4. Insiden Metromini

1.7K 238 104
                                    

Setelah merasa cukup untuk duduk-duduk di sekitar mading

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah merasa cukup untuk duduk-duduk di sekitar mading. Aku dan Nabila memutuskan untuk kembali ke kelas. Saat tengah berjalan, Reina tampak muncul berjalan dengan arah berlawanan.

"Hei! Gue nyariin kalian tau, kemana aja?" Suara Reina terlampau kencang sehingga beberapa anak pun ikut menoleh. Seharusnya Reina memanggil Ras, atau Nab. Sehingga tidak semuanya merasa ikut terpanggil.

"Barusan dari kopsis, lo habis nyari kita di mana Rei?" tanya Nabila. Lalu kami bergeser di pinggiran koridor agar tidak menghalangi jalan.

"Di kelas, di perpustakaan, di parkiran juga."

"Uluh-uluh pasti capek, ya? Kasiaaan. Sini-sini minum dulu." Aku memberikan air mineral untuknya.

Reina mengalihkan minumanku. Bukanya bilang terima kasih. Dasar Reina.

"Eh gue mau kasih sesuatu," ucap Reina, kemudian mengambil ponsel dari sakunya.

Aku penasaran. Sesuatu, kira-kira apa, ya?

Lama menunggu ponselnya aktif, karena Reina adalah tipikal orang yang senang menonaktifkan ponselnya kalau sudah tidak digunakan dengan alasan irit. Padahal dia selalu membawa powerbank berukuran batu-bata yang bisa digunakan tiga kali pengisian.

Ini nih banyak yang nge-upload puisi-puisi lo ke snapgram mereka.

Aku mengambil ponsel Reina, memperhatikan siapa saja orang yang mengapresiasi karyaku itu. Ternyata ada Rassel, Gilang, Kinan, dan Nadine. Beberapa lainnya anak kelas 10 dan 11 yang belum aku kenal.

"Seneng banget karya gue di apresiasi sampe segitunyaa!" Aku gemetar tak percaya, padahal itu kutipan yang—biasa saja? Tapi, entahlah. Kenapa magnet Arga di tulisanku jadi semakin kuat?

"Selamatt, kan udah gue tebak. Pasti hasil tulisan lo bakal bagus banget gara-gara di ajak kenalan sama—"

Aku menutup mulut Reina yang kalau dibiarkan semakin menjadi-jadi.

"Sama siapa Rei? Siapa? Cieeee. Ih pantesan bagus gitu." Mata Nabila melirikku dengan tatapan usilnya.

"Udah ah udah ya! Yuk ke kelas sekarang." Aku berjalan duluan. Tingkah mereka membuat wajahku menghangat dan pasti sudah memerah.

"Pantesan Ras, kok kayak dalem banget sih. Enggak taunya buat someone toh," suara Nabila masih bisa terdengar walaupun langkahku sudah lumayan jauh dari mereka.

[]

Hari kedua menjabat sebagai kelas 12 cukup menyenangkan. Meskipun hanya bisa melihat karya terindah itu sebentar, yang sedang menuju masjid, kemudian tersenyum kecil ke arahku.

Argh, mengapa bayangan itu yang terus menerus berputar di otakku saat ini?

Saat ini aku sudah duduk lagi di metromini kemarin. Sudah kukira Abang itu akan lewat depan sekolahku. Hari ini tidak hujan seperti kemarin. Hanya mendung disertai desir angin yang mulai memberikan pesan kepadaku bahwa dia siap mendengar cerita dan kesedihan sang langit—hujan akan turun.

Warm Constellations Where stories live. Discover now