Kecelakaan sebelumnya?

443 25 3
                                    

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Bulan sebentar lagi akan berganti tahun.

Entah, sudah berapa bulan aku tinggal di rumah menikmati masa-masa liburku. Eh bukan masa libur sih, lebih tepatnya masa menganggurku hehe. Aku benar-benar tidak melanjutkan kuliahku tahun ini, aku memilih menikmati satu tahun hari-hariku tanpa beban tugas yang mengejar deadline. Hidup begini, tanpa tugas rasanya sangat melegahkan, tapi tetap saja ada satu yang mengganjal. Dia. Sampai sekarang aku belum mengetahui kabarnya, dia menghilang bak ditelam bumi. Sudah berapa lama aku tidak bertemu dengannya? Sudah hampir satu tahun? Dan berapa lama aku mengenal dia dulu?

Aku menghembuskan napasku lalu mengambil earphon disampingku. Aku kembali memutar lagu-lagu didalamnya hingga sampai dilagu yang begitu menyayat hatiku. Tepat sasaran banget.

Kau yang sembunyi dimana kah kini? engkau mendengarkannya
Simak sebuah syair dan kalimat tegar resapanku  padamu
Setelah kau ingkari tanpa ada bahasa yang bisa kumengerti
Entah dimana dirimu?
Dimana hatimu?
Bicara yang jujur jangan kau larikan diri, entah dimana dirimu? Dimana hatimu?
Kau biarkanku menerka tak tentu

Kuterus bertahan dibalik anehmu, menjelaskan hatimu bila kau telah bosan tinggal jelaskan janganlah hanya diam

Setelah kau ingkari tanpa ada bahasa yang bisa kumengerti
Entah dimana dirimu?
Dimana hatimu?
Bicara yang jujur jangan kau larikan diri, entah dimana dirimu? Dimana hatimu?
Kau biarkanku menerka tak tentu

Bila memang kita harus pisah bicaralah saja, jangan kau sembunyi

Air mataku perlahan terjatuh, lagu ini mengingatkanku waktu dia datang secara tiba-tiba menghapus air mataku lalu pergi meninggalkan earphon ini lalu datang kembali mengukir senyum dan kembali pergi beberapa hari lalu datang lagi lalu... akhghh hobby-nya memang tebak-tebakan. Tapi sayang, aku bukan ahli dalam hal tebak-tebakan.

Teka-teki simbok dan tante Elvi saja belum kupecahkan, karna aku terlalu sibuk jika menyangkut tentang hal itu. Bukannya tak ingin tahu, tapi aku berusaha membenamkan pikiranku kehal-hal positif. Jangan sampai dengan kepikiran semua itu membuat penyakitku bertambah parah dan mengakibatkan kuliahku harus kutunda lagi.

Eh emang penyakitku apa? Entahlah, kata dokter begitu. Jangan banyak kepikiran. Aku hanya mengikut, meski rasa penasaran akan semuanya terkadang membuat kepalaku berdenyut hebat.

***

Aku menatap pantulan diriku dicermin yang sudah siap dengan celana jeans dan baju kaos dalam yang dibalut cardigan panjangku, perlahan aku menyisir rambutku yang sudah memanjang. Hari ini, aku akan diantar oleh supirku untuk mengunjungi tempat kuliahku nanti.

Aku melirik jilbab segi empat yang terletak diranjangku, apa aku pake? Mbok sih menyarankan aku memakainya, so disana kan santri gitu. Tapi... hmm aku kan baru berkunjung, jadi aku memutuskan mengurai rambutku saja.

Sekitar 2 jam perjalanan menuju Bogor letak kampus islamiah itu, akhirnya sampai juga. aku berdiri didepan pagar berwarna coklat didepanku itu dan tembok tinggi yang bertuliskan nama kampus yang berada didepanku saat ini.

Masha Allah, indah banget. Tapi... sejenak aku berpikir menggigit bibir bawahku, apa aku bisa hidup di tempat yang seperti ini? Pastilah pendidikan agamanya sangat ketat... sedang aku tidak pernah menginjakkan kaki di sekolah pesantren, astaga... bagaimana ini, aku melirik jam yang melingkar dipergelangan tanganku. Sudah pukul 10 pagi, perjanjianku jam sepuluh dengan bu Norma.

Bu Norma adalah guru yang ditelpon simbok, katanya sih teman bunda. Astaga, bunda sama ayah kenapa sih nyuruh aku lanjut disini? Ya, aku tahu bahwa ayah sama bunda memang ketat juga dalam ibadah dan mungkin ia juga ingin aku sepertinya, meski aku gak sama seperti bunda sih yang memakai kerudung.

Tentang dia (END)Where stories live. Discover now