menunggu di area pintu kedatangan penumpang dari luar negeri. Seorang wanita berambut pirang sepunggung memakai kacamata hitam dan menyeret koper hitam melambaikan tangannya pada mereka. Wanita itu mendekati Arvie dan memukul lengan Arvie keras.

"Kau anak durhaka! Menikah lagi tapi mami enggak tahu. Mami 'kan bisa langsung pulang bantu persiapan pernikahan kalian!" omel wanita paruh baya itu pada Arvie.

"Maaf, Mi." Itu yang dikatakan Arvie.

"Kau ini!" Wanita itu memeluk erat Arvie lalu melihat ke arah Lee, ia menarik tubuh Lee dalam pelukannya. "Akhirnya Mami bisa ketemu kamu. Kau cantik sekali."

"Terima kasih, mami," ujar Lee pada wanita paruh baya itu.

"Kamu akhirnya mau juga nikah lagi. Ayo, kita pulang. Mami seneng banget kalian menikah." Mami menggandeng lengan Lee dan terus mengajaknya mengobrol.

Arvie duduk di delan bersama Aditya memperhatikan mami yang begitu senang bersama Lee. Mami menceritakan banyak hal pada Lee, menantunya yang baru. Arvie membuka pesan yang ia terima dari Anne.

"Anne titip salam buat Mami, nanti siang kita makan bersama di rumah," ujar Arvie yang menyampaikan pesan Anne pada Mami.

"Kalian tinggal serumah?" tanya Mami.

"Anne ada di rumah lama."

"Bagus! Berarti kalian enggak tinggal bertiga dalam satu rumah, huft syukurlah mami enggak mau lihat dia dulu deh."

"Mami kok ngomong gitu sih? Anne udah bilang kalau akan masak yang enak buat nyambut Mami." Arvie mengerutkan kening.

"Lain kali saja deh, Vie. Mami enggak balik lagi ke luar negeri kok." Mami berkata tegas.

Arvie diam melihat sikap dingin mami, dan itu kontras sekali pada Lee. Setiba di rumah Cantik (Miyo) Mami menarik Lee ke kamarnya, sebelah kamar Lee.

Mami membuka tasnya dan memberikan sebuah kalung untuk Lee. Kalung dari emas itu berbandul sebuah nama membentuk nama panggilannya. Lee. Ada dua permata kecil di huruf L. Mami memakaikan kalung itu di leher Lee yang jenjang.

"Terima kasih, Mi," ujar Lee senang. Ia seperti melihat sosok Mamanya yang telah lama meninggal.

"Sama-sama, Sayang." Mami memeluk Lee erat dan mencium pipi Lee dengan sayang.

Eccedentesiast ✓ [Terbit : Ready Stock]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang