Part 5 : Apakah Salah Jika ini Seperti Kencan?

27 9 0
                                    


Aku berdiam di kamarku seharian, waktu pukul 5 sore dan aku telah melewatkan satu hari sekolahku. Pikiranku terus saja membayangkan wangi Luis, tatapan matanya dan kilau rambutnya yang bahkan aku iri padanya.

Entah berapa kali aku tersenyum sambil memeluk daimakura bergambar karakter anime pelayan lelaki. Tiap kali teringat jelas ingatan semalam aku selalu membenamkan wajahku ke bantal itu.

Kring...!

Ponselku berbunyi, kulihat panggilan dari temanku Hana. Wajar dia meneleponku melihat aku masuk tanpa alasan hari ini.

"Nis, lu kemana?"

"Bolos yah?"

"Atau jangan-jangan kencan sama Hendra"

"Tunggu dulu, Hendra?". Seketika aku teringat meninggalkan dia dengan wajah bingungnya di tengah perjalanan ke sekolah.

"Baru sadar?"

Dengan spontan aku memutus panggilan Hana.

Aku melihat ke jendela, sesosok lelaki berjongkok tepat di depan balkon jendela.

Aku terkejut, seketika aku menarik bibirku masuk ke mulutku. Pikiranku ikut bertanya, kenapa para lelaki tampan terobsesi dengan jendela dan menyusup ke kamar seorang gadis?.

"Hendra... sejak kapan kamu disitu?," tanyaku. Aku cukup heran karena sebenarnya kamarku di lantai 2 rumah.

"Yah, sejak dirimu memutuskan untuk tidak jadi ke sekolah," jawabnya.

Aku terdiam sejenak, tak menyangka dia telah berada disitu hampir 9 jam.

"Hmm... sekitar 45 kali," imbuhnya dengan wajah yang nampak berfikir.

"45 kali apa?," aku heran kenapa dia menyebutkan jumlah itu.

"45 kali kau tersenyum kemudian memeluk bantal menjijikkan itu," seketika aku kaget, dia bahkan menghitung tiap kali aku tersipu.

Wajahku memerah, aku hendak membenamkan wajahku lagi namun aku urungkan karena takut ini akan menjadi ke 46 kali aku melakukannya hari ini.

"Kata Hana kau tak masuk hari ini?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan kita.

"Aku memutuskan kembali setelah jam istirahat selesai," ucapnya sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.

Hal itu membuatku teralihkan untuk melihat rambutnya, nampak kontras dengan warna matahari senja saat ini.

"Hmm... mau keluar?" ajak Hendra.

Aku hanya mengangguk, ajakan itu tiba-tiba mengembalikan kehidupanku seperti semua. Perutku pun berbunyi, mengingat aku tak makan apapun semenjak pagi tadi.

Hendra tertawa ketika mendengar perutku bernyanyi. Akupun ikut tertawa bersamanya. Tak kusangka walau beberapa hari kami mulai mengobrol aku merasakan 5 tahun itu begitu dekatnya hubungan kita.

Aku menyuruh Hendra turun, kemudian kututup jendela dan gordennya, aku bahkan mengecek 2 kali balkonku apakah sudah tak ada lagi makhluk yang bertengger disitu.

. . .

Pukul 6 sore, aku memutuskan memakai kaus biru, dengan rok pendek sepanjang lutut berwarna sama namun lebih gelap. Stocking yang menutupi sebagian besar kakiku bergaris putih dan pink, serta menutupi bagian atas tubuhku dengan cardigan kuning.

Aku hanya menguncir kuda rambut bagian belakangku. Memakai sedikit make up, setidaknya menutupi wajahku yang nampak seperti zombie karena kurang tidur semalam.

"Tunggu dulu, bukankah ini terlihat seperti kencan," pikirku. Tapi aku segera menepisnya apalagi perutku terasa makin tak bisa berkompromi.

"Cuma pergi makan, Cuma pergi makan, Cuma pergi makan," aku mengulang kata-kata itu tiap kali melangkahkan kakiku.

Jam segini rumahku memang sepi, ibuku harus bekerja mengingat dia single parent sekarang. Kadang dia pulang seminggu sekali.

Setelah kubuka pintu rumahku, nampak Hendra sedang menungguku. Dia memakai jaket hijau dengan hoody bulu tanpa mengaitkan kancingnya, kaus berwarna merah terlihat disela-selanya. Celana jeans biru dan sepatu kets berwara hitam putih semakin matching dengan wajah manisnya.

Tak kusangka berandal ini bisa juga berdandan.

"Lah ayo, malah diam disitu," Hendra membuyarkan lamunanku.

Setelah kukunci pintu rumahku aku bergegas berjalan bersamanya. Kami memutuskan menaiki taksi karena daerah pertokoan dan rumah kami memang agak jauh.

. . .

Hendra memutuskan mengajakku ke sebuah kedai, memesan beberapa makanan kemudian kami menyantapnya tanpa ada satupun obrolan di antaranya.

Hingga malam pun menampakkan wujudnya, kami berjalan di kawasan pertokoan, begitu dekat namun tanpa sepatah katapun mengiringi perjalanan kami.

Kami kembali naik taksi kerumah.

"Setidaknya jika dirimu punya masalah ceritakanlah padaku," Hendra memulai pembicaraan.

"Hah? 2 jam kita jalan tadi dan itu pertanyaan pertama yg kau ucap," aku tersenyum, ternyata Hendra cukup khawatir padaku.

"Yah, aku kan penjagamu," wajahnya cemberut, seperti tidak puas dengan perkataanku.

"hahahaha... jadi sekarang berandal kelas bertindak jadi babysitter nih?" candaku.

Taksi pun berhenti tepat di depan rumah kami, sebelum pamit Hendra sempat mengatakan sesuatu.

"Jika ada masalah jangan lupa, rumahku hanya berjarak 5 meter dari rumahmu,"

"iya," aku mengangguk.

Hari yang aneh, nampak biasa saja mengingat orang-orang ini bukanlah manusia. Namun yg aku lihat mereka tetap memiliki emosi, kuatir, malu, bahkan sesekali melakukan hal bodoh seperti menghitung berapa kali aku memeluk bantal hari ini.

Aku cukup lelah hari ini, namun semua terbayar. Aku baru sadar ajakan Hendra membuatku kembali ke diriku lagi. Aku memutuskan membuka laptop untuk menonton beberapa episode anime, belakangan aku rasa waktuku banyak terbuang dengan masalah-masalah ini.

"Selamat malam nis!"

Ayolah... berikan aku istirahat dan menikmati hari-hari normalku, batinku berteriak. Kulihat Luis sudah berdandan rapi mengenakan jas dan celana hitam panjang, serta sal berwarna hijau melingkari lehernya. Dia tersenyum manis padaku.

Bukan tuk manusiaWhere stories live. Discover now