30

275K 15K 391
                                    

Author POV

Lisa sesekali bersenandung kecil sementara tangannya sibuk menggulung omelet sayur. Padahal saat ini masih jam 5 pagi tapi rasa kantuk tak sedikit pun terasa. Mungkin ini efek dari bahagia karena kejadian kemarin. Kejadian di mana akhirnya mereka sama-sama tahu perasaan satu sama lain.

Setelah omeletnya matang, Lisa segera menyajikan di atas meja makan dan naik ke lantai 2 membangunkan Saga yang masih terlelap. Lisa tersenyum saat melihat Saga tidur dalam posisi telungkup, wajahnya menghadap ke arah pintu dengan kedua tangan terselip di bawah bantal.

"Ayo jelek bangun!" Seru Lisa tepat di depan telinga Saga. Pria itu hanya bergerak mengalihkan kepalanya ke arah kanan karena merasa terganggu. "Ihh? Malah tidur lagi? Bangun Ga, sarapan," ucap Lisa gemas dan mengigit pipi Saga pelan, namun membuat pria itu tetap tak bergeming.

"Aku buat omelet loh. Enak banget," Saga masih tetap menutup matanya, lebih memilih tidur.

"Kamu nggak mau bangun nih? Aku harus sarapan sendirian?" Lisa membuat suaranya terdengar sedih, berbanding terbalik dengan wajahnya yang sedang menahan senyum. Berhasil. Saga membuka mata meski terasa perih karena baru tidur beberapa jam. Tangannya bergerak membantunya untuk bangkit dan duduk. Saga menguap lebar dan mengucek kedua matanya yang terasa sepat sebelum menatap Lisa.

"Ini masih jam setengah 6 pagi Lisa," keluh Saga saat menatap Lisa dan jam digital di atas nakas bergantian.

"Tapi aku lapar dan nggak mau makan sendiri," Lisa terdengar merajuk. Mata Saga menyipit masih belum mampu membuka seutuhnya. "Lagian, kita tidur jam 10 kan?" Tanya Lisa memastikan. Seingatnya, setelah acara "katakan cinta", mereka memilih menutup hubungan baru mereka dengan sebuah makan malam romantis di rumah. Tepatnya di roof top, tempat mereka mengadakan acara barbecue saat peresmian rumah. Setelahnya, mereka memutuskan untuk beristirahat di kamar Saga.

"Iya, kamu tidur jam 10. Tapi saya tidur jam 3," mata Saga bergerak cepat mengusir rasa kantuknya. Sekali lagi dia menguap lebar.

"Jam 3? Kamu ngapain aja baru tidur jam segitu?" Lisa merasa heran, karena sampai dia bangun, dirinya masih berada dalam pelukan Saga. Hal pertama yang dilihatnya setelah membuka mata adalah wajah Saga yang tengah pulas.

"Saya tidak bisa tidur," jawab Saga pendek dan mencuri sebuah ciuman di pipi Lisa. Namun Lisa tak menanggapi, masih penasaran.

"Kenapa nggak bisa tidur? Jangan-jangan karena aku meluk kamu kencang banget?" Saga menjawab dengan sebuah gelengan kecil.

"Kalo.... Saya kasih tahu alasan saya nggak bisa tidur, kamu nggak akan marah, kan?" Saga menggaruk pipi dengan satu jari seakan ragu menjawab pertanyaan Lisa. Kemungkinan besar Lisa akan tersinggung, bahkan bisa tak percaya padanya.

"Nggak. Aku nggak akan marah," ucap Lisa mantap, namun sedikit khawatir sekaligus gelisah. Jawaban macam apa yang akan membuatnya marah?

"Kamu... nggak akan tersinggung juga, kan?" Saga masih memastikan. Lisa mengatupkan bibirnya keras tanda mulai kesal karena Saga yang masih berputar-putar.

"Jawab aja aku nggak bakal marah atau pun tersinggung!"

Saga cepat-cepat berdehem dan menjawab sebelum istrinya jauh lebih kesal "Saya nggak bisa tidur, karena..." Lisa menahan napas sebelum Saga melanjutkan "kamu mendengkur sangat keras,"
***
Yolan berjalan pelan, merasa tubuhnya akan terlepas menjadi beberapa bagian-terutama kakinya- saking lelahnya. Lelah fisik, batin, pikiran, semuanya. Membuatnya memutuskan untuk pulang lebih cepat untuk istirahat. Sekaligus menghindari Marco. Seharian ini, pria tersebut mencuri kesempatan agar bisa berdua. Namun Yolan takkan membiarkan hal itu terjadi. Dia tidak ingin bertemu Marco apapun yang terjadi. Resign, sempat terlintas di benaknya, agar dirinya benar-benar tak dibayangi oleh Marco. Tapi, mengorbankan karir cemerlang seperti sekarang demi pria brengsek bernama Marco merupakan kerugian yang luar biasa. Lagipula, Yolan sangat menyukai rumah sakit tempat dia bekerja saat ini. Mungkin dia akan berpikir ulang, atau mencari solusi lainnya. Jika ada yang pergi, seharusnya Marco yang menghilang dari hidupnya, bukan Yolan.

Are We Getting Married Yet?Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon