6. Kedai Senja

1.6K 215 95
                                    

Cemas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cemas. Bukankah rasa cemas itu hadir setelah munculnya rasa sayang kepada seseorang? Bukankah rasa cemas datang sebagai wujud peningkatan rasa cinta kita kepada seseorang juga? Jadi, rasa cemasku padamu itu semacam wujud peningkatan rasa yang ku berikan hanya untuk seseorang. Yang nyatanya entah dia begitu atau menganggapku berlalu. Atau, hanya sebagai bayangan semu dan lagu kala sendu.

Setelah merapikan isi tas dan mengganti seragamnya. Arga mengajakku ke suatu tempat. Waktu menunjukkan pukul 5 sore.

"Kita mau ke mana Ga?" tanyaku sebelum naik ke sepeda.

"Kedai senja Ras, lo tau?"

Aku menggeleng.

"Ya udah ikut gue biar tahu ya!" Setelah itu Arga melajukan sepedanya perlahan. Aku ikut menikmati irama angin yang menerbangkan rambutku pelan. Juga setiap detiknya yang sangat berharga.

Arga juga menjadi sosok yang hangat kalau sedang berdua. Dia banyak bercerita tentang pengalaman masa kecilnya. Dan, ekspresinya itu berubah-ubah sesuai cerita yang dia sampaikan. Kadang sedih, tertawa, hingga memberikan contoh lagu-lagu yang ia nyanyikan saat kecil.

"Arga, maaf ya kalau gue kira pertama kalinya itu lo kayak badboy gitu," ucapku pelan.

Arga tertawa, tangannya bergerak memperbaiki helm sepedanya. "Nggak apa-apa kok. Banyak juga yang bilang gitu. Gue juga aneh Ras. Pas mereka tahu gue, baru deh bilang gue anak baik. Padahal gue biasa aja. Masih banyak temen-temen gue terutama sahabat gue yang jauh lebih baik. Gue mah, cuma remah-remah biskuit doang."

Aku tersenyum tipis, "Itu karena lo keren mungkin? Jadi orang beranggapan kalau keren itu badboy?"

"Wah makasih nih pujiannya. Gue mah biasa aja sebenernya. Malahan nggak suka diumbar-umbar gitu. Misalnya banyak yang gini, liat deh Arga gini lho Arga gini lho. Gue ngerasa apa, ya? Mungkin lho bisa liat sahabat-sahabat gue kayak Fawwaz, Gilang atau si Arkan. Gue banyak belajar dari mereka."

"Hm, menurut gue lo baik Ga. Terus apa sewaktu kecil lo langsung baik banget kayak gini?" tanganku menyapu berbagai tanaman kota yang berbaris indah.

"Enggak Ras," jawab Arga. Ada jeda di antara obrolan kita. Begitu juga spasi yang masih berdiri dan belum mau melanjutkan untuk berpindah ke huruf yang lain. Spasi itu hatiku Arga, dia hanya mau terus-terusan menulis tentangmu.

"Dulu malah gue suka tawuran pas SD. Coba bayangin, gue dulu juga sering tuh berantem, perang petasan sama sekolah lain. Pernah juga malakin anak orang, padahal gue udah punya uang jajan sendiri. Yaah... itu gue lakuin cuma karena mau ditakutin banyak orang." Arga menertawakan dirinya sendiri.

"Masa sih?" Aku mengeryitkan dahi.

"Iya, beneran deh. Tapi lucunya karena gue nggak mau sampe ketahuan sama guru. Gue naik angkot tawurannya, sedangkan temen-temen gue yang lain, mereka naik truk. Udah deh semuanya ketauan selain gue," Arga tertawa lepas. Hal yang kutunggu dari tadi adalah tawanya. Juga caranya mengukir senyum yang indah. Tangannya dengan kuat memegang kemudi sepeda, kita melaju bersama.

Warm Constellations Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang