BAB VIII - Black Chaotic Times

111 10 2
                                    

Sengat terik matahari di sudut pohon membuatku mau tak mau makin mendekat ke tempat berbaringnya Raze. Raze meletakkan lengan kirinya hingga menutupi mata sementara tangan satunya terulur begitu saja di atas rumput. Saat aku melihat telapak tangannya, mataku menangkap sesuatu yang putih bening tapi agak buram sedikit yang menutup telapaknya. Aku tidak menyadarinya tapi hari ini Raze mengenakan sarung tangan.

Kuletakkan topi penyihir yang sedari tadi ada di kepalaku. Memakai ini memang tidak diwajibkan tetapi fungsi untuk meminimalisir dampak sihir tidak bisa dianggap sepele. Mudahnya, jika seekor monster menyerangmu. Dalam satu serangan yang seharusnya menghempas tubuhmu jauh ke belakang, akan di minimalisir sehingga terhempasnya tidak sejauh dampak asli. Sama seperti seragam, warna topi disesuaikan dengan tingkatan kelas. Abu-abu untuk kelas satu, Hitam untuk kelas dua, dan Putih untuk kelas tiga. Sebenarnya mereka memiliki nama, tapi saat itu aku masih belum bisa membaca huruf sorcheress.

Di atas langit tidak jauh dari Hutan Aguirres ada satu tumbuhan menyulur yang membentuk lingkaran dan bergerak mengelilingi tempat yang sama. Kalau tidak salah namanya Taim yaitu jam di sini. Saat ini sulur Taim membentuk sudut di Utara yang menandakan waktu tersisa 30 menit lagi. Ngomong-ngomong meski sama-sama memiliki waktu 60 menit untuk satu jam-nya. Dunia ini menggunakan 60 hari untuk satu bulan nya. Mereka memakai kalander Calanda yang mana tidak menggunakan senin sampai minggu untuk harinya melainkan Nines, Asales, Ubar, Simak, Tamuj, Utbas, dan Uggnim. Meski begitu, satu tahun tetap terdiri dari 12 bulan.

Dan untuk makanannya ... mereka(anak perempuan di asrama) bilang, para penyihir bisa menggantikan makanan dengan ramuan. Meski praktis, kita tidak bisa berharap banyak pada rasa ramuan kecuali kalau kau ahli ramuan yang bisa memanfaatkan bahan-bahan dunia ini untuk membuat rasa, tapi tetap saja ramuan berbentuk cairan. Kemungkinan setelah mencampurkan bahan-bahan dunia ini ke ramuan ada dua, pertama kau berhasil dan bisa menikmati rasa makanan atau kedua kau terkena efek samping ramuan-mu dan gagal. Karena tidak semua bahan-bahan dari dunia ini aman di konsumsi. Tapi kalau tidak mau repot sebenarnya akademi punya dapur khusus dan kelas memasak untuk mereka yang ahli dalam bidang itu di dunia nyata.

Wush~

Angin begitu saja melewatiku dan menghempas topi penyihir yang terletak di sebelahku. Saat aku hendak berdiri untuk mengambilnya sebelum terbang lebih jauh, sebuah tangan lebih dulu menangkap topi milikku. Posisinya tidak berubah. Masih bebaring dan lengan kirinya tetap menutupi wajahnya. Hanya tangan kanan-nya saja yang menghadap lurus ke langit dan menggenggam topi penyihirku. Dia sudah bangun?

"Kau sangat berisik." tangan kirinya mulai terlentang dan menampilkan sepasang iris emas di matanya. Raze meletakkan kembali topi penyihirku ke tempat semula.

Kalau dipikir-pikir sejauh ini aku tidak melihat anak laki-laki memakai topi penyihir. Apakah memang tidak ada ataukah jenisnya berbeda?

Raze bangkit dari posisi berbaringnya dan duduk disebelahku seraya mengacak rambutnya yang memang agak kotor. Entahlah, mungkin itu juga ciri khasnya.

"Tempat ini sangat hijau ya. Berbeda sekali dengan dunia nyata." aku menghela nafas sesaat lalu melirik Raze yang tidak kuketahui apa ekspresinya. Dia hanya datar—mengejutkanku—dan selalu kutemukan di berbagai tempat. Raze hanya diam saja, tentu saja aku tahu akan begitu. Saat aku mengucapkannya aku tidak berharap Raze akan menjawab.

"Lalu kau harus pergi ke duniaku," jawabnya datar sambil menolehku sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya. "ke dunia sihir yang sebenarnya."

"—?"

"Tidak. Lupakan saja." Raze berdiri dan mengambil sapu terbangnya.

Aku refleks menahan tangannya, "Kau bisa teleport. Kenapa harus memakai sapu terbang?" tanyaku. Raze melirik ke tanganku yang menggenggam tangannya, segera aku melepaskannya.

The SorcheressWhere stories live. Discover now