First Reasons

498 54 0
                                    

Namaku [Full Name], aku siswi kelas delapan di SMP Teiko. Usiaku empat belas tahun—eh, bukan! Sekarang usiaku lima belas tahun. Aku anak tunggal, perempuan. Tinggal satu rumah dengan sepupuku, Kuroko Tetsuya. Tidak ada yang istimewa tentangku, hanya gadis sederhana.

Aku berambut hitam panjang bergelombang dengan wajah yang—kuakui—biasa saja. Nilaiku pas-pasan, tapi aku berhasil memasuki kelas unggulan di SMP-ku (dengan susah payah, tentunya).

Di kelas 8 - A yang terkenal dengan siswa dan siswi unggulnya, aku tidak terlalu kesulitan untuk bergaul. Ngomong-ngomong, sudah cukup lama tahun baru dan semester baru dibuka.

Yep, sekarang semester dua! Bagaimana nilaiku saat pengambilan nilai semester? Ah, itu cukup baik. Aku tidak menyangka akan mendapatkan peringkat 2 dari 25 murid di kelasku. Peringkat pertamanya? Tentunya itu Akashi-san. Pria itu pun mendapatkan peringkat pertama pararel.

Aku amat berbeda. Secara fisik, aku terlihat seperti anak perempuan pada umumnya. Tapi sungguh, aku amat berbeda.

"Aduh, Tetsu, berhentilah mengagetkanku!" aku berseru, wajahku pucat pasi.

Paman yang tergesa-gesa menuruni undakan anak tangga, langsung bergabung dengan meja makan dengan Nenek dan Tetsuya, kemudian tertawa kecil kala melihat aku yang mengelus dada dan menghembusan nafas kesal.

Aku menatap Tetsuya kesal seraya meletakkan mangkuk nasinya kasar. "Sejak kapan Tetsu duduk di meja makan?"

"Dari tadi," jawab Tetsuya ringan dengan wajah polos menyebalkannya. Aku mengembungkan pipiku sebal dengan alis yang saling bertautan.

"Bukannya tadi masih di kamar? Berkali-kali aku ketuk pintu kamarmu agar segera turun untuk sarapan, tapi tidak ada jawaban."

Aku menghela nafas sekejap setelahnya aku ikut duduk tepat di kursi samping Tetsuya. Sambil menunggu jawaban dari sepupu hantuku, Bibi sudah gesit meletakkan sup miso dan ikan goreng di hadapanku dan Tetsuya.

"Aku sudah dari tadi duduk di sini." Jawaban menyebalkan itu lagi!

Aku menuangkan susu ke gelas, meminumnya sedikit, dan memulai sarapan pagiku.

Aku terus menghabiskan ikan goreng dan sup miso dengan daikon yang dikeringkan kemudian dicincang, pun dengan tahu di dalamnya, hanya menyimak pembicaraan ini.

"[Name]-chan, kemarin orang tuamu menghubungi Bibi. Mendengar nilai ujian semester pertamamu yang bagus, mereka senang." Eh? Aku tidak tahu itu sama sekali. Kenapa Bibi tidak memberitahuku kalau Mama dan Papa sempat menelpon? "Mereka juga mengirimkan hadiah dan surat untukmu."

Aku tersenyum sebaik mungkin. Membuat keluarga Kuroko menjadi repot seperti ini, hatiku menjadi tidak enak.

Bibi memberikan amplop putih dengan garis merah dan biru di pinggirnya, tertulis jelas surat itu kini datang dari Filipina.

Aku tidak langsung membuka surat dan kotak kecil hadiah yang dikirmkan untukku, melainkan hanya meletakkannya tepat di samping mangkuk nasi yang sudah hampir habis itu.

"Maaf merepotkan Bibi," sahutku sampil menunduk sedikit.

"Tidak apa, kami senang [Name]-chan bisa ada di sini, Tetsuya juga tidak keberatan atau merasa terganggu sama sekali."

14 Reasons WhyWhere stories live. Discover now