BAB III - Marionette

84 11 0
                                    

"HAH?!!!!"

Aku bangkit dari tidurku, mencerna kata perkata dari ucapan Raze. Seakan tahu kalau itu akan memakan waktu yang lama, dengan wajah tak bersalahnya Raze kembali melanjutkan bacaan bukunya.

Dan saat aku tersadar akan perkataannya, otakku lebih dulu memproses hal yang lebih penting.

Jangan teriak.

Kalau kau tahu alasan mengapa diberi nama 'Asrama laki-laki', maka jangan teriak. Batinku seolah punya pemikiran sendiri.

Aku menarik nafas dalam-dalam, tanpa membuat keributan dan setenang mungkin bertanya. "Bagaimana caramu membawaku diantara ratusan pasang mata yang akan melihatku?"

Kalau Raze menjawabnya, aku bisa pergi dari sini. Tunggu, pergi ke mana memangnya? Ah, ke manapun asal bukan di tempat ini.

"...terbang?" balasnya pendek tanpa menoleh sedikitpun.

Aku menepuk dahiku dengan tangan, dia tidak salah justru akulah yang salah, seharusnya pertanyaanku lebih panjang dan spesifik lagi!

"Bukan itu maksudku. Kau tidak mungkin kesini tanpa dilihat orang kan, tapi kau berhasil membawaku masuk. Bagaimana caramu melakukannya? Apakah di sini ada jalan rahasia? Kalau ada, tolong katakan padaku."

"Kau berisik, diamlah." bentaknya dengan nada dingin cukup dengan tiga kata.

Berhentilah Atha! Umur laki-laki itu akan berkurang kalau menjawab pertanyaanmu!

Aku mendengus sebal dan melihat celah jendela, ada banyak orang yang terbang dengan sapunya ... persis seperti dunia dongeng yang sering kubaca waktu kecil. Dan juga waktu masih kecil aku sering memimpikan dunia ini. Atau karena Thermite sudah menjelaskannya dengan baik sehingga aku tidak sekaget itu saat kedua kali melihatnya.

"Atha ...."

"Ya?" sahutku mengernyitkan dahi, aku tidak salah dengar kan, Raze baru saja memanggilku kan, karena kalau aku salah dengar sungguh harus ditaruh mana wajahku. Mungkin dia akan mengejekku, atau bisa lebih parah lagi.

"Tidak ada. Aku hanya bergumam."

Aku mengepalkan tangan hendak memukul wajahnya, tapi melihat situasinya yang tidak akan menguntungkanku, jadi kuurungkan. Benar-benar sebuah padadox.

Raze tidak berpindah posisi, dia masih setia dengan bukunya bahkan setelah waktu berlalu. Aku tidak tahu jam berapa sekarang, tidak ada jam sejauh mata memandang.

Aku bisa mencium aroma cokelat dari ruangannya, sepertinya bau itu datang dari salahsatu ramuan yang berjajar rapi di kamarnya. Mengingat kalau dia adalah laki-laki, aku cukup takjub dengan caranya menata barang.

Atau jangan-jangan kekuatannya adalah menata sesuatu menjadi simetris?

"Raze ... kekuatanmu sihirmu apa?" tanyaku penasaran, Thermite bisa mengendalikan suhu dan sudah pasti Raze juga punya kemampuan sihir.

Raze tidak menjawab dan pada detik selanjutnya aku tersadar.

Kenapa kau malah bertanya lagi Atha?!

Raze menolehku sebentar, lalu dengan dinginnya menjawab, "Bukan urusanmu."

Aku ingin pergi dari sini!!!

Trinnnnggggg....

Trinngg!!

"Raze kau di dalam? Aku bersama Shia-sensei."

Tringggg!!!

Belum lagi kesal karena perlakuan Raze yang menyebalkan itu, aku mendengar suara seorang gadis dari pintu berbentuk lengkungan itu. Dari suaranya yang tidak asing aku tahu dia adalah gadis pengendali suhu yaitu Thermite.

The SorcheressWhere stories live. Discover now