Part 13 : Apakah Salah Jika Masa Lalu Merubahmu?

24 6 0
                                    


Aku berjalan bertiga, dengan Hendra dan Luis masing-masing berada di kiri dan kananku.

"Dia jarang sekali bicara, bukan berarti dia bodoh... hanya saja dia tak mau melukai orang lain lagi katanya," Hendra memulai pembicaraan.

"Maksudmu si harimau itu?" Tanya Luis.

"Aku sebenarnya tak begitu akrab denganya, namun ketika dia melihatku seolah aku menemukan diriku pada pandangannya,"

"Kami mulai sering bersama setelah itu, dia bercerita tentang masa lalunya, bagaimana dia menjadi seorang inyik dan sebagainya."

Cerita Hendra seperti yang kudengar dari Wira. Aku mulai penasaran bagaimana Wira yang ceria itu menjadi seorang yang nampak bodoh.

"Tapi setelah masa lalu bahagia yang dia jalani berubah menjadi sebuah tragedi," lanjut Hendra.

Aku seketika terkejut, mungkin ini alasan kenapa Wira yang sebenarnya adalah pribadi yang ceria menjadi masa bodoh dan terlihat ingin sekali mengakhiri hidupnya.

Hendra melanjutkan ceritanya, dia bercerita layaknya dia tau betul apa yang terjadi saat itu.

Wira pergi berkelana bersama gurunya, untuk memantapkan ilmu manusia harimau yang dia miliki.Setelah beberapa tahun Wira kembali ke kampung halamannya, namun alangkah terkejutnya ketika dia melihat kampungnya luluh lantah dengan tanah karena tertimbun longsor.

Hal itu tentu saja membuatnya shock, tatkala Wira yang masih berumur sepuluh tahun, mengembara selama tiga tahun dalam hidupnya, namun setelah kembali semua yang di cintainya telah tiada.

Dan ternyata kabar itu sebenarnya sudah di ketahui gurunya sejak lama, namun untuk menjadi seorang inyik Wira harus tetap berkonsentrasi pada pertapaanya. Setelah Wira tau kalau gurunya mencoba menutupi fakta kematian seluruh kerabatnya Wira murka.

Segera dia kembali ke tempat pertapaan, ditanyanya pada gurunya. Gurunya mengatakan kalau ayah Wira menyerahkan sepenuhnya Wira padanya dan belum boleh kembali kerumah sebelum pertapaannya selesai.

Namun hal itu tak dihiraukan Wira, dengan amarah yang memuncak. Dalam sekejap gurunya sendiri, seorang yang selalu bersamanya selama tiga tahun itu kini bersimbah darah, bersimpuh di depan kaki Wira.

Matanya terlihat memutih, sebuah luka berbentuk x berlapis membuat pria tua itu tak sadarkan diri.

Amarah itu telah menciptakan seorang pribadi baru. Setelah kejadian itu Wira bertemu seorang kenalan ayahnya, mereka mengangkatnya menjadi seorang anak, kemudian pindah ke kota ini untuk mulai berdagang.

Wira yang terpaku akan masa lalunya mulai menutup diri sedikit demi sedikit.

Setelah bercerita panjang lebar Hendra kemudian terdiam, ia mulai memandang ke langit.

"Kupikir dengan bertemu denganku dia bisa merasa sedikit bersyukur," ucapnya.

Namun pandangan mata Hendra tak menunjukkan rasa bersyukur, dia nampak menyesal walaupun mengenal Wira tapi tak tahu segala penderitaan sahabatnya itu.

"Jadi maksudmu, si harimau punya kepribadian ganda," Luis menyelat, kata-katanya begitu menjelaskan apa yang terjadi pada Wira.

"Hah? Kepribadian ganda," tanyaku terheran.

"Seorang yang mengalami masa lalu kelam kemudian menutup diri bisa saja menciptakan karakter yang jauh dari dirinya yang asli, biasanya karakter itu keluar karena dipicu sesuatu," jawab luis.

"Emang apa yang memicunya sehingga kepribadiannya yang lain keluar?" tanyaku polos.

"Kau...!" ucap dua lelaki di sebelahku bersamaan.

. . .

Keesokan paginya aku bergegas menuju ruang kelas Wira, tak peduli bel masuk yang mulai terdengar. Rasa kuatirku membuatku panik untuk segera melihatnya, walaupun ujung-ujungnya aku tau dia tak masuk, karena kini ku tak melihat batang hidungnya di kelas itu.

Sebuah bangku terasing kosong tepat di belakang kelas, kupikir itu tempat duduknya. Memang siapa juga yang mau berteman dengan seseorang berhawa kematian seperti itu.

Aku semakin kasihan padanya, semua umpatan tentang mencabik-cabik wajah polosnya mulai kusesali. Aku berjalan lunglai di lorong kelas yang saat itu sedang sepi karena semua telah masuk di kelas masing masing.

"Kak, kamu gapapa?" seseorang menepuk pundakku.

Setelah aku menoleh sebuah wajah yang ku kenal terlintas di mataku. Rambut acak-acakan, alis yang sedikit menebal dan hidung mancung, serta bola mata hijau yang ketika kau memandangnya terasa begitu sejuk.

"Ah... makasih untuk yang semalam," seketika aku menundukkan kepalaku, tanpa kusadari pria serigala yang tadi malam menolongku sekarang berada di depanku, menyapaku seraya menyuguhkan senyum manis.

"Tadi malam? Bukankah cuma kemarin siang kita ketemu?" katanya heran.

"Bukankah kau yang kemarin malam menggen..." belum sempat kulanjutkan perkataanku, aku teringat bagaimana dia menggendongku seperti seorang putri.

Rasa malu mulai memenuhi otakku, aku terdiam seribu bahasa. Mengunci mulutku erat-erat, bahkan sesekali menggigit bibir bawahku.

"Kurasa kau salah orang," lanjutnya.

Memang dia terlihat berbeda, namun wajah itu benar-benar sama hanya saja dia memakai kacamata saat ini.

"Kau bukan manusia kan, aku melihatmu berubah menjadi manusia seri...umpp" dia membekapku, sorotan matanya terlihat panik.

"Jika kau melanjutkan kalimatmu aku tak tahu apa yang terjadi dengan leher indahmu ini," dia mengancamku, kuku-kuku tumbuh perlahan di tangannya yang kini bersiaga di leherku.

Aku hanya menggangguk. Kemudian dengan perlahan dia melepasku.

"Kurasa kau salah paham nona, aku tak melihatmu tadi malam," dia tersenyum, seolah kejadian barusan tak terjadi.

"Aku benar-benar ditolong orang yang mirip sekali denganmu," ucapku.

"Oh, aku rasa kau bertemu Abby," jawabnya.

"Perkenalkan nona, namaku William Helshing, dan mungkin orang yang bertemu dengamu itu adik kembarku, Abbraham Helshing."

Itu menjelaskan semuanya, dia berkenalan bak bangsawan eropa mirip seperti Luis yang memperkenalkan dirinya padaku.

"Kau bisa memanggilku Willy," Senyumannya benar-benar membuatku ketagihan melihatnya.

Bukan tuk manusiaWhere stories live. Discover now