2. Sepeda

2.7K 343 151
                                    

Metromini kali ini berbeda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Metromini kali ini berbeda. Dingin dan sepi membuatnya lebih nyaman. Biasanya pasti disesaki oleh pedagang asongan, pengamen jalanan, serta asap-asap rokok yang menyesakkan dada. Ku sandarkan kepalaku di tepian kaca bus yang dingin dan nampak basah karena cipratan hujan dan angin yang masih mengajak langit bermain.

"Mbaknya turun di mana, ya?" Sang kondektur bus bertanya.

"Di gang depan Bang, yang ada ibu-ibu jual ketoprak."

"Yah, mbak emang kalo ujan gini si ibu-ibu masih jualan, ya?" Sang kondektur tertawa lagi. Tangannya sembari memegang lembaran uang hasil kerjanya seharian penuh.

"Saya nggak tau bang. Kali aja masih hehe."

Lagi aku menyandarkan kepalaku, sejenak saja untuk bisa merelaksasi keadaan. Metromini sore ini juga tidak terlalu kencang. Setidaknya dia baik kali ini, mengizinkan aku untuk bisa menikmati dinginnya Jakarta lagi.

"Kiri Bang." Aku berdiri, beranjak dari kursi bus untuk siap-siap turun.

"Makasih Mbak Cantik. Besok abang lewat sekolah Mbak lagi, ya?"

Aku hanya tersenyum, kemudian melangkah turun dari metromoni itu. Di depanku sudah ada sahabatku Reina yang menjemputku dengan sepedaku.

"Tumben nyampe sore banget, Ras?" Reina langsung memberikan jaket abu-abu yang dia ambil dari rumahku.

"Iya nih, tadi itu..."

"Hah? Itu kenapa sih?" Reina nampak penasaran. Kakinya mulai mengayuh sepeda menuju rumah.

Ternyata desir angin saat menggunakan sepeda terasa lebih dingin. Tapi, aku kan sudah berdamai dengan hujan. Aku tidak akan lagi mengucapkan sumpah serapah kalau aku benci dengan hujan.

"Tadi... gue kenalan sama seseorang gitu. Tapi, udah deh nggak usah dibahas," ucapku pelan. Sangat pelan.

"Hah? Sama seseorang siapa sih? Kali aja gue kenal gitu," sesekali tatapan Reina mengarah ke belakang. Kalau sudah seperti itu aku pukul pundaknya, karena aku takut kejadian jatuh lagi seperti minggu lalu terulang.

"Namanya, Arga. Lo kenal?"

"Oh, Arga yang sering di panggil Mas Kalem itu, bukan?" Suara Reina tampak bersemangat.

"Hah? Emangnya iya, ya? Malah setau gue dia itu rusuh banget tau Rei," aku mengusap wajahku yang mulai basah. Kali ini hujannya cukup deras.

"Dia gimana, kok bisa langsung kenalan gituuu sihh. Ih kyutt banget kaliaan!"

"Awalnya uhm, dia main-main gitu ke kelas gue. Terus gitu deh rokes-rokes nggak jelas kayak anak cowok lainnya. Terus, mungkin dia ngeliat gue murung terus sendirian gitu. Jadi gak tega kali, ya? Terus dia bilang, 'Gue Arga, gue pulang duluan ya!' dia bilang gitu Rei. Ya ampun gue shock banget tau nggak?"

Reina malah semakin tertawa tidak jelas.

"Yah baru aja kemarin gue cuci nih sepeda, udah kotor lagi aja," keluhku.

Tak mendengar keluhanku Reina malah semakin terpingkal-pingkal. "Ah lucu bangett! Gue nggak bisa sih bayangin komuk lo sama wajah cakep si Arga yang kalem biasa tapi ih ga kedefinisi dah." Reina mengayuh dengan semangat. Belok ke kanan arah gang kelinci, gang rumahku.

'Gue juga seneng bangettt Rei! Seneng banget! Kalo boleh gue teriak sekarang. Gue bakal teriak nih!' Namun, kata-kata itu mana mungkin aku keluarkan sekarang. Aku juga harus bisa jaga image di depan sahabatku ini. Walaupun kami sudah bersama-sama sejak SD sampai kelas 12 SMA.

"Biasa aja ah, kenalan doang kan? Ga usah lebay deh Rei," jawabku sok-sok biasa saja padahal hatiku berteriak kegirangan.

"Pasti tulisan wattpad dan quotes mingguan lo jadi keren banget nih!"

"Haha, emang bakal berpengaruh sebanyak itukah Rei?" Aku mengingat lagi kejadian tadi, pas diawal aku melihatnya dan langsung terpana.

"Yakin sih gue mah. Lo kan gampang baperan haha. Oh iya, gue capek nih harus jemput lo mulu tiap sore. Lagian lo kenapa nggak bawa sepeda aja sih?"

Setiap kali menjemput pasti keluhan menyebalkan itu yang keluar dari mulutnya.

"Nggak ah! Gue masih seneng naik metromini."

"Bukannya Arga juga sering bawa sepeda, ya?" Reina bertanya kepadaku.

Wah Benarkah karya terindah itu sering membawa sepeda? Kalau seperti ini aku juga ingin bersepeda juga. Mungkin suatu sore kita bisa bersepeda bersama? Atau mungkin keliling kota dan menghabiskan senin sore kita lagi?

"Oh iya, Ras. Gue kok nggak denger kata-kata ngebete-in lo yang gedek sama hujan kalo lagi deres gini, sih?"

"Haha, gue udah baikan nih sama hujan."

"Hari ini lo Aneh, Ras," celetuk Reina. Bukannya mengumpat lagi, aku malah senyum-senyum sendiri. Rasanya masih terlalu banyak diksi yang sedari tadi aku pikirkan hanya untuk menggambarkan sosok Arga yang sebenarnya biasa saja. Namun, kenapa dengan kesederhanaannya itu dapat membuat hatiku jadi kalut tak lagi bertaut.

Dan akhirnya sampai di depan rumah. Wangi masakan Mama membuatku semangat untuk masuk. Kali ini bersama Reina, kita akan menyusun materi pelajaran bersama.

Dan malamnya aku akan menulis banyak prosa untuk di pajang di mading sekolah esoknya. Juga membawa segenap memori kecil tentang perkenalan dengan Arga tadi, yang masih membuatku tersenyum kecil tak bisa henti. []

---

Author's Note:

Hai! Chapter 2 udah kepost nih. Gimana? Semoga tetep suka ya bahkan makin suka gitu wkwkwk. Ini sengaja cuman sepedaan aja sederhana sih. Semoga feel penohokohan mereka juga bisa didapet ya. Makasih, chapter berikutnya pasti lebih seru lagi. Jangan lupa tinggalkan jejak kawan ^^

- Adaptasi -

13 Desember 2017

Warm Constellations Where stories live. Discover now