14.

3.4K 169 4
                                    

Balutan kain kasa melingkar di pergelangan tangannya. Morghan tak pernah mendesis, wajahnya pun tak terlihat sedang menahan rasa sakit itu. Entah apa yang terjadi pada glen. Sejak kejadian itu glen tidak pernah menampakkan dirinya.

"Aku sudah membuatkan makanan khusus untuk mu di atas meja. "
Ucapku seraya melangkah mendekatinya.
"Hmmm.. " jawabnya singkat.
"Morghan? Apa masih ada yang terasa sakit? " tanyaku penuh dengan penghayatan.
"Tidak, pergilah... Aku benci untuk di kasihani." dengan nada yang membentak .
Morghan beranjak dari duduknya saat shirley mencoba untuk memeriksa luka di dadanya itu.
Shirley mendengus pelan, ia mencoba melapangkan dadanya.

Brughhh!!!

Suara itu terdengar dari arah belakang. Dengan setengah panik shirley berlari mendekati suara itu, ia terkejut matanya terbelalak.
"Morghan!! "
Ia berlari menghampiri nya, morghan tergeletak di bawah tangga. Entah apa yang membuatnya seperti itu...

"Kau kenapa? Sudah ku bilang istirahatlah di atas ranjang. " ucapku khawatir.
Tangan shirley membantunya untuk berdiri.
"Minggir!! Sudah ku bilang jangan kasihani aku bodoh!! Apa kau sudah tuli?!! " ia menekan kata-katanya.
Mendengar hal itu shirley terdiam mematung dan berhenti membantu nya untuk berdiri. Perlahan morghan bangkit walaupun jalannya masih sempoyongan. Shirley masih terduduk mematung seraya mengingat kembali perkataan kasarnya itu. Ia seakan tidak menyangka bahwa morghan akan mengatakan hal yang membuat hatinya sesak. Air matanya membendung, dengan cepat shirley berlari meninggalkan rumah ini sambil menutup wajahnya itu dengan telapak tangannya.

Di  lain  tempat

Hari mulai malam, shirley memandang rembulan yang indah itu di langit. Hembusan angin menerpa tubuh lemahnya, ia terduduk lemas diatas bangku taman yang sepi sunyi.
Terkadang ia memejamkan matanya seraya mengingat kembali perkataan kasar yang terucap dari bibir manisnya itu. Lagi-lagi shirley masih belum percaya dengan apa yang telah terjadi padanya tadi.

"Bulan yang indah ya.. " ucap  seseorang. Sontak  shirley menengok  kearah sumber suara  itu.
"G-glen??! Kau  mengejutkan ku."
Shirley menghempaskan tubuhnya ke belakang.
"Hahahaha.. Maaf, hanya  saja  aku  rindu  dengan  suaramu." ucapnya  lembut.
Pipi  shirley memerah, dengan  sigap  shirley memalingkan  wajahnya  dari  hadapan  glen.
"Hmmpp.. Jangan  tersipu  seperti itu."
Ia  terkekeh kecil.
"S-siapa??? Tidak.. A-aku.. Maksudku  choppy! Ya  si  choppy itu.. Ngghh apa  dia  sudah  sembuh?" omonganku  tergagap, secara  tidak langsung  shirley mengalihkan pembicaraan.
"Kau  ingin  tahu  keadaannya?" matanya  menatap  intens padaku.
"Bagaimana keadaannya? "
"Choppy  sudah mati."
"M-mati!?? Bagaimana  bisa?! Lalu?! Tidak  mungkin anak  anjing  itu.. "
Shirley menatap  glen  dengan  panik.
"Semuanya berlalu  dengan  cepat, jika  kau  tidak keberatan  aku  bisa  mengantar mu  untuk  memberinya  penghormatan terakhir?"
Shirley terdiam.
"Choppy.. Seharusnya aku  lebih  memperhatikan luka  nya. Aku  benar-benar buruk.." shirley  termenung.
"Jangan  salahkan  dirimu  sendiri, takdir  tak  dapat  di  ubah. Jadi  nikmati  saja  yang  ada." jawabnya  enteng.
"Nikmati? Choppy  mati  saja  aku  harus  nikmati  begitu???" tanyaku  dengan  nada  yang  mulai  naik.
"Pahami  maksudku. Ayo  berangkat."
Ucapnya  pelan  seraya  menggandeng tanganku  kedalam  sakunya.
"Disini  dingin, jangan  sampai  kau  sakit  ya.." lanjutnya.

Shirley bimbang, antara  ia  harus  melepas  gandengan  tangannya  atau  harus  diam. Di lain sisi  shirley sudah  bersalah, membiarkan  glen  terluka  sendirian saat  pertengkaran itu. Bahkan  dia  mengabaikan  kesehatan  choppy, belum  lagi  morghan. Sampai  sekarang sakitnya  belum  sembuh, jika  dia  tau  aku  bersamanya... Mungkin  badanku  sudah  tidak utuh  sekarang.

"Masuk.. Hati-hati. " tangannya menutup pintu mobil dengan pelan.
Glen sangat baik dan perhatian, namun ia terlihat menutupi masa lalunya. Tak pernah mau bicara tentang dirinya,setiap kali ia mendapat pertanyaan yang menurutnya itu sulit. Glen selalu menjawab  dengan satu senyuman.

"Kita berangkat? " tanyanya sambil melebarkan senyuman padaku.
"K-k.. Kita? Ngghh.. " hatiku berdebar, dengan cepat aku memalingkan wajahku dari Tatapannya. Ia tersenyum kecil dan mulai menancapkan gas.









Hayoo hayooo... Udah pada nge vote belum... 😊😊Hehehehe thanks yaa yang udah mau stay baca ceritaku yang sedikit membosankan ini... Semoga kalian ngga bener-bener bosen hehe.. Loffyuuu all.. 💕💕
Salam  sayang  dari  author..😍😍

The Mannequin (END)Where stories live. Discover now