Part 4

13.2K 868 24
                                    

Jangan lupa vote, coment, and share!

***

Suasana kelas ramai tak seperti biasanya. Hal itu dikarenakan Galang dan Harun yang bermain kejar-kejaran. Sampai membuat beberapa teman di kelasnya protes karena mengganggu ketenangan. Dan bukannya berhenti, kedua anak itu malah makin jadi. Kalau Bu Mayra tahu, tamatlah riwayat kedua anak itu. Bisa-bisa kena hukum.

Tadi, Fadil mendapat amanah dari Bu Mayra untuk mengkondisikan anak IPA 2. Awalnya semuanya aman, tapi lima menit kemudian, suara gaduh dari bangku Galang dan Harun pun terdengar. Tidak tahu meerebutkan apa, tapi keduanya lari-larian seperti tom and jerry. Fadil yang sudah memperingati pun sampai bosan. Ia memilih diam di bangkunya. Menunggu sampai kedua anak itu berhenti.

"Gue heran, tuh bocah kelakuannya nggak pernah berubah," komentar Arvin. Melihat Galang yang kejar-kejaran dengan Harun.

"Teman lo kan, Vin?" ucap Dion, tertawa.

"Iya-in," cibir Arvin. Sekarang, kupingnya sengaja dia sumpal dengan earphone. Kepalanya pun dia sandarkan di atas kedua tangannya yang dia lipat sebagai bantal.

"Ah, bosen. Kenapa juga Bu Mayra absen," keluh Dion.

"Macam kau rajin aja Yon, Yon," sahut Jaka di bangku kanannya.

"Eh, gue rajin. Nih, pr Bu Mayra gue udah siap," ucap Dion menunjuk buku tulisnya.

"Bisa nyonteklah kalau gitu," Jaka terkekeh.

"Nggak. Enak aja," dengan segera anak itu menyimpan buku tulisnya ke dalam tas. Jaka yang melihatnya pun tertawa. Dion terlalu takut kalau dia akan menyontek, padahal dia juga sudah mengerjakan pr yang Bu Mayra berikan.

"Santai Yon, gue udah kok," ujar Jaka tertawa.

"Bangke lo!" sahut Dion. Dia mersa dipermainkan. Sedangkan Jaka tertawa terbahak-bahak.

"Eh, Dion mulutnya minta dicabein yah?" ujar Rani, membuat Dion menoleh. Tercengir kuda seperti minta ditinju.

"Keceplosan, Ran. Jangan marah, ya? Janji deh nggak ngomong kayak gitu lagi," ucap Dion sungguh-sungguh. Kedua tangannya pun menyatu di depan dada. Seperti memohon ampun.

"Tau, ah. Gue nggak mau terus-terusan ngingetin. Toh, lo yang bilang kayak gituan, dan lo juga yang bakalan dosa," ujar Rani, kembali melanjutkan aktivitasnya, bermain game cacing.

Sejak adanya game itu, para cewek mengaku kalau mereka adalah anak gamers.

Dion menghela napasnya. Sepertinya Rani bosan mengingatkannya akan hal itu. Mulutnya ini memang susah sekali diatur. Ini pasti karena sering bermain sama Arvin, makanya dia jadi tertular kata 'bangke' itu. Memang, mulut Arvin itu suka ceplas-ceplos. Kalau kata Rani sih, 'kalau ngomong nggak difilter dulu'.

"Ih, Galang buku gue jatuh!" seru Jeni ditempat duduknya. Aksi Galang dan Harun masih berlanjut.

"Nggak tau tuh. Tadi aja meja gue dia senggol," cewek bernama Sisi ikut menyahut disela-sela berselfie.

"Sorry Jen, ambil sendiri, ya!" ucap Galang, masih berlari.

"Sorry-sorry. Dari tadi lo bilang gitu mulu, ganggu tau nggak!" ujar Jeni dengan kesal, dan mengambil bukunya yang terjatuh di lantai.

"Biasalah mereka, MKKB," ujar Juna.

"Apaan tuh MKKB?" tanya Varo.

"Masa kecil kurang bahagia," jawab Juna. Beberapa anak yang mendengarnya jadi tertawa.

"Ah, lo payah, Run. Masa' dari tadi ngejer gue lo nggak bisa," ucap Galang.

Kelas ramai karena ulah kedua anak itu. Protes? percuma saja. karena pada ujung-ujungnya Galang dan Harun akan tetap melanjutkan keseruan mereka. Berlari, entah memperebutkan apa.

"Tunggu lo, Lang," ucap Harun kemudian mempercepat langkahnya.

Kalau guru tahu, bisa jadi masalah ini. Pertama, Fadil selaku ketua kelas akan diceramahi karena tidak menjalankan tugasnya. Kedua, guru itu akan mengadu ke Bu Mayra apa yang terjadi di kelas saat itu. Ketiga, mereka semua akan kena hukum. Tidak peduli siapa yang berulah, yang jelas mereka semua salah. Karena hal itu pernah terjadi sebelumnya saat kelas X.

"Galang, Harun, udah dong, nanti kita semua kena hukum gimana?" ujar Fadil. Dari suaranya terlihat sekali kalau dia bosan. Lelah melihat apa yang terjadi didepan matanya.

"Iya woy. Nggak lucu kalau kena hukum lagi kayak dulu. Gue ogah!" sahut Wahyu. Yang lainnya pun mengangguk setuju.

Masih. Galang dan Harun tidak mengindahkan omongan teman-temannya. Sampai di detik kelima, Rakha yang sedari tadi diam dengan earphone yang menyumpal di telinganya mulai bersuara.

"Lang, Run. Bisa berhenti, nggak?"

Seketika kelas menjadi senyap. Galang dan Harun berhenti berlari. Yang lainnya pun ikut terdiam dan melihat Rakha yang memasang tatapan tajamnya. Sampai Arvin heran karena kelas mendadak sepi. Alhasil, anak itu mengangkat kepalanya dan melepas earphone yang menyumpal indera pendengarannya. Melihat semua anak melempar tatapan kearah belakang, Arvin pun menoleh dan mendapati Rakha dengan tatapan tajamnya. Ah, dia tahu sekarang penyebab anak-anak menjadi diam.

Melihat wajah Rakha yang serius seperti itu. Galang dan Harun segera duduk di bangku mereka. Diam, tak berani membuka suara. Melihat hal itu, Fadil tersenyum senang. Akhirnya, kelas menjadi aman, damai dan tentram. Rakha pun memasang earphonenya dan kembali memejamkan mata. Tanpa Rakha sadari, kalau Zahra memperhatikannya karena hal yang dia lakukan barusan.

Merasa sedang ditatap seseorang. Rakha menoleh ke samping, mendapati Zahra yang sedang menatapnya tanpa kedip. Entah, Rakha tidak tahu apa maksud tatapan gadis itu.

"Kenapa?" tanya Rakha dengan nada datarnya. Zahra hanya menggelengkan kepala, kembali melihat ponselnya. Rakha pun mengendikkan bahunya acuh tak acuh. Lama-lama dia tidak betah berada di kelas ini. Sejak tadi ada saja hal yang mengganggu ketenangannya.

Bangkit dari duduknya, cowok itu berjalan keluar kelas. Beberapa anak sempat meliriknya sebelum akhirnya Rakha menghilang di balik pintu kelas. Zahra yang melihat hal itu mengh\embuskan napasnya dengan pelan. Bodoh. Kenapa dia tadi menatap Rakha seperti itu?

Apa jangan-jangan Rakha marah karena dia tatap tadi. Oh ayolah, Zahra tidak sengaja melakukan hal itu. Dia sendiri pun bingung kenapa bisa menatap Rakha seperti tadi. Lalu, apa yang harus dia lakukan sekarang. Meminta maaf? Tapi, apa benar dia yang salah? Mungkin saja Rakha keluar ingin ke toilet atau kantin untuk membeli minum.

Baiklah, Zahra akan minta maaf kalau Rakha sudah kembali ke kelas saja. Daripada repot-repot mengejar cowok itu yang dia sendiri tidak tahu ke mana perginya. Malah nanti dia sendiri yang tersesat lalu diculik oleh hantu penghuni sekolah. Kan serem. Tidak, Zahra akan tetap berdiam di kelas saja.

***

Follow Instagram:
puspasetyaa_

Puspa Setyaningrum
Prabumulih, 29 Februari 2020

Zahra & RakhaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora