Pagi weekend, seperti biasanya Nana menghabiskan waktunya di dapur, tetapi sekarang ditemani seorang Bibi yang sudah beberapa minggu ini bekerja di rumahnya.Sementara anak dan suaminya sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Raka yang main pspnya di kamar, dan Hadi yang asik nonton TV di ruang keluarga.
"Sayang?" Teriak Nana dari dapur.
Hadi yang mendengar dari ruang keluarga tidak menyahuti panggilan istrinya tersebut, karena dia tau itu panggilan tidak diuntukkan untuknya, melainkan untuk anaknya.
"Sayang?" Panggilan Nana terdengar kembali ketelinga Hadi.
Hadi yang merasa terganggu karena yang dipanggil-panggil tidak nyahut juga datang mengghampiri Nana yang sedang membuat adonan donat di dapur.
"Kamu panggil Raka? Raka lagi di kamar, Yang, percuma juga dipanggil, Raka enggak bakal dengar, lagi asik main psp tu" ucap Hadi yang sudah memposisikan duduknya di salah satu kursi meja bar yang ada di dapur tersebut.
Nana yang mendengar ucapan Hadi menyunggingkan senyumnya yang diterima Hadi dengan kerutan kening yang dia tidak tau maksudnya apa.
"Kenapa senyum-senyum gitu?" Hadi melontarkan pertanyaan yang dia rasa aneh dengan sikap Nana seperti itu.
"Enggak kenapa-kenapa, kamu tau enggak aku tadi manggil siapa?" Tanya Nana menghentikan kegiatannya mencetak adonan donat tadi.
Sementara Bibi yang mendengar percakapan antara kedua majikannya tersebut hanya menggeleng-geleng kepala yang dirasanya seperti lagi melihat Tom and Jerry lagi berantem, tapi saling membutuhkan.
"Enggak" jawab Hadi singkat.
Dia sebenarnya tau kepada siapa panggilan itu dituju, siapa lagi kalau bukan untuk anaknya yang sudah mencuri perhatian istrinya tersebut dari awal.
Nana yang mendengar jawaban Hadi mengulaskan senyumnya kembali, dia tau kalau suaminya tersebut kesal kepadanya.
Ditangkupkannya kedua tangannya diatas pipi suaminya tersebut, agar suaminya bisa menatap matanya lekat "padahal aku tadi manggil kamu, tapi kamunya enggak nyahut-nyahut" ucap Nana dengan wajah yang memelas.
Hadi yang awalnya sudah kaget dengan tingkah Nana yang menempelkan tangannya di atas pipinya, makin dibuat kaget lagi dengan pernyataan Nana tadi.
Beruntung sekarang tinggal mereka berdua saja yang ada di dapur, sementara Bibi sudah pamit memberi privacy untuk kedua majikannya itu.
"A ... apa? Kamu manggil aku? Dengan sebutan sayang" Tanya Hadi terbata-bata dan diterima anggukan dari Nana.
"Kamu benaran? Kamu enggak lagi mainin aku kan, Yang?" Tanya Hadi dengan intonasi yang sepelan mungkin, tetapi malah terdengar begitu sexy ditelinga Nana.
Kenapa masih deg-degan gini sih kalau dengar suaranya kayak gitu. Batin Nana.
"Ya enggklah, kenapa? Kamu enggak suka ya aku panggil kayak gitu?" Tanya Nana dengan raut muka yang sudah berubah sedih.
"Bukan, bukan aku enggak suka, aku shock aja kamu manggil aku dengan sebutan itu untuk pertama kalinya" balas Hadi meraih tangan Nana dan mengecup sekilas punggung tangan Nana.
"Terima kasih, ya, aku senang" ucap Hadi.
Nana yang menerima perlakuan manis dari Hadi segera menenggelamkan wajahnya dalam pelukan lelaki itu, dia tidak mau Hadi melihat mukanya yang sekarang sudah berubah merah seperti udang rebus.
"Sayang?" Panggil Hadi.
"Iya?" jawab Nana yang sudah tersipu malu di dalam pelukan suaminya. Dia merasa semua ini seperti mimpi. Semalam dia mendengar Hadi menyatakan perasaannya, sekarang dia mendengar panggilan Sayang dari Hadi. Terlalu sempurna semua ini pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Father (REVISI) - ((SEASON-02 / ARKANA))
RomanceFOLLOW DULU SEBELUM BACA :) A PERFECT FATHER UDAH END YAH. INI CERITANYA DI GABUNG, DENGAN JUDUL ARKANA :)) so happy reading !! ...