Seventeen

11.1K 1.1K 37
                                    

Jace membelikan pakaian yang tersedia di koperasi dua puluh empat jam rumah sakit. Tak banyak pilihan, tapi paling tidak bisa membuat Lee meninggalkan gaun biru lautnya yang penuh noda darah di bagian belakang. Ia meminta suster yang menggantikannya.

Jace tertidur dengan duduk di kursi dan melipat tangannya di dada, sementara Lee sudah terlelap karena pengaruh obat meski terkadang ia mendesis dalam tidur.

Ia yakin sudah memberitahu Arvie soal Lee yang berada di rumah sakit. Tapi sampai pagi menjelang dan Lee terjaga, Arvie belum muncul di rumah sakit.

Perut Lee masih kontraksi, hingga dokter spesialis kandungan datang dan membawanya ke ruang USG. Dokter itu terdiam dan masih berkutat dan menatap Lee dengan wajah menyesal.

"Ini adalah plasenta dan sudah pecah dan rusak, janinnya hancur." Dokter menatap Lee yang terdiam. Hatinya hancur dan menangis.

"Begitu?" Lee mengucapkannya lirih.

"Saya sarankan Bu Leeandra menjalani kuretase agar membersihkan sisa jaringan yang ada. Jika setuju, semuanya akan Saya siapkan." Dokter menyarankan yang terbaik pada Leeandra.

"Lakukan saja dokter."

"Baik. Mohon tunggu sebentar." Dokter itu keluar dan berbicara dengan suster.

Jace menatap Lee dari tepi Tirai yang tersingkap. Lee hanya menangis sambil membungkam bibirnya dengan tangan. Lee tak peduli pada apa yang dilakukan suster di sekelilingnya, ia hanya diam dan menurut saja.

Apa yang akan kau lakukan jika kau sudah tak dianggap? Tak dibutuhkan?

Suster menyuntikkan sesuatu ke dalam kulit punggung tangan kirinya. Ia masih terjaga.

"Belum mengantuk, Bu?" tanya dokter perempuan itu sambil mengusap punggung tangan Lee bekas suntikan obat bius.

"Belum," jawab Lee lirih pada dokter. Dokter memberikan suntikan bius kembali dan meminta Lee terpejam.

Jika cinta begitu menyakitkan. Aku tak mau jatuh cinta. Lee memejamkan matanya, kesadarannya menghilang dan dokter dibantu suster melakukan kuretase.

Jace merasa heran, mengapa isteri pria yang membayar jasanya mahal itu tak kunjung datang. Meski Leeandra adalah isteri kedua tapi ia tetaplah seorang isteri. Hingga dokter dan suster memberitahu Jace bahwa proses kuretase sudah selesai dan boleh dilihat, Jace masih berharap Arvie datang. Jace melihat kondisi Lee yang masih terbius belum sadar.

"Kapan dia akan sadar?" tanya Jace pada suster.

"Mungkin lima belas sampai sepuluh menit lagi, Pak," jawab suster yang melihat kondisi Lee sambip mencatat.

Lee merasa mendengar suara-suara bayi menangis. Ia membuka matanya paksa, dan silau cahaya penerang ruangan membuat matanya sakit. Segera ia memejamkan mata kembali dan merasa tenggorokannya sakit luar biasa. Ia mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

"Jace," Lee memanggil Jace lirih.

"Ya." Jace menyahut.

"Apa kuretnya sudah?"

"Sudah selesai tiga puluh menit yang lalu." Jace memberitahu.

"Bu Leeandra proses kuretasenya sudah selesai, gimana masih pusing dan mengantuk? Nanti obat biusnya akan berangsur hilang. Suster lain yang akan mengantar Bu Leeandra ke ruangan Ibu." Suster menghampiri Lee dan tersenyum padanya.

"Iya, suster."

"Ini sisa jaringan yang diambil tadi saat kuretase. Mau diambil Bu Leeandra atau saya buang?" Suster memberikan sekantong kecil plastik bening berlogo rumah sakit berisi cairan merah yang kental dan ada seperti biji selasih pada Lee.

Eccedentesiast ✓ [Terbit : Ready Stock]Where stories live. Discover now