05

349K 20.4K 228
                                    

Saga POV

Gadis di depanku sepertinya gelagapan waktu tahu aku mengajaknya ke apartemen karena memang situasi disini tidak aman jika membicarakan pernikahan rancangan kami. Apa dia pikir aku ini prevert ya?

"Kita hanya membicarakan pernikahan. Tidak lebih. Kebetulan apartemen saya tidak jauh dari sini." Aku mencoba menenangkan Lisa yang terlihat jelas sedikit gelisah. Dia tidak menjawab dan hanya menatapku.

"Kalo kamu tidak mau di apartemen saya, mungkin kita bisa ke apartemen kamu," aku mencoba memberikan pilihan.

"Nggak usah," jawabnya cepat. "Nggak papa di apartemen kamu aja. Apartemenku jauh dari sini." Sambungnya ragu-ragu. Wanita ini lugu sekali. Apa dia tidak pernah berduaan dengan laki-laki?

"Kalo gitu kita naik bis saja. Cuman 10 menit," tadi kami berjalan kaki ke sini karena memang jaraknya hanya 200 meter dari rumah sakit. Malas juga kalo harus balik ke rumah sakit ambil mobil. Toh, halte bis pas di samping restoran ini

"Na-naik bis?" Lisa menatapku tak percaya.

"Iya naik bis. Kenapa?" Aku sedikit heran karena dia seperti tak percaya.

"Nggak papa sih. Aku cuman sudah lama gak naik bis." Dia tersenyum yang membuat matanya sedikit menyipit. Menggemaskan sekali. Tapi bukan berarti aku suka. Hanya menggemaskan. Cukup sampai disitu.

"Ya sudah kamu tunggu saya di halte, saya bayar dulu."

"Biar aku saja yang bayar," Lisa cepat-cepat mengeluarkan kartu kredit silver unlimitednya ku rasa.

"Ini makan siang pertama kita. Biar saya yang bayar dulu. Let me be a gentleman," aku tersenyum dan segera beranjak ke kasir. Setelah selesai membayar Lisa yang sudah berdiri di pintu keluar berjalan beriringan bersamaku menuju halte bis.

"Kamu lebih sering pake bis kalo ke rumah sakit?" Ujarya membuka percakapan.

"Iya. Lebih praktis. Tapi aku sebenarnya juga punya mobil kalo kamu penasaran." Aku mengajaknya bercanda agar suasana sedikit cair. Sepertinya berhasil. Buktinya dia merasa lucu meski hanya tersenyum sebentar. Tak lama kemudian bis jurusan ke apartemenku tiba. Sepertinya sedang banyak penumpang. Buktinya ada beberapa orang yang sedang berdiri.

"Kamu gak keberatan kalo kita berdiri? Sepertinya tak ada tempat duduk yang kosong," aku melirik Lisa yang sedang menatap ke dalam bis.

"Iya gak papa kok," jawabnya dan beralih melihatku.

"Kalo begitu ayo naik" aku mempersilahkan Lisa untuk naik terlebih dahulu. Benar saja, semua tempat duduk penuh. Lisa berjalan agak ke tengah dan segera mencari pegangan. Aku berdiri tepat di hadapan Lisa, kedua tanganku berpegangan pada pegangan yang tergantung, sehingga terlihat aku seperti sedang mengurung Lisa.

Aku sengaja melakukannya, agar dia tidak merasa risih berdesakan dengan penumpang lain. Aku hanya mencoba melindungnya. Sepertinya dia baik-baik saja.

Aku bisa mencium bau apel dari rambut Lisa yang sedang dikuncir karena jarak kami yang berdekatan, dan menampakkan lehernya yang jenjang.

"Emmm berapa lama lagi kita akan sampai?" Akhirnya dia bersuara namun tak menatapku.

"Tinggal satu pemberhentian dan kita sampai." Aku melihat dia mengangguk dan kembali menunduk.

Akhirnya kami pun sampai di halte dekat apartemenku. Tinggal berjalanan kaki 50 meter saja. Begitu sampai di depan lift, kami segera masuk karena kebetulan ada sepasang bule yang juga ikut naik.

Aku menekan angka 10 dan pintu segera tertutup. Segera setelah pintu lift tertutup, sepasang bule yang sudah tak muda lagi itu melakukan aksi tak senonoh. Merek berciuman tanpa memperdulikan aku dan Lisa yang mulai merasa awkward dengan situasi ini.

Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now