Twelfth Reasons

20 3 0
                                    

"Ohayou, [Name]-chan ...!"

"Ohayou... Momoi-chan...."

Aku menoleh, dengan wajah menyeramkanku. Bahkan Momoi-chan sempat berteriak, "kenapa dengan wajahmu!?"

Namun seperti biasa, aku hanya tertawa kecil atas hal terkait. Sebenarnya, aku tidak terlalu ingat dengan apa yang kulakukan semalaman ini.

Maksudku, ketika besok adalah hari pementasan untuk eksternal dan puncak perayaan, aku justru dalam keadaan tidak semangat seperti ini.

Ketika semua orang repot dengan segala macam hafalan dialog mereka, semalam suntuk aku malah bermain video game sampai kembali bertemu matahari.

Maksudku, ketika pulang kemarin siang, aku bermain video game sampai bertemu besoknya—tepatnya, hari ini.

"Kau benar-benar tidak apa-apa, [Name]-chan? Kau terlihat sangat buruk," ujar Momoi-chan dengan muka air khawatirnya. "Lihat kelopak matamu, pakaianmu, bahkan rambutmu! Hampir tidak beraturan, seperti bukan dirimu! Sogokan yang kemarin masih kurang?"

Aku mendengus. "Kemaren enak."

Aku hanya tersenyum seala kadarnya. Bukan diriku, ya? Apa begini tampak orang yang tengah patah hati? Sepertinya begitu.

Bahkan tetburuknya, aku pernah melihat orang yang seperti tidak memiliki semangat hidup. Lemas, lesuh, tak bersemangat.

"Ya, aku bahkan merasakannya sendiri bagaimana diriku sekarang," ujarku. "Daripada itu, hari ini mohon kerja samanya lagi, Momoi-chan."

"Kau tenang saja! Aku akan jadi back up-mu."

—oOo—

Buka gerbang akan dimulai jam 10, sekarang tinggal tersisa satu jam lagi. Seksi perlengkapan kini tengah sibuk-sibuknya memindahkan barang dan membantu seksi dekor untuk kembali merapihkan dekorasi ruangan.

Auditorium menjadi sedikit berbeda. Pendingin ruangan sudah diaktifkan lebih awal, aroma ruangan lebih enak, pun tata ruang tampak begitu lebih luas.

Pertunjukkan eksternal memiliki batasan maksimal penonton dan hanya untuk satu kali tampil, artinya tiket menontonnya itu sangat terbatas. Itulah kenapa kemarin aku begitu senang dan tak sabaran menunggu hari ini.

Ketika aku tengah mencari-cari ponselku di sekitar meja rias, aku sadar benda tipis itu sedari tadi tidak bersamaku.

Begitu Momoi-chan selesai memakaikan make up pada diriku, aku bergegas menuju loker penyimpanan barang milik pemeran.

Karena gaunnya yang panjang, aku sempat kesulitan untuk melangkah. Sangat sulit sampai aku harus menarik bagian bawah gaun hingga sampai ke pinggangku dan terjatuh.

Bertepatan ketika aku terjatuh, tangan besar seseorang menahanku. Aku segera mendongak ke arah orang itu dan menatap matanya.

Mungkin kalau itu bukan Kise-kun, tidak masalah. Namun faktanya dia adalah orang itu. Sesaat aku tercenung dengan terus menatapnya. Menyadari hal itu, aku lantas menggeleng dan kembali pada diriku.

"Ma-maaf... dan terimakasih karena sudah menolongku," ucapku terpotong-potong, ragu.

"Iie-ssu. Berhati-hatilah...." Kenapa matanya... terlihat begitu sedih?

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Ja," sambil tersenyum dan kembali menarik diri, aku meninggalkan laki-laki itu.

Namun ketika sekali lagi aku melangkah, tangannya kembali meraih tanganku. Pandangannya tampak jatuh, sebuah penyesalan dan rasa bersalah seperti memukulnya.

14 Reasons WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang