30. kebencian

2.5K 101 1
                                    

"Evelyn.... Dia sudah tiada."

Bohong!! Dasar dokter gila!!! Siapa yang berani melenyapkan istriku!! Bajingan!! Kau bajingan!!

"Cih!!! Jangan bercanda!! Dia baru saja melahirkan! Apa yang telah kau lakukan padanya dokter gila?! " morghan mencengkram kuat kerah baju dokter itu. Sontak membuat Dr. Jeny ketakutan. Bahkan asistennya... Diana, dia hanya tertunduk takut di hadapan morghan seperti ada sesuatu yang disembunyikan.
"T-tunggu!! Lepaskan aku dulu... "
Morghan melepaskannya dengan kasar.
"Ini s-semua han-"
"Tutup mulutmu! Rasanya memuakkan mendengar penjelasan kematian istriku dari mu. " morghan menatap tajam kearah diana. Lantas membuat Diana panik hingga akhirnya ia memutuskan untuk cepat-cepat pergi dari hadapan morghan.

Morghan memilih untuk langsung melihat kondisi evelyn.setelah tau.. morghan terdiam lesu. Air matanya membendung, rasa dendam dan penyesalan menggebu-gebu.

Kondisi evelyn begitu menyayat hati. Morghan tidak bisa berkata apapun. Ia ingin mengungkapkan isi hatinya tapi seperti tak ada kata yang tepat untuk ia ucapkan. Hatinya begitu sakit menghadapi keadaan yang menimpa gadis yang di cintainya.

Tak seharusnya kau mati evelyn. Aku sudah berjanji padamu untuk terus menjaga dan melindungimu. Tapi aku mengingkari nya. Sungguh memalukan bukan? Seharusnya aku yang mati. Bukan kau.

Morghan mendekat,menggenggam tangan gadis itu lalu menciumnya perlahan. Tangannya mencoba untuk mengelap kucuran keringat yang memenuhi kening gadis yang di cintainya. Mengingat masa lalu evelyn yang sungguh kejam membuat morghan rasanya ingin mengamuk. Morghan tercekat,ia meraba jantungnya yang merasa sakit luar biasa.

"Evelyn.... Bangun sayang.." morghan menepuk pipi evelyn pelan. "Jangan bercanda, aku ada disini. Cepet bangun.." morghan mengecup bibir pucat di hadapannya agar ia bangun. "Evelyn ayolah.. Kau belum melihat bayi kita, kita akan pergi ke taman dengan anak kita disana. Bermain bersama, bahkan kita akan membuat kemping keluarga dengan marc. Jangan tinggalkan aku seperti ini." ucapnya sambil menggoncang tubuh istrinya itu agak keras.
"Kaka.. Berhenti. Kak evelyn udah nggak ada. Dia udah tenang ka, aku percaya kaka bisa ngelewatin semua ini."

Morghan menoleh. Ia melihat marc sedang berdiri di ambang pintu.

"Apa kakak tidak ingin melihatnya untuk yang terakhir kali?"

Kata-kata marc seperti sebuah belati yang menancap di hatinya.

"Seharusnya aku terus berada di sampingnya marc, setidaknya dia bisa merasa nyaman." sesal morghan.

Tak lama pihak rumah sakit itu membawa jasad evelyn menuju rumahnya. Agar segera di makamkan.




Pagi harinya

Morghan turun dari kamarnya dan menuju lantai bawah yang dimana jasad evelyn berada. Ia membuka penutup peti kemudian memeluk erat mayat evelyn. Morghan hanya menatap nanar, jiwanya seakan mati bersama wanita yang dicintainya itu.
Tak lama Suara tangisan bayi menggema, dadanya begitu sesak. Tangisan itu seakan mengerti jika ibunya akan pergi untuk selama-lamanya.

Prosesi pemakaman berlangsung.
Morghan terus berusaha menahan air matanya. Setelah pemakaman usai, warga yang datang mengucapkan belasungkawa dan perlahan pergi untuk pulang. Hanya menyisakan morghan dan jasad istrinya disana.

Satu buket bunga berada dalam genggamannya.kemudian ia letakkan bunga cantik itu diatas makan evelyn. Lagi-lagi hatinya begitu sesak. Ia memandang hamparan langit biru dengan tatapan hampa.

Selamat jalan istriku, semoga kau damai dan bahagia disana.

The Mannequin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang