Thirty Two

9.8K 829 25
                                    

Alida keluar dari kamar mandi tak mendapati Arvie di dalam kamar, tak ada di manapun. Ia pun tak menyentuh makanan yang ia pesankan setelah berolahraga. Ia menelepon nomer ponsel Arvie, hingga berkali-kali pria itu tak menerima panggilannya. Ia mengenakan pakaiannya dan pulang dengan wajah kesal luar biasa. Ia merogoh tasnya dan membuka botol putih dan menelan di antaranya.

Ia merasa diabaikan setelah Arvie mendapatkan apa yang ia inginkan. Hanya secarik kertas yang meminta Alida untuk pulang sendiri, karena ia ada urusan. Alida meremas kertas itu hingga menjadi gumpalan kecil di sepanjang lorong dan membuangnya begitu saja. Alida pulang dengan taksi yang ia pesan dan menahan emosinya jangan sampai orang lain tahu. Kedua orangtuanya sudah di dalam kamar mereka saat Alida pulang.

Alida mengerang dan menggeram. Ia mencabik tas yang ia bawa hingga putus dan isinya berhamburan. Ia mengak-acak, bed cover rapi di atas ranjangnya dan melempar semua bantal-bantal ke sembarang arah. Ia tak mempedulikan panggilan mamanya dan papanya di balik pintu kamar.

"Alida! Buka pintunya, Sayang!" panggil Mama dan Papa Alida.

"Aku tak apa, Ma, Pa," jawab Alida dengan lantang dan dengan nada baik-baik saja.

Alida tersenyum pada bayangan dirinya sendiri, senyumnya mengembang namun bukan senyum baik-baik saja, melainkan bisa membuat siapapun yang melihatnya akan mencapnya iblis. Ia mengelus bayangan wajahnya di cermin.

"Aku akan membuatmu jatuh cinta setengah mati padaku, Arvie. Setengah mati."

Orangtua Alida memang kembali ke kamar, tapi mereka tak bisa tidur dengan nyenyak. Mereka takut Alida berbuat aneh-aneh, lagi. Alida sudah rapi pagi-pagi sekali. Ia tak biasanya berdandan rapi sepagi ini, ia menyapa kedua orang tuanya dan duduk sarapan bersama. Mamanya senang melihat putrinya datang ke meja makan dengan wajah sumringah.

"Al, Mama rasa kamu sudah makin sehat akhir-akhir ini. Kamu masih tetap minum obatnya 'kan?" tanya Mama Alida tersenyum pada puterinya.

"Sudah Mama, tentu saja Alida merasa baikan. Sejak ketemu Arvie, Alida rasanya enggak perlu botol putih itu lagi," jawab Alida pada mamanya mantap.

"Tapi tetap ya kamu datangi dokter Yadi. Mama enggak mau kamu mengkir dari cek rutinnya," ujar mamanya mengelus lengan Alida.

"Iya, ya, Ma," jawab Alida tersemyum sambil memakan sarapannya.

Alida pergi dengan mobil merahnya setelah menghabiskan sarapannya. Ia akan mengunjungi Arvie ke kantornya. Karena hingga pagi ini, ia masih tak bisa menghubungi Arvie. Setiba di kantor Arvie, sekretarisnya memberitahunya bahwa Arvie tidak masuk hari ini karena tak enak badan. Ia juga bertemu Aditya, yang membantu sekretarisnya mengerjakan pekerjaan Arvie.

Alida keluar dari kantor Arvie dan menuju ke rumah Arvie. Aditya mengatakan jika Arvie sedang sakit, jadi ia ke rumah Arvie segera. Ia bertemu dengan Mami yang berada di dapur bersama Bi Ida.

"Pagi, Tante Jenny. Arvie katanya sakit ya? Sakit apa?" sapa Alida tersemyum sambil mencium tangan Jenny, mama Arvie.

"Pagi, Alida. Dia hanya tak enak badan semalam pergi sama kamu mungkin kena angin. Dia lagi istirahat nanti juga bangun." jelas Mami pada Alida.

"Oh begitu?" Alida terkejut akan hal yang baru ia ketahui.

"Duduk sini kita mengobrol," ajak Mami pada Alida.

"Alida ada keperluan sebentar Tante Jenny, nanti Alida ke sini lagi nemenin Arvie." Alida menolak halus ajakan Mami.

"Oh begitu, ya sudah kamu hati-hati ya."

"Iya Tante." Alida tersenyum dan berbalik keluar dari rumah Arvie.

Alida keluar dari rumah Arvie dan mengendarai mobilnya menjauhi rumah Arvie. Ia benci harus mendatangi rumah sakit dan menemui dokter Yadi. Semua suster yang bertemu dengannya menyapa dan menanyakan keadaannya. Ia menjawab dengan ramah dan segera melangkahkan kakinya ke ruangan dokter Yadi.

Pria paruh baya yang masih tampan di usia tuanya itu menanyakan beberapa pertanyaan yang sudah Alida hapal. Perlu waktu lama untuk diperiksa, dokter Yadi akan memeriksa botol putih milik Alida memastikan bahwa obatnya diminum oleh mantan pasiennya ini. Alida menyelesaikannya segera dan pamit pergi dari rumah sakit.

"Alida, jangan lupa minum obat itu saat kau merasa hilang kendali," ujar Alida berbalik pada dokter Yadi.

"Aku ingat," jawab Alida sebelum menutup pintu ruangan dokter Yadi.


Mami menengok Arvie berkali-kali dan ia masih saja terlelap. Hingga pukul sebelas siang, Arvie baru mengerjab perih membuka matanya perlahan karena silau cahaya terang di kamarnya. Ia melihat wanita paruh baya tersenyum padanya, Mami. Ia mengambil nampan berisi semangkok bubur dan segelas teh manis hangat untuknya. Seorang gadis berambut pendek datang dan menyapa Arvie.

Arvie harus membiasakan diri jika gadis yang berambut pendek itu berada di dekatnya itu adalah pasangannya sekarang. Alida mengambil alih sendok yang dipegang Mami dan menyuapi Arvie. Mami meninggalkan Alida dan Arvie berduaan di kamar. Arvie tersenyum samar melihat wajah Alida yang tak mengecewakan, bahkan ia terlihat lebih modis dari pada Leeandra. Satu nama yang masih membawa efek buruk pada tubuhnya.

"Kau mau ke kantor nanti? Besok saja, kau kan masih sakit." Alida meminta Arvie untuk

"Aku sudah baikan. Nanti ada janji temu dengan pemilik Ascarya Group, Aviel Ananta (Allesa) nanti siang jam satu." Arvie menyorongkan mangkok bubur tanda cukup makan sarapannya yang telat.

Ia menyibak selinutnya dan bangun. Alida menaruh mangkok bubur ke atas meja dan mengikuti langkah Arvie.

"Di kantor?" tanya Alida.

"Di hotel Pramdana." Arvie segera masuk ke dalam kamar mandi dengan wajah menahan emosi. Ia tak suka melihat ada orang lain yang masuk ke dalam kamarnya, ia tak menyukai itu.

Arvie sengaja berlama-lama di kamar mandi dan keluar dengan pakaian rapi meski belum jamnya ia bertemu dengan Aviel Ananta, rekan bisnisnya itu.

"Aku ikut ya, boleh 'kan," pinta Alida pada Aevie dengan manja dan sedikit memaksa.

"Ini urusan pekerjaan."

"Aku tak akan ganggu, tenang saja. Aku tunggu di kamar biasanya."

"Terserah." Arvie muak sekali. Tapi, ia menahannya. Pramdana adalah tempat kerja Leeandra, seketika ia berbalik dan mengiyakan keinginan Alida.

Alida seakan mendapat durian runtuh tentu saja senang bisa ikut ke mana saja Arvie pergi. Ia meninggalkan mobilnya dan memilih satu mobil dengan Arvie. Arvie membiarkan Alida ikut dengannya, Alida memesan kamar yang kemarin mereka tempati dan menunggu Arvie di sana, sementara Arvie bertemu dengan Aviel Ananta dan sekretarisnya membicarakan soal bisnis mereka dengan santai.

Seusai bertemu dengan Aviel, ia bertanya pada salah satu pegawai yang mengurusi ruangan kamar hotel menanyakan soal Lee pada salah satu pegawai yang sedang bertugas. Dengan dalih barangnya semalam lupa dibawa, pegawai itu mengatakan bahwa Leeandra sedang sibuk mengurus tamu di lantai lima dan pegawai tersebut yang akan membantu Arvie karena itu merupakan tanggung jawabnya setelah berganti sift. Seketika Arvie berkata bahwa ia merelakan barangnya tersebut dan masuk ke dalam kamar empat ratus enam puluh lima.

Eccedentesiast ✓ [Terbit : Ready Stock]Where stories live. Discover now