BAB IX - Hatred

45 7 2
                                    

"Athalia..."

Aku terbangun mendengar suara berbisik yang tampak familiar di telingaku. Angin lembut yang melewati sela-sela rambutku juga menerbangkan rambut seorang gadis yang sedang duduk memeluk kedua lututnya di sebelahku.

Gadis dengan rambut yang terurai panjang sampai menyentuh tanah tempatku berbaring itu tersenyum lembut tanpa ragu. Kedua tangannya tak lepas menggenggam erat lututnya. Tapi entah kenapa wajahnya hanya samar...

"Lama tidak bertemu," suaranya yang lembut dalam sesaat membuat siapapun terpana. Aku hanya diam, seakan terhipnotis untuk tidak bergerak seinci pun dari posisiku.

Lalu keheningan menjadi cukup lama sehingga aku memutuskan untuk membuka suara duluan. "Apa kita kita saling mengenal?"

Seakan menghiraukan pertanyaanku, gadis itu berdiri dan mengulurkan tangannya sehingga aku ikut berdiri dengannya juga. Dia melihat kedepan, membuatku ikut melihat ke depan juga di mana ada sebuah pohon besar yang mirip dengan pohon di Hutan Aguires. Tetapi tidak ada taman bunga disana, hanya ada hamparan rumput hijau yang luas.

"Bukankah ini tempat yang indah?" dia bertanya lebih mirip bergumam, "sayang sekali kan kalau hanya kunikmati sendiri."

Aku tidak mengangguk apalagi menggeleng, hanya menunggu saja apa yang diinginkan gadis disebelahku ini.

"Dulu ini adalah tempat favorit..."

"Sebenarnya kau siapa?" sergahku cepat.

Gadis dengan wajah samar itu terdiam. "Kalau kau sendiri tidak tahu, apa lagi denganku."

Suaranya tiba-tiba menjadi dingin.

"Belum saatnya kau mengetahuinya." ucapnya menjeda, "Meskipun..."

"Meskipun?"

Tiba-tiba tubuhnya yang berdiri dihadapanku menjadi butiran cahaya. Lalu gadis itu menghilang dengan raut wajah senyuman penuh air mata.

"...tidak lama lagi."

Hanya dalam waktu yang singkat itu. Yang kutahu angin telah berdesir meninggalkanku seorang diri. Dengan air mata yang entah kenapa...tiba-tiba saja mengalir.

***

Hanya mimpi? Batinku saat menyadari pipiku benar-benar mengalirkan air mata. Segera, kuseka dengan tisu yang ada di pocket samping bantalku.

Aku menatap kanan dan kiri, lalu melihat bagaimana pakaianku masih bertahan dengan seragam dan sebuah jubah yang menyelimutiku. Jelas ini bukan jubah milikku, aku jamin. 

Menyadari tingkahku, Phylla yang tepat berada di kasur samping menatapku diam.

"Jangan menuduhku. Aku bersumpah tidak mengalirkan air di wajahmu." Phylla membela dirinya tegas. "Aku juga tidak tahu apapun soal jubah laki-laki yang kau kenakan. Aku tidak melakukan apapun padamu meski aku ingin." ucapnya kembali membela diri.

Lagian siapa juga yang menuduhnya.
Tunggu sebentar, apa katanya barusan?

"SELAMAT PAGI SEMUANYA!!" Teriak Austine dan Sayuri bersamaan seraya membuka gorden jendela.

Otomatis hal itu mengagetkan penghuni yang masih tertidur pulas di atas kasur.

Tapi satu-satunya yang paling mendominasi adalah teriakan Celia yang membuat keadaan menjadi senyap.

"Apa! Sudah pagi? Marc kenapa kau tidak membangunkanku! Eh?..." Celia menyadari posisinya, lalu tiba-tiba tersenyum mengalihkan diri. "Ah, selamat pagi semuanya. Bisa kalian lupakan ucapanku tadi?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 26, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The SorcheressWhere stories live. Discover now