7. Ada yang Berubah?

2.2K 257 65
                                    

Hari kamis, seluruh siswa menggunakan batik kebanggaan sekolah

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Hari kamis, seluruh siswa menggunakan batik kebanggaan sekolah. Jujur, batik ini merupakan seragam kesukaanku. Aku jadi kelihatan lebih rapih dan nyaman karena bahan batik sekolahku itu terasa adem.

Baru saja sampai gerbang sekolah, yang mana aku baru turun dari angkot—karena masih trauma untuk naik metromini lagi. Tapi, angkot itu lumayan lama berhentinya di perempatan dekat Toka-Toki. Menyebalkan, untung saja aku masih bisa masuk dengan aman. Untunglah, harus aku pertahankan agar tidak sekalipun namaku tercatat dalam buku pelanggaran sekolah.

Namun karena kekesalanku kepada supir angkot tadi—membuatku mengucapkan hal yang seharusnya tidak perlu aku sampaikan. "Bang, saya masuk sekolahnya setengah 7 pagi. 5 menit lagi bel masuk. Abang mau tanggung jawab kalau saya telat?" ucapku dengan suara yang bergetar. Sial, sepertinya aku terbawa suasana.

Hingga akhirnya supir angkot itu merasa bersalah kemudian meninggalkan lima calon penumpang yang sedang menyeberang jalan. Aku merasa lebih bersalah, pasti supir itu juga punya keluarga dan anak-anak yang harus di berikan nafkah setiap harinya, kan?

Saat memasuki gerbang—yang biasanya aku langsung lari menuju kelas. Karena, oh. Untuk apa salaman kepada, satpam? Aku pikir dia bukan siapa-siapa? Bahkan, senyum saja aku tidak pernah? Tiada untungnya, bukan?

Lalu di depanku, ternyata ada karya terindah yang sangat aku syukuri kenapa kita bisa bertepatan masuknya. Dia berjalan lebih dulu, dan aku mengikuti langkahnya dari belakang.

Tapi, setelah melihat Arga yang menyalami satu persatu petugas sekolah (selain guru). Seperti satpam, Bi Wati—penjual alat tulis, sampai Bi Ijah—petugas kebersihan sekolah yang tampak kelelahan.

Satu persatu dia salami dengan sopan. Senyum juga merekah di masing-masing wajah mereka. Oh, bahkan Arga tampak keren sekali menggunakan batik sekolahnya. Batik yang dikenakannya juga seperti masih baru. Rambutnya yang masih basah serta rona wajahnya yang cerah, membuat hatiku senang. Pagiku menjadi lebih indah bisa melihat senyumannya.

Spontan, aku berjalan mengikuti langkahnya yang santai. Juga melihat jaket berwarna merah maroon berlambangkan kaca mata dan buku. Tak terasa di depanku sudah ada Pak Satpam serta para petugas sekolah lainnya. Hingga akhirnya aku menyalaminya, dan memberikan semangat.

Tunggu-tunggu, ini seperti bukan Rasya yang nampak egois dan pendiam?

Bahkan saat membeli makanan di kantin. Aku melihatnya yang selalu sabar menunggu antrian, bahkan ikutan membantu beberapa penjual yang kesulitan. Pemandangan itu seakan memelototi mata hatiku. Meluluh lantakkan jiwaku sebagai penulis.

Juga melihat betapa sabarnya Arga dan memilih untuk kepentingan orang terlebih dahulu dibanding dirinya sendiri.

Kemudian aku mengambil mangkuk baksoku dan berjalan mundur di belakang kelas 10. Ku akui telah menyelang antrian mereka selama adik kelas itu pergi ke tempat lain, entah kemana aku tidak tahu.

Warm Constellations حيث تعيش القصص. اكتشف الآن