emang bahaya kalau merindu?

648 29 0
                                    

Sudah tiga puluh menit aku duduk memperhatikan setiap gerakannya yang sedang berselancar di dapur dan senyumku tak pernah luntur melihatnya, kurasa aku harus belajar masak padanya. Mana mungkin dia seorang cowok bisa masak, sedang aku tidak? Hmm, Aku meliriknya yang sibuk memindahkan sup buatannya di mangkuk.

"Kamu mau ajari aku masak?" Tanyaku, mendengar pertanyaanku membuatnya menoleh. "Kamu mau?" Dia bertanya lalu kubalas dengan anggukan. Dia tiba-tiba menyodorkanku sendok yang sudah diisi dengan kuah supnya. "He eh?" Aku gelagapan saat dia menyodorkannya dimulutku membuatku membuka mulutku segera. "Aku kan tadi nanya, kamu mau? Kamunya mengangguk," ujarnya.

"Aku kan maunya kamu ajarin aku masak," sahutku. "Aku kiranya kamu mau coba sup aku." Dia membawa mangkuknya kedepanku. "Hmm rasanya enak," pujiku jujur. Rasanya memang benar-benar sedap. "Kalau kamu jadi chef mungkin cocok kali yah?"

"Aku gak mau jadi chef," ucapnya sambil mengambil dua piring dan diletakkannya didepanku dan depannya setelah sebelumnya mengambil nasi. "Kenapa?" Aku bertanya setelah ia duduk didepanku.

"Kenapa apa?" Tanyanya cengo saat ingin menyendokkanku nasi dipiringku. "Kenapa gak mau jadi chef?" Jawabku mengulang pertanyaan.

"Karna aku mau jadi suami kamu hehe," ucapnya membuatku tersenyum dan merasa bahagia. "Suami yang baik," kataku meliriknya sekilas sambil mengaduk-aduk nasiku yang sudah diberinya kuah sup.

Sekilas kulihat wajahnya berubah lesu, tapi setelahnya ia langsung tersenyum. "Belum," sahutnya.

"Nanti."

"Tunggu aja," ucapnya. "Eh tapi kamu kan gak suka menunggu yah?" Lanjutnya cepat.

Aku tak menjawab melainkan hanya menaikkan keningku.

"Kamu juga istri yang baik nanti," ucapnya menarik perhatianku. "Emang aku mau jadi istri kamu?" Tanyaku sok datar.

"Hmm kurasa kamu mau, kamu kan mau aku jadi suamimu jadi otomatis kamu istriku kan?"

"Hehe pintar," kataku sedikit terkekeh. "Berarti aku bisa naik kelas?" Tanyanya.

Kujawab, "Hmm kurasa kamu harus buat makalah tentang materi mengenai cara buat aku senang dulu."

"Wah itu lebih gampang buatku," katanya.

Ruang makan dihiasi dengan obrolan-obrolan ringan kami yang  entah bagaimana sangat membuatku senang, benar kata dia tentang membuatku senang gampang, buat dia. Tapi kurasa kalau orang lain gak akan ada kek dia, dengan gampangnya dia membuat suasana ruang makan menyenangkan lagi setelah sekian lama ruang makan menjadi kaku sejak kepergian Ayah dan Bunda.

Akhh Ayah, Bunda. Putri kecilmu menemukan kebahagiaannya, entah dia sengaja atau hanya kebetulan membuatku senang. Intinya apapun berhubungan tentang dia ialah kesenanganku.

Sesekali aku meliriknya yang tak bisa kehabisan topik dalam ruang makan ini dan tentu topiknya cuman hal-hal ringan, tapi hal itu membuatku senang. Aku bisa mengikuti alurnya.

***

Saat magrib dia pamit pulang padaku. Sekarang di rumah megah ini lagi-lagi aku tinggal sendiri, simbok juga tidak bermalam tadi.

Aku mengambil kotak musik yang diberikanku lewat kurir, astaga... aku baru ingat, aku lupa mengucapkan terima kasih padanya. Hmm aku ke tempatnya aja? Tapi ini sudah jam delapan, habis isha. Apa masih bisa bertamu? Lagian alasanku juga basi amat, masa cuman mau bilang makasih soal kotak musiknya harus pergi malam-malam gini?

Duhhh tapi besok kan gak menutup kemungkinan aku bisa lupa lagi, hmm gak papa deh aku pergi. Lagian aku juga rindu hehe, bener-bener aneh bin ajaib deh baru juga pulang udah rindu.

Tentang dia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang