Part 2

178 29 26
                                    

Ketika pelangi tak lagi terbit setelah hujan,
Ketika bintang tak lagi berkelip indah,
Dan ketika senyum mu tak lagi untuk ku.
♥♥♥

Nafa masih melajukan mobilnya dengan kencang, bahkan ia sama sekali tak peduli dengan kendaraan di sekitarnya. Linangan air matanya masih saja mengalir di kedua matanya, dan isakannyapun masih terdengar jelas. Ia sama sekali tak berniat untuk menghapus air mata tersebut.

"Bego Nafa, lo bego! Ngapain coba lo nangisin dia. Hiks, hiks.." Nafa merutuki dirinya sendiri, masih sambil terisak.

Ia merasa sikapnya tersebut sangat terkesan lemah di depan teman-temannya. Ia merasa malu karena menangisi mantannya yang dekat dengan perempuan lain. Meski sebenarnya Nafa tak pantas melakukan hal itu karena Ghazi bukan lagi menjadi miliknya, tapi jauh di hati kecilnya rasa itu masih tersimpan rapi tak terusik. Kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama, seketika terlintas dalam benak Nafa, dan kedua sudut bibir Nafa pun terangkat, menampilkan senyum indahnya.

Namun tak berlangsung lama, kejadian semalam yang membuatnya bagai hidup tak bernyawa, kembali terlintas dalam fikirannya. Dan saat itu juga senyuman tersebut pudar, dan berganti dengan senyum kemirisan.

Flasback on

Nafa langsung berbaring di ranjangnya, ia sangat mengantuk dan tak sabar untuk tidur. Namun baru beberapa menit matanya terpejam, handfone-nya berdering menandakan ada panggilan masuk.

Ia lalu mengambil handfonenya dan nama Ghazi terpampang jelas di layar handfone tersebut.

"Hoam.. Kok tumben ya, kak Ghazi nelfon malam malam kayak gini?" ujarnya sambil mengucek-ucek matanya, lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Hai Fa!" sapa Ghazi di seberang sana.

"Hai kak, kok tumben nelfonnya malam, ada apa?" tanya Nafa masih dengan suara khas bangun tidur.

"Kamu udah tidur ya? Maaf deh kalau ganggu! Aku matiin ya?!" jawabnya merasa bersalah.

"Eh, eh, nggak usah dimatiin kak. Nggak pa pa kok. Kalau ada yang penting, omongin aja!" Nafa mencegah Ghazi untuk memutus sambungan telfonnya.

"Aku mau kita udahan, aku mau kita selesai." ucapnya dengan tenang, bahkan seperti tanpa beban.

"Udahan? Maksud kak Ghazi udahan gimana, aku nggak ngerti," Nafa berusaha menghilangkan prasangka buruk di benaknya.

"KITA PUTUS." jawab Ghazi memperjelas ucapannya.

Dan saat itu juga deraian air mata mulai mengalir di pelupuk mata Nafa. Lidah Nafa kelu, ia tak mampu berkata apapun saat ini.

"Alasannya apa kak? Aku punya salah apa sama kakak? Plis jangan becanda soal ini!" Ujarnya ingin memastikan kembali ucapan Ghazi, dengan nada suaranya yang masih saja bergetar.

"Aku udah nggak ada rasa sama kamu. Maaf.." jawab Ghazi, lalu memutus sambungan telfonnya.

Flashback of

"Apa ini alasannya kak? Lo mutusin gue karena ada cewek lain? Hah?. BRENGSEK LO KAK!" Nafa berteriak di dalam mobilnya sambil membanting setir mobil tersebut. Ia benar-benar frustasi saat ini.

Nafa masih saja melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, tanpa arah, ia tak tau harus kemana saat ini. Yang pasti Nafa tidak ingin pulang, karena ia tidak mau keluarganya tau akan masalah ini.

HESITATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang