22_Milk

3.9K 552 73
                                    

Yerim sekuat tenaga berjinjit setinggi ia bisa untuk meraih odner di dalam almari besi pada deretan paling atas. Dengan memakai high heels, ia pikir semua akan mudah. Tapi kenyataan berkata lain.

"Bisakah kalian tidak meletakkan dokumen ini di atas sana?"

Park Sooyoung menoleh, melihat tubuh mungil yang sepertinya tidak lebih dari seratus enam puluh senti itu berjinjit dengan hak tinggi, ia merasa kuatir. "Sini kuambilkan."

Yerim menyerah, menurunkan kedua tangannya dari udara, ia lalu mengamati rekan kerjanya itu dengan mudah mengambil benda yang ia inginkan.

"Jangan dipaksakan mengambil, Rim. Bahaya nanti ototmu tertarik loh."

"Maka dari itu, bisakah kalian tidak meletakkan di sana?"

"Memang tempatnya di sana, sayang." Sooyoung mencoel pipi Yerim. Perempuan itu cukup tinggi hingga membuat tangannya dengan mudah bersandar pada bahu rekan kerjanya itu.

Sebenarnya Yerim kadang kurang percaya diri dikelilingi teman-teman perempuan yang rata-rata tingginya melebihi seratus enam puluh lima sentimeter. Kalau laki-laki sih biasa tidak membuat iri, lain cerita kalau yang ia hadapi perempuan macam Park Cantik ini.

"Youngie eonni."

"Hem?"

"Aku masih dalam masa pertumbuhan tidak ya?"

"Ha?"

-------

Jungkook melirik kekasih yang kini sibuk dengan susu putih. Akhir-akhir ini sepertinya Yerim berusaha kuat untuk melakukan sesuatu yang diinginkan. Biasanya seperti itu. Minum susu dengan label penumbuh tinggi badan patut dicurigai.

Semua orang tahu kalau sisi jahil Jungkook muncul ketika bersama sang kekasih. Karena sepertinya menarik, laki-laki itu beranjak dari sofa, mengamati Yerim menghabiskan tegukan terakhir susu lalu berdiri di sebelahnya.

"Manis sekali anak mama." Ujarnya seraya mengusap puncak kepala Yerim. Sementara yang digoda malah mengerjap dengan bibir mengerucut. Duh, siapa yang tidak gemas coba?

"Oppa."

"Hem?"

"Jangan mulai!"

Jungkook langsung menghilangkan senyum dari wajahnya, "Begini ya?" Tanyanya dengan ekspresi yang bertambah tingkat usilnya di mata Yerim.

"Ih, norak!" Yerim melengos, menyingkirkan gelas pada wastafel dapur, ia memutuskan untuk menonton tivi saja. Atau pulang? Tapi baru setengah jam yang lalu ia sampai di apartemen kekasihnya.

"Kenapa cemberut sih, Rim?"

Yerim merasakan tubuhnya dibalik hingga menghadap Jungkook. Karena malas berontak, ia pasrah saja dengan wajah masih tertekuk. Ya Tuhan, godaan apa lagi ini untuk Pemuda Jeon itu?

"Marah ya? Maaf, Rim." Kini Jungkook bermode lebih manis. Malam ini jadualnya bersama Yerim harus dilakukan sebaik mungkin, karena besok dia akan mengusili kekasihnya itu.

Yerim mendengus kecil, lalu wajahnya mendongak karena Jungkook memaksa tangannya melingkar pada tubuh pemuda itu. "Jeon Jungkook."

"Hem?"

"Aku masih bisa tinggi tidak sih?"

"Eh?" Yang ditanya mengerjap, heran. "Kok tanya seperti itu?"

Yerim mengeluh lagi. "Aku suka kesulitan kalau mau mengambil benda-benda di tempat tidak terlalu yang tinggi, teman-temanku bisa. Tapi kan untukku itu sudah terlalu tinggi."

Nah, kini Jungkook tahu risaunya Si Mungil Kim Yerim. Rasanya ingin tertawa tapi tidak tega. "Memang mau setinggi apa, Rim?"

Yerim kembali mengangkat wajah, dirasakannya Jungkook melebarkan dua kakinya. "Malah mengejek, dasar."

"Siapa yang mengejekmu?" Jungkook mengajak Yerim untuk melihat ke bawah, pada dua kaki mereka. "Kakimu lucu kok, aku tidak masalah kalau kau hanya setinggi ini. Dan tentang susahnya menjadi mungil, minta tolong kan bisa. Masak iya tidak ada orang sama sekali. Atau kucarikan pijakan sepuluh senti khusus untukmu kalau mau mengambil barang-barang."

"Kan ada kursi."

"Tapi bisa bahaya kalau kursi, tergantung terbuat dari apa."

"Eum, begitu ya. Memang pijakan khususnya mau terbuat dari apa?"

"Dari bahan solid dan kotak. Besok kucarikan."

Yerim tampak berpikir, lalu dilihatnya wajah Jungkook yang seakan bertanya, bagaimana, setuju?

"Oke kalau begitu." Jawaban kesetujuan akan ide Jungkook meluncur dari bibir Yerim.

Lega! Akhirnya Jungkook berhasil membuat Yerim tersenyum lagi. Bahkan senyum itu berubah menjadi senyuman gadis enam belas tahun yang baru saja bertemu idolanya. Salahkan imajinasi pemuda itu yang berlebihan. "Jadi, sudah tidak marah?"

Yerim menggeleng. "Eum, oppa."

"Iya."

"Sini kupeluk!"

Awalnya Jungkook senang, tapi ada yang aneh. Kakinya merasakan beban. Kemudian dilihatnya Yerim semakin mengeratkan pelukan pada dadanya. Wajahnya menuju ke atas, menatapnya.

"Sakit tidak?" Gadis itu mengetes.

Jungkook menggeleng.

"Ayo jalan."

"Ke mana?"

"Ke pantri, aku lapar."

"Duh!"

Yerim tertawa kecil, sengaja membiarkan dua kakinya berada di atas punggung kaki kekasihnya yang sedang ia peluk saat ini sembari berjalan ke arah pantri. "Sudah sakit?"

"Ini bukan sakit, Rim. Tapi berat."

Yerim semakin terbahak. Sepertinya susu peninggi badan yang ia minum tidak berefek pada tinggi.

"Mulai besok stop minum susu, oke?"

"Tidak mau."

"Loh?"

"Pokoknya tidak mau."

Jungkook tertawa setelahnya, Yerim benar-benar mirip cicak menempel pada dinding. Yerim cicaknya, Jungkook temboknya. Gadis Kim terlihat tenggelam kalau sudah dipeluk. Kalau seperti ini, bisa dia marah?

"Rim."

"Iyaaa?"

"Cium dulu, sini!"





Ann.

SMA : Yeri bikin gemes ih! Kenapa kemarin kamu seneng banget liat Kuki dek? Sampe jingkrak-jingkrak gitu, ikutan nyanyi pula. Senyummu itu loh! Haha!

Omong-omong tinggi saya 174 cm, tinggi kalian berapa?

MignonneWhere stories live. Discover now