Third Reasons

225 27 4
                                    

Bunga Hortensia.

Bunga yang kutahu memiliki racun glukosida sianogenik pada setiap bagiannya. Bahkan aku sendiri membuat racun dari bunga ini dan menyimpannya diam-diam.

Walaupun begitu, daun dan akar pada bunga ini tetap bisa dimanfaatkan sebagai tanaman obat selama diolah dengan baik.

Namun, kesampingkan hal itu sekarang. Tentunya aku tidak akan menjelaskan tentang bunga ini lebih lagi.

Hari ini, hari ke tiga. Tepatnya tanggal 3 Februari, sebuah bunga hortensia berwarna violet lengkap dengan potnya mendarat dengan baik di atas mejaku dengan secarik surat di sampingnya.

Tentunya, tanpa nama.

Aku masih penasaran dan tetap belum mendapatkan petunjuk sama sekali siapa sebenarnya pengirim bunga dan surat ini.

Ingin tahu? Sangat. Toh, aku sendiri super duper orang yang paling penasaran apalagi menyangkut sesuatu yang mistis dan misterius.

Tanpa pikir panjang, seolah hal ini sudah biasa kulakukan, kubuka amplop bernuansa baby violet dengan garis emas di pinggirnya.

Karena dirimu, aku bisa memahami seseorang lebih mendalam. Aku sangat bersyukur bisa mengenalmu

Memangnya apa yang sudah kulakukan? Membuat dia memahami seseorang? Apa maksudnya?

Memangnya apa yang pernah kuungkapkan sampai-sampai orang ini berpikir kalau aku membuatnya bisa memahami orang lain?

Kenapa ini semakin aneh?

Namun, berkebalikan dengan pikiran runyamku. Aku justru tersenyum semangat tentang misteri ini.

"Bunga lagi?" Kali ini, pertanyaan ini dilontarkan bukan oleh Rika-chan, melainkan Akashi-san yang baru saja menyelesaikan buku bacaannya.

Aku mengangguk. "Akashi-san, menurutmu aku pernah mengatakan apa?"

"Mengatakan apa maksudmu?

"Sesuatu... mungkin seperti ucapanku yang menggugah seseorang, begitu?"

Akashi-san berpikir seraya mengalihkan pandangannya dariku. "Aku tidak tahu."

Ya, wajar memang. Toh, wanita bisa berbicara sampai 20. 000 kata per-hari sementara pria hanya 7000 kata.

Tidak mungkin Akashi-san bisa mengingat semua ucapanku. Kalau pun bisa, aku berharap dia tidak ingat dengan ucapan-ucapan konyolku.

"Ohayou, [Name]-chan," sapa Rika-chan. Perempuan itu melirik ke arah pot bunga hortensia di depanku. "Masih ada lagi?"

Aku tertawa kecil sementara Rika-chan duduk di depanku dan memutar tubuhnya ke belakang.

"Kau masih belum mendapatkan petunjuknya?" Aku menggeleng. "Sepertinya sulit, ya? Bunganya selalu berbeda warna begitu pula dengan amplopnya."

Aku merucutkan bibirku. "Seandainya satu warna, mungkin aku masih bisa menebak-nebaknya."

"Siapa saja yang sudah tahu soal ini?"

"Tidak banyak dan aku tidak terlalu menyembunyikan soal ini." Rika-chan mengangguk-angguk kecil.

Perempuan itu menoleh ke arah Akashi-san yang sudah mengganti buku bacaannya dengan yang baru.

"Akashi-san, tidak bisakah kau berikan sedikit petunjuk?" tanya Rika-chan langsung.

Tanpa menoleh, Akashi-san membalas, "apa maksudmu?"

"Tentang bunga yang ada di atas meja [Name]-chan. Memangnya kau benar-benar tidak tahu apa pun?"

14 Reasons WhyWhere stories live. Discover now