Thirty One

10.1K 951 18
                                    

Aku sudah mengalami banyak kehilangan. Orang yang terkasih meninggalkanku di dunia ini sendirian. Jika aku melihat orang lain yang masih mempunyai orangtua, betapa indahnya kasih sayang yang mereka berikan untuk anak mereka melebihi apapun.

Mama, apa kabarmu di sana? Apakah kau bisa melihatku sekarang? Mama, aku merindukan sapaanmu saat di pagi hari ku membuka mata. Mencium aroma harum masakanmu yang selalu membuatku tergoda.

Aku begitu kehilangan Mama, seperti seluruh hidupku dipayungi awan kelabu. Dan udara yang bertiup begitu kencang membuatku kedinginan, Papa memelukku dan menawarkan matahari baru. Yang sekiranya bisa menerangi hari kami, yang aku kira kasihnya tulus ternyata mengharap imbalan setimpal.

Kehilangan satu orang tua ibarat aku tak punya satu kaki, tertatih aku berjalan berusaha mengatakan pada diri sendiri bahwa aku bisa 'berjalan' normal. Namun, Tuhan mengatakan hal lain. Satu 'kaki' ku diambil juga, aku lumpuh seketika. Papa, orang tua tunggalku meninggalkanku beserta matahari yang ia bawa. Hujan memayungi hidupku.

Saat aku lumpuh, malaikat tak bersayap datang menawarkanku uluran tangannya bertumpu dengan tangan yang lain. Bertemu dengan matahari baru, yang sama hangatnya kasih yang ia punya. Hujan yang turun sepanjang hari, berhenti seketika. Embunnya membasahi kelopak bunga yang mekar, belum sempat tersiram kasih sayang, sayangnya kelopak bunga itu diinjak tanpa kasih.

Hujan kembali turun, membuatnya tenggelam luruh mengalir entah di mana 'kan bermuara. Aku berpelukan dengan tanah basah dihujam rinai hujan dan aku menari di bawah rinainya.

Aku tidak menyukai hujan, saat hujan aku kehilangan Mama, saat hujan aku kehilangan Papa, membawanya ke rumah abu dalam kepedihan tiada tara. Dan dengan air pula kelopak bungaku hilang berpasrah pada takdir-Nya.

Aku sudah lumpuh kembali, teronggok di bawah jembatan yang airnya keruh. Sampah yang mengambang di atasnya bahkan lebih mulia dari pada diriku. Cinta yang didengungkan laksana do'a hanyalah ilusi belaka, apakah akubbisa mempercayai cinta lagi? Cinta yang membuatku merasa bahwa aku bisa hidup bertahan tanpa pegangan, nyatanya itu semua adalah tipu daya.

Kini, dengungan cinta kembali ku dengar. Dari seorang malaikat tak bersayap lain, yang menawarkanku kasihnya. Apakah aku bisa menerimanya? Yakin cintanya itu tak memberiku tiket eksklusif ke neraka?

Lee terdiam menatap pria berwajah bersih, yang duduk memegang hangat tangannya itu mengatakan hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. Sebuah pengungkapan perasaan yang membuatnya terdiam tak mampu menjawab. Ruangan privasi yang dipesan Angelo disulap menjadi ruangan yang hangat, meja bercahayakan lilin dan semilir angin menerbangkan aroma harum bunga yang diberikan untuk Lee.

Pengungkapan sebuah rasa yang tulus, yang tak pernah ia dengarkan dari mulut seseorang yang begitu tulus menyatakannya, setelah menceritakan kisahnya yang tak berjalan seperti harapannya.

"Aku rasa, kau salah paham soal ini semua. Aku datang ke sini, mengambil pemberianmu yang tak bisa semua orang bisa mendapatkannya karena aku menghargaimu sebagai pemilik Pramdana." Lee menarik tangannya lembut, namun ditahan oleh Angelo.

"Aku tahu, perasaan ini nyata dan bukan karena hadiah itu. Aku mempunyai kebiasaan aneh dalam hidupku. Kau tahu, kita semua di dunia ini hidup bukan karena kebetulan semata. Tuhan, menciptakan kita agar kita tahu bahwa kuasa-Nya dan cinta kasih-Nya nyata. Dan kita berkali-kali bertemu di tempat yang tak terduga, itu bukanlah suatu kebetulan semata." Angelo menjelaskan.

"Itu sebuah persepsi yang indah. Tapi, apakah kau tahu siapa aku?" Lee tersenyum menatap Angelo.

"Kau Leeandra, gadis berusia dua puluh delapan tahun, pegawai Pramdana dan ..." Angelo menjelaskan semua yang ia ketahui namun ada yang terlewatkan.

"Sudah pernah menikah. Alias janda." Lee menatap Angelo dengan senyum samarnya.

Angelo seketika berhenti berkata, ia tertegun mencari kebenaran atas perkataan yang Lee katakan padanya. Ia tak menemukan kebohongan atau alibi untuknya menolak jalinan kasih yang ia tawarkan.

"Benarkah? Jangan harap aku akan percaya dengan alibimu, Leeandra."

"Apakah aku terlihat begitu? Hatiku penuh luka, Ang. Tak bisa rasanya cinta manapun mampu menutup luka itu. Tak pantas seorang pengusaha terkenal sepertimu meminta cinta pada gadis biasa sepertiku, ralat, janda sepertiku." Lee tertawa pada dirinya sendiri, ada rasa getir saat ia mengucapkannya.

"Aku tidak peduli. Meskipun kau seorang nenek tua berusia sembilan puluh tahun sekalipun, aku akan tetap pada pendirianku."

"Carilah gadis lain, yang mencintaimu dengan tulus dan nikahi dia, terima kasih atas makan malamnya yang indah ini, permisi." Lee meraih tasnya dan bangkit.

"Tidak bisakah kita bersama mencoba? Mencoba bersama kau dan aku pernah terluka, pernah merasakan kehilangan. Setidaknya kita bisa saling berpegangan karena kaki kita sama-sama tinggal sebelah? Apakah aku tak boleh merasakan cintamu?" Angelo menghentikan langkah Lee dengan kata-katanya yang sendu.

Lee memejamkan matanya, hatinya terasa sakit mendengar pengungkapan rasa Angelo yang begitu dalam, dari nada suaranya. Angelo meraih jemari tangan Leeandra dengan sentuhan lembut, yang tak pernah ia dapatkan dari pria yang ia cintai, Arvie. Pria yang berdiri di belakangnya itu sama sekali tak melihatnya sebagai wanita murahan seperti yang Arvie katakan padanya selama ini.

Pria itu, Angelo dengan segenap luka di hatinya merengkuh tangannya dengan semua cinta yang tersisa. Lee terenyuh dengan sikap Angelo, ia menangis.

Mengapa kau tak pernah melakukan hal ini semua padaku, mengapa harus orang lain yang memperlakukanku layaknya gula-gula kapas yang mudah sobek sedangkan kau yang kucintai menendangku ke bawah jembatan, begitu ternistakan.

"Hey, jangan menangis. Sungguh, aku bersungguh-sungguh soal perasaanku padamu. Aku janji, tak akan melukai hatimu, Leeandra,"ujar Angelo pelan. Angelo mengusap air mata di pelupuk mata Lee dengan jarinya yang lembut.

Kedua telapak tangannya meraup ke dua pipi Lee lembut, ia menempelkan dahinya pada kening Lee dan tersenyum bersama dalam haru. Bagi Angelo siapapun Leeandra itu tak penting. Masa lalu tak akan bisa diulang lagi, masa depanlah yang harusnya disiapkan dengan matang.

Angelo mengajak Lee duduk kembali, menghabiskan malam bersama dan berlama-lama di sana. Setelahnya Angelo mengajak Lee ke sebuah cafè dan mengobrol banyak hal dengannya. Angelo tak ingin berpisah dengan Lee, tanpa mereka sadari malam sudah semakin larut.

"Ang, kau besok harus kerja juga, ini sudah malam." Lee mengajak Angelo untuk pulang.

"Rasanya aku tak ingin berpisah denganmu." Angelo menahan tangan Lee untuk tinggal beberapa menit lagi.

"Kau ini, seperti anak remaja baru jatuh cinta saja." Lee menarik tangan Angelo untuk segera bangkit dan pulang.

"Biar." Angelo menggandeng tangan Lee keluar dari Eustace. Angelo tersipu dan melihat ke arah Lee berkali-kali saat mengantar Lee pulang.

"Ang, kau akan menabrak jika tak perhatikan jalan." Lee mengingatkan Angelo agar menyetir dengan benar.

Angelo tertawa kecil dan tetap menggenggam tangan Lee. Sesampainya di rumah, Ira hanya melihat sekilas dan kembali ke dalam lagi, membiarkan Lee yang datang dengan pria yang ia kenali sebagai teman majikannya itu bersama.

"Besok akan kujemput kita berangkat bersama."

"Tak usah, rumah kita berbeda jalur nanti kau akan telat ke kantor," ujar Lee mengingatkan.

"Kalau begitu sebaiknya aku menginap saja di sini." Angelo masih saja menawar.

"Pulanglah, ini sudah malam," pinta Lee pada Angelo.

"Selamat malam, Sayang. Masuklah." Angelo mengecup punggung tangan Lee dengan lembut dan berjalan mundur mendekati mobilnya. Lee tertawa melihat kelakuan unik Angelo yang terus melihatnya.

Angelo melambaikan tangannya dan membawa mobilnya menjauhi rumah Lee. Ira tersenyum saat Lee masuk ke dalam rumah, ia senang melihat majikannya bisa tersenyum begitu indah bersama pria yang terlihat menyayanginya.


Aww awww si Angelo sweet banget sihh!! Beli di Tokopediaada enggak ya cogan model Angelo?

Eccedentesiast ✓ [Terbit : Ready Stock]Where stories live. Discover now