Part 10

161 28 20
                                    

Bahagiamu adalah bahagiaku,
Lukamu juga lukaku,
Siapapun dia yang membuatmu luka,
Kan kubuat ia patah tak tersisa.
.
.
.

"Fa kok Jeje belum masuk juga ya? Dia kemana coba?" tanya Arsyi sedikit khawatir sambil melihat ke arah bangku yang biasa diduduki Jeje.

"I don't care," jawab Nafa dingin, ia memalingkan wajahnya ke arah jendela yang menghadap ke lapangan.

Mata legamnya menangkap sosok pria yang kini tengah bermain basket. Kancing baju bagian atas pria itu dibiarkannya terbuka, keringat yang mengalir di pelipisnya membuat siapapun wanita yang melihatnya akan terpana. Dia Ghazi.

Cowok itu masih saja sama menurut Nafa, masih ada sayang meskipun Nafa dibuat terluka.

Tapi tiba-tiba sorot mata Nafa berubah tajam ketika seorang perempuan menghampiri Ghazi. Perempuan itu membawa sebuah botol minuman, yang kemudian diserahkannya pada Ghazi. Perempuan itu sama sekali tak asing bagi Nafa.

Nafa melihat senyuman terukir di wajah gadis itu, senyumnya tulus pada Ghazi. Ghazi juga tersenyum dan meraih botol minuman yang diberikan oleh gadis tersebut. Ini benar-benar membuat Nafa bimbang dan serba salah, gadis itu adalah sahabatnya, Jeje. Dan kebahagiaan Jeje adalah Ghazi, sedangkan Ghazi adalah penghuni hati Nafa. Posisi Nafa kali ini sangat tak enak, antara harus mengikhlaskan cinta atau justru mengorbankan sahabat.

Nafa amat benci hal ini, ia lalu membuang muka dan memainkan handphone untuk mengalihkan pikirinnya.

Arsyi yang menyadari kejadian itu langsung ambil ancang-ancang untuk tutup jendela. Ia tak ingin sahabatnya terluka lagi.

"Gue tutup jendelanya deh, demi kebaikan kita bersama," ujar Arsyi yang dilebih-lebihkan. Ia benar-benar menutup jendela itu, bahkan tirai juga menutupi kacanya, sehingga Ghazi dan Jeje tak nampak lagi di balik jendela.

Nafa tak suka situasi ini, ia tak ingin dikasihani hanya karena masalah hubungannya yang kandas. Ia lalu melangkah keluar kelas, padahal 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Nafa terus saja berjalan, ia melangkah menuju taman belakang sekolah. Ia sama sekali tak menghiraukan bel masuk yang kini tengah berbunyi nyaring. Taman itu kini tampak sunyi, tak ada orang di sana, karena jam pelajaran sudah dimulai.

Nafa menduduki sebuah kursi di taman itu. Pikirannya berkecamuk. Air matanya mengalir begitu saja, ia menangis lagi. Hatinya benar-benar kacau, persahabatan dan cinta begitu membuatnya terluka. Ia menangis terisak sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan, tangisnya tak tertahan lagi.

Lalu tiba-tiba sebuah tangan kekar merangkulnya, ia memeluk Nafa yang kini amat rapuh. Nafa tersentak, ia lalu membuka wajahnya dan melihat siapa orang itu.

"Lo kenapa?" ucap pria itu tenang sambil menatap tepat ke arah mata legam Nafa, dia adalah Ghibran.

"Gue capek Ran," jawab Nafa terisak, ia balik merangkul Ghibran, menumpahkan semua sakit yang ada di hatinya.

"Nangis aja Fa, kalo itu bisa buat lo tenang," jawab Ghibran, ia benar-benar membiarkan Nafa menangis di pelukannya meskipun itu akan membuat bajunya basah.

Nafa terus saja menangis tersedu, kemudian ia berucap lirih, "Gue sayang kak Ghazi," katanya.

Ghibran yang mendengarkan hal itu hanya diam, ia tak merespon. Ada hantaman kuat yang menerjang hatinya ketika Nafa mengatakan hal tersebut. Sakit. Cinta Ghibran lagi-lagi bertepuk sebelah tangan.

Nafa yang menyadari bahwa kata-katanya salah, langsung melepaskan pelukannya. Air mata masih saja mengalir di pelupuk matanya. Untuk kali ini, mata legam Nafa tak berani menatap Ghibran, ia takut kata-katanya tadi akan menyakiti Ghibran.

Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Mar 25, 2020 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

HESITATIONHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin