8. Mengungkapkan🍬

59.8K 2.9K 33
                                    

Seperti biasa dihari Senin, semua orang sibuk dengan rutinitasnya masing-masing di awal minggu, itupun tidak terkecuali untuk Hadi. Pagi ini dari bangun tidur sebelum matahari terbit, hingga sekarang matahari telah terbit di ufuk Timur, Hadi belum juga selesai dengan urusan rumahnya. Semuanya dikerjakan sendiri olehnya, dengan status sebagai single parent.

"Coba saja punya istri, enggak bakal repot seperti ini tiap pagi" rutuknya yang tengah menyiapkan keperluannya sendiri.

Semenjak ditinggal pergi oleh istrinya, dia sudah terbiasa untuk menyiapkan semua keperluannya sendiri, termasuk dengan keperluan anaknya. Walau dia mempekerjakan seorang Bibi untuk mengurus rumah dan juga mengasuh anaknya, tapi Hadi tidak pernah melepas tanggung jawabnya begitu saja. Untuk soal keperluan anaknya, seperti menyiapkan sarapan dan juga keperluan sekolah, itu semua dia sendiri yang mengerjakannya langsung.

Terkadang karena memikirkan betapa repotnya dia dan juga rasa lelahnya, dia sempat berfikir ingin memiliki pendamping yang bisa diajak bekerja sama untuk saling meringankan pekerjaan satu sama lain dan juga bisa nge-support dikala rasa penat dan lelah itu datang.

Sebagai lelaki yang normal dia merasa kangen dengan moment di mana ketika dia bangun dari tidurnya ada seseorang yang berada di dalam pelukannya. Dia kangen saat seseorang bermanja-manja dengannya, dengan mengelus pipinya. Dia kangen disaat seseorang memasakkannya makanan kesukaannya dengan penuh cinta. Dia kangen dengan semua aktivitas yang tidak bisa dilakukannya dengan seorang diri, sejujurnya dia merindukan belaian seorang wanita di dalam hidupnya.

Bohong kalau dia tidak memiliki hasrat seperti itu, sudah cukup lama baginya untuk menahan rasa itu. Tapi karena dia hidup bukan seorang diri, jelas dia juga harus memikirkan anaknya juga. Alhasil keinginannya untuk menikah lagi diurungnya.

Tok tok tok

Lamunan Hadi buyar ketika suara ketukan dari pintu kamarnya berbunyi tanda seseorang izin untuk masuk ke kamarnya.

"Papa udah selesai belum? Udah jam berapa ni" Tanya seorang anak lelaki yang tidak lain tidak bukan adalah Raka.

"Iya-iya bentar lagi siap, Ka. Raka tunggu di bawah aja dulu, ya. Sebentar lagi Papa turun. Papa juga sudah buatin sarapan untuk Raka, Raka makan aja duluan" timpal pemuda itu yang tampak kacau. Pagi ini benar-benar membuat dia teledor dengan segala pekerjaannya.

Mendengar ucapan Papanya tersebut, Raka melihat sebesit kesedihan di mata lelaki itu. Ya, dia tau keingin Papanya untuk menikah dan memiliki pendamping lagi, hanya saja selama ini dia terlalu egois menahan Papanya untuk tidak berhubungan dengan wanita lain, setiap ada wanita yang mendekati Papanya dia selalu saja menyingkirkannya.

Tidak susah untuk Raka menyingkirkan wanita-wanita yang mencoba dekati Papanya itu. Cukup dia cuekin saja dan tidak menanggapi satupun wanita-wanita tersebut, dan dengan perlahan wanita-wanita itu akan mundur dengan sendirinya.

Mungkin umur Raka terlalu kecil untuk memikirkan masalah orang dewasa seperti itu. Tapi dengan mengalami kejadian langsung, dia jadi mengerti dan paham betul kalau wanita yang dijadikan istri oleh Papanya juga akan menjadi Mama untuknya. Dan tentu hal itu harus di pertimbangkan oleh Raka, dia enggak mau nantinya Mama barunya itu hanya peduli dengan Papanya, sementara dia ditelantarkan begitu saja. Seperti kisah Ibu tiri yang terkenal di masyarakat umum.

"Pasti Papa repot banget, ya? Harus bagi waktu buat ngurus keperluan Papa sama keperluan Raka. Coba aja Papa punya istri dan Raka punya Mama, pasti enggak bakal repot seperti ini, kan Pa" timpal anak itu yang masih berdiri diambang pintu.

A Perfect Father (REVISI) - ((SEASON-02 / ARKANA))Where stories live. Discover now