49

227K 13.2K 402
                                    

Author POV

Lisa mengaduk minumannya, kemudian menyesap sesaat minumannya agar rasa 'panas' dalam tubuhnya bisa sedikit hilang. Sementara di depannya, duduk seorang pria yang menjadi penyebab emosinya saat ini.

"Sorry udah ganggu Lo malam-malam," ucap Marco dan tertunduk malam tidak berani menatap Lisa. Sungguh, wanita di depannya sangat mengerikan. Seperti siap menerkam kapan saja.

"Iyalah! Ganggu banget. Ngapain telpon gue dan minta ketemu tengah malam gini?" Sinis Lisa dan menyesap kembali es kopi yang dipesannya.

"Karena hanya Lo yang paling waras dan bisa ngerti gue diantara kalian,"

"Maksud Lo paling waras? Berarti Yolan dan Rere gila gitu?" Mata Lisa melotot, membuat Marco jadi ngeri sendiri.

"Bu-bukan gitu!" Seru Marco cepat-cepat meralat. "Maksud gue, Lo yang paling bisa diajak ngomong, satu-satunya orang yang bisa gue andalkan Lis,"

"Cih, kayak gue mau bantu Lo aja," sinis Lisa dan menujuk Marco tepat di wajahnya "Gue juga lagi marah sama Lo, tahu?!"

"Gue tahu, but, by the way, thank you so much tetap datang ke sini," Marco tersenyum begitu tulus, hingga Lisa tidak bisa kembali memuntahkan marahnya. Marco kembali melanjutkan kalimatnya saat melihat Lisa hanya diam "Gue minta maaf tentang kejadian waktu itu. Gue mabuk, and I saw Yolan, then, everything's out of my control,"

"So? Kenapa baru minta maaf sekarang? Ke mana aja Lo? Dan yang terluka Yolan, bukan gue. Jadi Lo salah orang buat minta maaf,"

"I know! Gue bajingan, bangsat, pengecut, brengsek, apapun definisi Lo tentang gue. Gue nggak punya muka buat ketemu Yolan. Gue tahu dia benci banget sama gue sekarang. Entah kenapa gue takut ketemu Yolan. Gue..." Marco tak bisa melanjutkan kata-katanya yang tercekat tangisan yang ditahannya setengah mati. Lisa tetap memasang wajah garangnya, meski iba dalam hati.

"Gue hampir bunuh bayinya," sambung Marco sangat pelan namun masih bisa ditangkap pendengaran Lisa. Disinilah, Lisa harus memainkan peran pura-pura tidak tahunya.

"Bayi apa?!" Seru Lisa dengan nada tinggi. "Jangan ngaco! Yolan nggak hamil. Lo pikir dia cewek murahan? Hamil diluar nikah?"

"Lisa, please. Gue tahu, Yolan yang nyuruh Lo buat tutup mulut. Gue memang mabuk waktu itu, tapi gue bisa dengar dengan jelas teriakan Rere waktu dia bilang gue udah bunuh bayinya Yolan. Gue yakin, gue nggak salah dengar. Sekarang gue ngerti kenapa dia menghindar dari gue. Karena gue akhirnya yakin, dia hamil, hamil anak gue. Iya, kan?"

"Lo pasti masih mabuk! Ngaco banget omongan Lo," geram Lisa dan bangkit dari duduknya, menghindari Marco dan tatapannya yang mengintimidasi. Marco menahan tangan Lisa, menarik nya hingga dia terduduk kembali.

"Gue belum selesai bicara. Kasih gue waktu 10 menit buat ngomong setelah itu Lo boleh pergi," Marco memohon dengan mengatupkan kedua tangan di depan dada. Lisa mendengus kesal namun mengiyakan permintaan Marco. Dia duduk sambil melipat tangan di depan dada, dan menatap tajam Marco.

"Cuman 10 menit," ucap Lisa dan diikuti anggukan Marco.

"Gue bingung harus mulai dari mana. Intinya, gue dan Yolan udah kenal lama banget, dari jaman kita kuliah dokter umum. Gue dulu nggak serius sama Yolan. Gue jadiin dia taruhan sama teman-teman gue," Marco mengembuskan napas cepat, seakan bersiap untuk menceritakan bagian terburuk. "gue taruhan bisa ajak tidur Yolan and take her virginity. Kalau gue menang, gue dapat uang sepuluh juta,"

Lisa memejamkan mata, menahan emosinya. Sungguh, ingin rasanya Lisa memecahkan vas bunga di hadapannya ke kepala Marco mendengar ceritanya. Keperawanan Yolan hanya seharga sepuluh juta???

Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now